5

6.5K 599 2
                                    

TEKAN TOMBOL BINTANG GAK SUSAH KAN YAA??



"Jangan! Berbahaya, Nay." Jimin akhirnya bersuara, menolak mentah-mentah keinginan Nayeon untuk menyelami kasus ini. "Kamu lupa? Kamu sedang diawasi seseorang belakangan ini." imbuh Jimin yang berhasil membungkam atau mungkin juga melunturkan niat Nayeon.

"Kamu diawasi?" tanya Yoongi, sementara Nayeon mengangguk sebagai jawaban.

"Hanya merasa diawasi, aku tidak benar-benar yakin." jelas Nayeon.

"O, jadi sekarang mulai tidak yakin?" Jimin menyela dengan nada tidak suka.

"Bukan begitu, Jim, hanya saja ... ya, kupikir tidak ada alasan bagi mereka untuk menargetkanku sebagai korban selanjutnya. Atas dasar apa?"

"Bisa saja," Yoongi menimpali, masih belum ingin melepaskan pandangan dari sosok gadis Kim ini. "Kurasa aku tahu bagaimana modus operandi pelaku."

"Hah?" Jimin dan Nayeon bertutur bersamaan, saling berpandangan, sebelum akhirnya mereka menjatuhkan satu-satunya fokus ke arah Yoongi.

"Begini," Yoongi mencondongkan tubuhnya, mencoba menjelaskan apa yang diketahuinya dengan suara pelan dan berharap orang-orang tak berkepentingan di sekitar mereka tidak bisa mendengarnya. "Selama kurang-lebih tiga bulan ini, sudah ada dua belas gadis yang hilang dan satupun belum diketemukan. Semua gadis itu punya peran penting di sekolah atau kampus mereka. Jika dugaanku benar," ia membagi pandangannya pada Jimin, lalu kembali menatap Nayeon. "Mereka menggunakan alphabet A sampai Z. Dengan menghilangnya Liby, maka sudah sampai L, dan hitungannya benar ... dua belas."

"Tunggu," Jimin mengangkat tangannya, menghentikan penjelasan Yoongi yang masih ingin diteruskan. "Bagaimana dengan huruf F? Memangnya ada nama orang Korea berawalan huruf F?"

"Makanya nonton televisi dong, Jim!" gerutu Nayeon, mendaratkan jitakan ke kepala sohibnya itu. "Aku melihat daftar orang-orang yang hilang di televisi, meski ditulis dalam huruf hangul, aku mendapati satu nama asing di antaranya. Felice. Dan dia merupakan murid pindahan dari Australia."

"Tunggu lagi," sela Jimin, masih belum puas dengan jawaban Nayeon. "Seperti di kampus kita, bagaimana jika ada salah satu universitas atau sekolahan yang melakukan penyidikan secara rahasia dan tidak ingin melibatkan media massa? Dari mana kalian tahu jumlah orang yang menghilang?" Jimin memasang wajah sok di depan Nayeon. "Lagipula, Nay, aku juga lihat televisi kok. Cuma, ya, aku memang tidak terlalu mengamati nama-nama korban. Dan setahuku, yang menghilang ada delapan, bukan sebelas—dua belas dengan Liby."

Nayeon diam kali ini. Memang benar ada delapan yang disebutkan dalam media massa. Dengan fakta yang dibeberkan oleh Jimin, dugaan Yoongi tentu saja bisa salah. Atau justru Yoongi memang benar atas dugannya, tapi dengan sebuah tuduhan bahwa Yoongi adalah pelaku dari semua ini.

"Karena adikku juga ikut menghilang, aku dimintai keterangan polisi waktu itu." Yoongi menjelaskan, sadar dengan tatapan-tatapan aneh yang dilayangkan kepadanya. "Aku mendengar dari Inspektur Polisi itu bahwa ada dua belas korban—dan memang, ada beberapa sekolah atau universitas yang melakukan penyidikan secara rahasia tanpa adanya media massa."

Nayeon tahu-tahu membuang napas lega. Seolah baru saja mendapat hadiah besar begitu Yoongi dinyatakan lepas sebagai tertuduh. Ia kemudian membuat gebrakan kecil di meja mereka, menjadikan dua pemuda yang berada di sisi-sisinya menjauhkan diri dan menghantamkan punggung pada sandaran kursi.

"Jadi ... siapa yang mau ikut menyelidiki kasus ini?" tanyanya dengan penuh semangat.

Yoongi mengangkat tangannya lamat-lamat, sebuah respons yang tidak diduga-duga sama sekali oleh Nayeon dan Jimin. "Aku sudah menyelidiki kasus ini sendirian sejak Liby menghilang. Kurasa, jika kita menyelidikinya sama-sama, maka kasus ini akan segera menemui jalan keluar sebelum ... si gadis N ini jadi korban."

"Hei, yang namanya N kan bukan aku saja, Yoongi."

"Kak Yoongi." koreksinya.

"Baiklah, Kak Yoongi. Seangkatanku banyak sekali yang namanya berawalan N. Dan kurasa seluruh kampus juga—"

"Aku juga ikut!" seru Jimin memotong pembicaraan Nayeon. "Aku tidak mau melewatkan kejadian-kejadian seru yang akan kalian hadapi berdua saja nanti. Lagipula, gadis N yang kalian singgung-singgung ini adalah tanggung jawabku juga."

Nayeon memulas senyum lebar, merangkul bahu Jimin dan mencubit pipinya keras-keras. "Setia kawan sekali adik Park ini, ugh." godanya pada Jimin, lantas tergelak. Nayeon buru-buru melepaskan rangkulannya ketika Jimin mulai membalas perlakuannya dengan mulai menggelitiki gadis itu. Nayeon beringsut ke sebelah Yoongi dan minta perlindungan darinya.

Mendapati posisi Nayeon sedekat ini padanya, entah mengapa Yoongi tidak bisa menolaknya. Ia membiarkan Nayeon tetap mencengkeram bajunya dan merengek-rengek minta dilindungi dari gelitikan Jimin. Ia memerhatikan Nayeon; memandangi caranya tertawa yang lucu dengan mata otomatis membentuk bulan sabit, suaranya yang cempreng ketika tertawa, tangannya yang mencengkeram kemeja Yoongi, sampai anak-anak rambutnya yang dengan lancang menggelitiki leher pemuda itu.

Tapi sekali lagi, Yoongi tidak mau membiarkan Nayeon menjauh darinya. Bahkan ketika mereka tahu-tahu berhenti bercanda, Yoongi merasa sedikit kecewa lantaran Nayeon menarik diri dan duduk di tempatnya semula.

Yoongi berdeham pelan, mencoba mengusir perasaan-perasaan aneh yang dirasakannya.

"Jadi ... kapan kita akan mulai misi ini?"


***

TBC...

DNA ;k.idolsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang