2

11.6K 1.3K 28
                                    

TEKAN TANDA BINTANG KAGA SUSAH KAN YA??

***

"Benar nih, tidak apa-apa aku pulang sekarang? Kakakmu belum pulang, 'kan? Adikmu juga."

Nayeon mengibas-kibaskan tangannya di depan wajah Jimin yang berkeras mau menemani gadis ini sampai dua saudaranya pulang. Sebetulnya, Nayeon tidak keberatan ditemani oleh pemuda ini. Tapi, selama dalam perjalanan tadi, Jimin mengeluhkan adik perempuannya yang saat ini sedang sakit. Nayeon juga tahu bahwa Jimin sedang punya beberapa proyek yang harus diselesaikan dalam waktu dekat.

Jadi, meski memang membutuhkan bekingan dari Jimin, Nayeon merasa sudah cukup aman karena ia sudah berada di rumahnya.

"Tidak apa-apa, sana kamu pulang. Adikmu lebih butuh kamu, Jim. Dan lagi," Nayeon mulai membuka pagar rumahnya. "Proyekmu pasti minta diperhatikan juga, 'kan? Jadi, aku masuk dulu. Terima kasih sudah diantar pulang."

"Ya sudah," Jimin mengalah. "Tapi kalau ada apa-apa, langsung telepon aku, ya? Dan ...." Ia menghela napas pelan. "Telepon Mingyu, minta dia segera pulang."

Nayeon mengangguk setuju, tapi juga terkekeh pelan menyahuti permintaan Jimin. "Ya ampun aku masih bisa menghajar orang itu kalau tahu-tahu dia muncul kok, Jim. Tapi, okelah aku akan menelepon Mingyu nanti. Aku juga khawatir padanya."

"Baguslah," Jimin mengacungkan jempolnya. "Meskipun aku kalah jika harus adu jotos denganmu, tapi kamu tidak pernah tahu lawanmu seperti apa. Tapi, aku masih berharap ... itu hanyalah perasaanmu saja dan tidak akan terjadi apa-apa."

"Aku pun berharap demikian." Nayeon tersenyum. "Tapi, apa salahnya waspada? Aku memang merasa tak seberbakat itu, tapi aku cukup yakin perihal diawasi oleh seseorang."

"Makanya, jika memang butuh bantuan langsung telepon aku, oke?"

"Iya iya, sudah sana segera pulang!" Nayeon melambai, segera berjalan masuk begitu Jimin melangkah meninggalkan rumahnya. Debaran aneh itu kembali menyerang saat Nayeon memasuki rumah dan menyalakan lampu. Ia akhirnya membuang napas lega saat mengetahui rumahnya dalam kondisi baik dan aman-aman saja.

Nayeon berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Di sebelah kamar gadis itu merupakan kamar adik bungsunya, Kim Mingyu. Sementara, kamar Kim Seokjin berada di lantai dasar, berseberangan dengan dapur rumah mereka. Ada sebuah kamar kosong di dekat kamar Seokjin, kamar itu adalah kamar terluas dan biasanya digunakan oleh orangtua mereka saat mengunjungi tiga bersaudara ini.

Nayeon membuka hendel pintu kamarnya dan melemparkan tas serta jaket bomber-nya sembarangan ke atas kasur. Ia kembali keluar dan menuju kamar mandi yang terletak di sebelah kamar Mingyu karena betul-betul kebelet buang air. Tapi, tahu-tahu saja terdapat sebuah cairan pekat yang menandakan periode bulanannya datang. Sialnya, saat Nayeon kembali ke kamar dan mencari pembalut, ia tidak menemukan benda itu di mana pun.

Sial.

Nayeon merogohi tas untuk mencari-cari ponselnya. Begitu menemukan benda pipih itu, Nayeon segera menghubungi nomor ponsel Mingyu. Tapi, dua kali panggilannya tidak mendapatkan jawaban berarti dari adik bungsunya itu. Hendak melakukan panggilan ketiga, Nayeon serta merta tersadarkan sesuatu dan nyengir lebar.

"Ampun! Mingyu kan laki-laki, masa aku mau suruh dia beli pembalut." Nayeon terkekeh-kekeh sendiri. Ia lantas mengambil dompetnya dan berjalan tergesa-gesa menuruni tangga untuk pergi ke minimarket di ujung jalan.

Jika dalam kondisi normal, Nayeon akan merasa bahwa letak minimarket itu cukup dekat dengan rumahnya. Tapi kali ini, perasaan cemas yang menderanya tidak dapat ditutup-tutupinya, sehingga perjalanan ke minimarket saja terasa begitu jauh.

Kesialan kedua, saat sampai di minimarket, ia nyaris saja mengurungkan niat untuk membeli barang yang sangat penting baginya kini saat mendapati seseorang yang berada di belakang meja kasir merupakan seorang laki-laki. Bukan apa-apa, lelaki di belakang meja kasir itu juga pasti tak akan menanyainya macam-macam. Hanya saja, Nayeon pasti malu setengah mati—mana antrean di minimarket cukup panjang juga.

Nayeon mendengus pasrah. Ia menelan bulat-bulat rasa malunya dan menghampiri rak berisi deretan berbagai macam pembalut. Ia kemudian mengambil salah satu merek yang biasa digunakannya dan berjalan santai ke arah antrean di depan kasir.

Nayeon yakin kini wajahnya sudah memerah, apalagi saat antrean sampai ke dirinya dan si kasir laki-laki mengambil benda itu sembari memandanginya. Tak memedulikan tatapan si kasir, Nayeon buru-buru menyerahkan selembar sepuluh ribu won lantas merenggut benda persegi panjang yang baru saja dijejalkan ke dalam kantung plastik berwarna transparan.

Sial. Haruskah kantung plastiknya juga transparan begitu?

"Maaf, kantung hitamnya habis, Nona."

Nayeon mendelik ke arah si kasir dan buru-buru keluar dari minimarket tanpa memedulikan teriakan kasir laki-laki yang mau menyerahkan kembalian padanya.

"Ambil saja kembaliannya!" teriaknya sebelum menutup pintu minimarket. Meski kembaliannya masih cukup banyak—bisa buat beli kopi atau dua porsi tteokpokki di food truck yang mangkal di depan minimarket itu—Nayeon sudah tidak mau peduli lagi. Ia harus segera pulang dan memakai benda ini sebelum cairan-cairan yang tak diinginkan merembes keluar.

Tapi, sebuah kesialan lain menimpanya ketika gadis itu berjalan tergesa-gesa kembali ke rumah. Nayeon menabrak seseorang hingga ia terempas ke atas aspal. Pembalutnya terlepas dari genggaman, melayang sejenak, sebelum akhirnya menimpa kepala orang yang menabraknya. Ditambah lagi, ternyata orang yang menabraknya merupakan seorang laki-laki. Sekali lagi ... laki-laki.

Sial. Sial!


***

TBC..

TEKAN TANDA BINTANG DI POJOK KAGA SUSAH KAN YAA?

DNA ;k.idolsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang