7

4.8K 418 2
                                    


Jimin memandang Nayeon sejenak, kemudian melebarkan senyumnya dengan ramah. "Kami teman Seo Heejin. Kami dengar, tiga minggu lalu Heejin menghilang. Apa benar?"

Wanita tua itu mengangguk, membuka akses pintu lebih lebar seolah langsung memercayai pernyataan palsu Jimin. "Silakan masuk, akan saya buatkan minuman." ujarnya pelan.

Jimin dan Nayeon mengangguk patuh, segera masuk dan melepas sepatu mereka di depan pintu. Sejenak memerhatikan rumah kecil yang terlihat begitu rapi ini. Dari luar, tidak ada yang mengira jika dalamnya rumah ini akan sebegini menarik perhatian dan terkesan nyaman. Mereka pun mengambil tempat duduk bersisihan di sofa rumah tersebut.

"Bibi, jangan repot-repot." Nayeon bertutur lembut, menghentikan jengkahan si wanita tua menuju dapur rumah mereka. "Heejin gadis yang berbakat di sekolah. Saya pernah datang ke kompetisi renangnya dan dia patut menjadi juara nasional."

Jimin memandang Nayeon dengan tampang minta penjelasan, tapi ia langsung mengerti saat melihat foto dan piala-piala yang diletakkan di meja sebelah tempat duduk gadis itu. Sejenak, wanita tua itu terlihat sangat sedih. Bahkan, Jimin dapat menemui ujung matanya terdapat bendungan air yang siap meluncur jatuh kapan saja.

"Benar, sejak kecil Heejin pandai sekali berenang. Saya sempat menentang bakatnya itu karena takut terjadi hal yang tidak-tidak ketika dia berada di dalam kolam. Tapi, dia berkeras dan akhirnya saya ikut saja dengan apa yang menjadi pilihannya." Wanita itu tampak diam sejenak, menghela napas dan menyeka sudut matanya. "Waktu dia dikabarkan menghilang, saya mengira itu hanya ulah isengnya. Karena dia suka sekali membuat saya khawatir, tapi pada akhirnya dia pasti akan menemui saya sambil memeluk saya. Jadi, saya tidak percaya dengan berita yang dibeberkan polisi."

"Kalau boleh tahu, di mana Heejin menghilang, Bi?" Jimin bertanya dengan nada prihatin.

"Kata saksi mata, dia terakhir kali terlihat sedang berlatih renang di pusat pelatihan bersama rekan-rekannya juga. Tapi, kemudian Heejin kembali ke lokernya karena merasa tertinggal sesuatu. Setelah itu, teman-temannya tidak melihat dia keluar."

Jimin dan Nayeon berpandangan sebentar. Melanjutkan obrolan ringan dengan wanita tua itu dan tak lama berpamitan pulang. Meski takut ketahuan jika sedang berbohong, Jimin dan Nayeon akhirnya bisa bernapas lega lantaran ibu Seo Heejin itu tidak menaruh curiga sedikitpun. Beliau malah menyuruh Jimin dan Nayeon datang lagi lain kali.

"Kalau dipikir-pikir," Jimin bersuara pelan, memancing tolehan dari sesosok gadis yang kini berusaha menyejajarkan langkah di sampingnya. "Hanya staf dan anggota pusat pelatihan yang punya akses masuk ke sana. Bisa jadi, pelaku penculikan Heejin adalah orang dalam."

"Jadi, Yoongi bebas dari tuduhan, nih?" tanya Nayeon dengan wajah sumringah.

"Belum," sahut Jimin cepat, mengembalikan muka masam yang sedari tadi diperlihatkan oleh gadis Kim itu. "Siapa tahu dia juga punya akses masuk ke sana. Dia bisa saja bekerja di sana, 'kan? Atau malah menjadi anggota pusat pelatihan. Jadi, jangan buru-buru melunturkan tuduhan begitu, dong."

"Ya, deh." Nayeon mendengus. "Jadi, kita pergi ke alamat selanjutnya?"

"Siapa selanjutnya?" tanya Jimin dengan bersemangat, seolah sudah mendalami perannya menjadi seorang detektif dadakan.

"Gadis blesteran Australia kemarin, Felice Lee." Nayeon membuka lagi sederet pesan yang dikirimkan oleh Min Yoongi padanya siang tadi. "Dari alamatnya sih, tidak jauh-jauh dari sini. Tapi kok aneh, ya. Meski tidak satu sekolah, kenapa rumah mereka berdekatan begini?"

Jimin menanggapi dengan mengerjapkan mata. Ia merenggut ponsel Nayeon dan membaca lima alamat yang dikirimkan Yoongi. Dan memang benar, alamat-alamat itu berbeda blok, tapi masih di satu wilayah yang sama. Kebetulankah?

"Kurasa ini petunjuk baru." ucap Jimin dengan tampang sok, sudah seperti seorang detektif sungguhan saja.

DNA ;k.idolsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang