Author PoV
Parkiran SMA Negeri Arjaya sudah sesak dengan deretan kendaraan bermotor yang tersusun rapi. Koridor pun sudah terlihat lengang dari setengah jam yang lalu, pertanda semua siswa sudah memasuki ruang kelasnya masing-masing. Tetapi, tidak dengan gadis berambut sebahu ini. Gadis itu semakin mempercepat langkahnya, mulutnya berkomat-kamit berharap guru mata pelajaran pertama belum memasuki kelas.
"Mampus gue, bisa-bisa pagi ini gue harus olahraga muterin lapangan yang gedenya masyaAllah itu. Gegara begadang ngerjain tugas bu Salma nih. Mana HP pake acara ketinggalan segala," Gadis berseragam putih abu-abu yang sudah terlihat acak-acakan itu merutuki dirinya sendiri. Butiran keringatnya pun, sudah mengalir bebas hampir membasahi seluruh wajah manisnya.
"Lo telat juga?" ucap seseorang, sambil mencoba mensejajarkan langkahnya di sampin gadis itu.
"Emangnya lo ngga liat?" Gadis itu masih tetap dengan langkahnya yang bahkan semakin cepat, tanpa berniat menoleh sedikitpun ke arah seseorang yang sudah tertinggal di belakangnya.
DEG
Gadis itu menghentikan langkahnya, memutar badannya hingga matanya menangkap sosok tinggi yang semakin mendekat ke arahnya.
Chasafa Putri Indira, alias Safa. Cewek yang tidak terlalu tinggi, namun memiliki wajah yang manis. Wajahnya bahkan, tidak cocok dengan predikat kelas yan di dudukinya saat ini. XII IPA 1. Ini tahun terakhir Safa bersama teman-temannya di SMA yang selama hampir 3 tahun ini ia datangi setiap hari.
"Ngapain buru-buru?" tanya cowok yang sekarang sudah berada di hadapan Safa.
"A-alan. Eh, Ekm, lah kan udah bel. Lo mau disuruh keliling lapangan sama bu Salma? Gue sih ogah" Safa mencoba berbicara sesantai mungkin. Walaupun nada yang dikeluarkan tampak bahwa ia sangat gugup.
"Bu Salma ngga masuk. Ada urusan yang ngga bisa ditinggalin." Cowok dengan perawakan tinggi itu melanjutkan langkahnya dengan santai, meninggalkan Safa dengan raut wajah yang tidak dapat diartikan. Namun, ada sesuatu yang mengharuskan ia berbalik."Lo tadi sarapan buru-buru banget yaa?"
Entah kenapa pertanyaan itu membuat jantung Safa berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya.
"Emang kenapa? Lo mau beliin gue sarapan? Sorry gue kenyang" Lagi-lagi Safa harus berlaga stay cool di depan cowok bermanik cokelat terang ini. Kupu-kupu di perutnya pun sudah berterbangan tak terarah sekarang.
"Bukan. Di wajah lo ada sisa selai kacangnya" setelah mengucapkan itu, Cowok itu berbalik dan melanjutkan langkahnya, tak peduli dengan Safa yang sudah membuka mulutnya tak percaya.
"Ha? Seriusan? Bego, bisa-bisanya gue malu maluin di depan Alan. Pasti dia ilfeel banget sama gue. Ahh Safaa." Safa berdecak kesal sambil memandang tubuh tegap yang semakin menjauh.
Gadis itu melangkah ke kamar mandi, lalu berdiri di depan cermin besar yang sedang memantulkan keadaan dirinya.
"Sial banget hari ini, Udah ditinggal kak Indra duluan, naik ojek mogok di tengah jalan, telat gara-gara ngerjain tugas bu Salma dan sekarang bu Salma seenaknya ngga masuk kelas. Pake acara malu-maluin di depan Alan, seragam gue acak-acakan, HP ketinggalan, lengkap banget yaa penderitaan gue" Safa lagi-lagi merutuki dirinya sendiri.Alan. Alfian Putra Bagaskara. Cowok berbadan tinggi, tampan, dan pesonanya yang selalu membuat kaum hawa tak ingat dengan dunia sekitarnya. Termasuk Safa. Sejak awal tahun pertama ia bersekolah di SMA Arjaya ia mulai tertarik dengan lelaki itu, bahkan hingga kini. Tidak seperti kaum hawa lainnya, Safa memilih menyimpan rapat-rapat perasaan itu. Hanya Vania yang mengetahuinya. Vania Larasati, sahabatnya sejak kecil.
Safa melanjutkan langkahnya ke kelasnya yang merupakan kelas Alan juga. Langkahnya tak lagi secepat saat ia menginjakkan kaki ke sekolahnya beberapa menit yang lalu. Wajahnya tampak tak bersemangat dan tak bersahabat.
"Tumben lo telat? Biasanya juga duluan lo daripada pak Kebon" Gadis berkuncir satu itu duduk di samping Safa. Yang ditanya hanya menoleh malas tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
"Woy, ada orang nih. Lo kok ngacangin gue sih Fa? trus muka lo kok bete gitu. Lo belum sarapan?" gadis di samping Safa itu masih berbicara, berusaha meminta penjelasan pada sahabatnya."Berisik lo Van" Semprot Safa. Ia mulai menenggelamkan wajahnya di kedua tangannya yang sudah dilipat di atas meja bersiap untuk meluncur ke alam mimpinya. Mungkin dengan tidur moodnya akan membaik.
"Santai Keles. Lo kenapa sih? Ngga biasanya pagi-pagi udah----"
Vania tak melanjutkan ucapannya, melihat sahabatnya yang sudah terlelap jauh ke alam mimpi.
"Dasar kebo"
^^^Haloo!! Haloo!! Haloo!!
Pertama-tama, aku mau ngucapin Terima kasih buat kalian yang udah mampir,
Maafkeun kalo jelek, masih abal-abal soalnya. Tapi, ini murni hasil pikiran dan Imajinasiku.-Safira-
KAMU SEDANG MEMBACA
"ALFCHAS" [Completed]
Teen Fiction[COMPLETED] "Gimana rasanya mencintai seseorang dalam diam? Bertahan untuk tidak mengungkapkan, dan bahkan tidak memiliki hak untuk cemburu." - Chasafa "Di saat aku baru menyadari semua, aku berharap semesta memberikanku kesempatan kedua." - Alfian ...