4- Kita dan SMA Ugasa

171 53 21
                                    

Deefnie masih mengikuti Dirga yang terus berjalan lurus, menuju SMA Ugasa. Dirga juga tidak memperdulikan Deefnie, yang hanya mengenakan baju piama.

"Neng Deefnie? Mau kemana atuhh, sendirian saja?" Sapa Kang Enong, tukang sapu kompleks. Yang hanya dibalas senyum oleh Deefnie.

Punggung Dirga semakin jauh di depan. Membutuhkan tenaga ekstra, untuk mengejar bocah itu.

"Dirga! Tunggu dong!" Deefnie mempercepat langkahnya, kali ini Dirga yang sulit melihat kebelakang. Ia bahkan tak bisa berhenti sebentar, untuk menunggu.

Jarak Perumahan Bukit Havana, memang tak jauh dari pusat kota.
Akses kendarannya pun, terbilang cukup mudah.

Deefnie berhenti di depan pangkalan ojeg. Matanya berlayar, mencari sosok Dirga. "Mungkin bocah itu, sudah pergi lebih dulu dengan ojeg" Pikir Deefnie.

"Bang, ojeg nya satu!" Deefnie mengacungkan sebelah tangannya, disambut dengan anggukan salah satu bang ojeg. Sementara, lima Abang ojeg lainnya masih nangkring ganteng nunggu penumpang.

"Wahh, costumer  perdana di hari ini- dudududuuu" Senandung Abang ojeg.

"Ehhh... Neng Deefnie" Bang Kendra nyengir, kemudian memberikan helm pada Deefnie.

"Mau kemana Neng, pagi-pagi?. Sendirian lagi"
Bang Kendra, akrab disapa Bang Ke memang ojeg langganan Deefnie. Dulu, saat Deefnie masih SMA. Bang Ke-lah yang selalu setia mengantar jemput.

"Ke SMA Ugasa, Bang!"

"Ladalahh, mau opo toh pagi-pagi kesana? Ini juga, nda mau ganti baju dulu neng?"

"Bang Ke! kepo nih, nggak ada waktu lagi Bang, anterin aja ayo!"
Bang Ke tertawa geli, sambil mengacungkan jempol. "Wokeee deh!"

Motor vespa itupun, akhirnya melaju dari pangkalan.

                                            *****
Di persimpangan jalan, banyak orang yang berkumpul. Sehingga, menciptakan kemacetan cukup panjang.

Deefnie melihat seorang wanita muda, yang sedang hamil. Berdiri, di samping sebuah mobil sedan warna silver.

Deefnie menangguk, tersenyum kearah wanita itu. Wanita tersebut, hanya membalasnya dengan tatapan kosong.

"Bang, ada apa sih rame-rame?" Tanya Deefnie, saat Bang Ke terpaksa harus menghentikan laju motornya untuk sementara, karena macet.

"Itu Neng, ada kecelakan bus yang nabrak mobil. Kejadiannya sudah dari tadi pagi, tapi kendaraan yang kecelakaan belum diangkut"

Deefnie cuma mangut-mangut.
"Ada korban nggak Bang? Sudah dievakuasi sama polisi?"

"Ada neng, sebagian sudah dilarikan ke rumah sakit setempat. Penumpang bus nya sih, alhamdulillah selamet. Tapi, yang di mobil sedan itu meninggal semua. Ibu hamil, sama anaknya yang masih kecil."

Mata Deefnie membulat sempurna. Spontan ia menoleh pada sosok wanita, yang baru saja dilihatnya.

Aneh! Sosok itu berubah menakutkan seketika. Perutnya yang sedang hamil tua, berhamburan keluar. Sekilas dibawah kakinya, Deefnie melihat potongan daging segar, darah dimana-mana, dan wajahnya penuh dengan pecahan kaca. Deefnie berteriak kencang, sontak semua mata tertuju padanya.

"Ada apa, Neng?" Tanya Bang Ke, heran.

"Nganu bang- udah bisa jalan tuh! Ayo!" Bang Ke menoleh sesaat ke arah Deefnie. Gadis itu memalingkan wajahnya ke depan menunjuk kendaran lain, yang sudah mulai bergerak dari barisan kemacetan. Bang ke pun segera melajukan Vespa nya, kembali fokus pada jalan raya.

Sixth Sense (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang