Author PoV
Kimia menjadi mata pelajaran terakhir untuk hari ini. Pelajaran yang katanya membuat kepala pusing. Tetapi, tidak untuk gadis penyuka warna biru ini. Safa benar-benar tertarik untuk mempelajari sejumlah reaksi-reaksi kimia. Pelajaran kali ini adalah praktikum, dan ini yang paling Safa tunggu. Karna apa? Karna Safa satu kelompok dengan Alan.
"Setelah praktikum selesai, kumpulkan laporan sementara kalian untuk saya beri paraf, sebelum di jadikan laporan asli!"
Ucapan bu Ruri yang diikuti suara bel pulang, sontak membuat Safa dan Alan mendongak kaget. Mengingat mereka hanya berdua, dua anggota kelompok mereka yang lain sedang absen.
"Lan, lo udah bikin kan?" tanya Safa
"Jangan bilang lo ngga bikin?" ucap Alan cepat
"Lah, mana gue tau kalo di kumpulin, udahlah balik aja yuk!" Safa mendengus, kemudian hendak melangkah keluar Lab, langkahnya terhenti ketika sebuah tangan menarik tasnya cepat.
"Lo pulang, nama lo nggak bakal gue catet!" tukas Alan cepat yang membuat Safa menghela napas.
"Iya-iya, udah sana nulis duluan" Safa kembali duduk di bangkunya. Terbesit rasa senang dalam hatinya. Matanya menatap lelaki di sampingnya lekat lekat, seakan tidak mau menyia-nyiakan barang sedetik.
1 menit
3 menit
Safa masih menatap pemuda yang sedang menulis di sampingnya itu. Sedetik kemudian mata mereka bertemu.
"Ngapain lo ngeliatin gue? Gue tau kalo gue ganteng!" Safa buru-buru mengalihkan pandangannya pada kertas yang sedari tadi berada di tangan Alan.
"Idihh, Sini kertasnya biar gue lanjutin." Safa merebut pulpen yang di pegang Alan. Tangan Safa tak sengaja menyentuh punggung tangan Alan. Mata mereka kembali beradu, sampai---
"Mau sampai kapan tangan lo di situ? Tangan gue mahal" Ucapan Alan membuat Safa gugup setengah mati, dan segera menarik tangannya.
"Apaan sih lo, percaya diri banget. Lo kira gue mau megang tangan lo?"
"Bilang aja seneng!" tembak Alan. Membuat gadis di sampingnya menundukkan wajahnya. Jantungnya sudah tidak terkontrol lagi, mungkin pipinya juga sudah semerah tomat sekarang.
"Berisik lo!" Safa segera melanjutkan tugasnya yang sejak tadi hanya terisi sebagian saja. Perhatiannya terpecah, pada Alan yang sudah bersiap untuk pergi. Tas berwarna abu-abu itu sudah berpakai di kedua bahunya.
Alan yang merasa dilirik, menoleh ke arah Safa yang sedang menatapnya saat ini. Sepertinya pemuda itu tau mengapa teman sekelasnnya itu menatap dirinya. Tatapan yang mengisyaratkan Lo mau kemana?
"Tugas gue udah selesai, gue mau balik"
Baru satu langkah, kaki Alan berhenti melangkah, matanya melirik sebuah tangan yang sedang menahan pergelangan tangannya "Kan gue udah bilang tangan gue mahal!"
Safa langsung melepaskan tangannya dari tangan mahal Alan.
"Gue sibuk! buruan kerjain, jangan kelamaan disini, lo nggak lupa sama cerita tentang Lab ini kan?" Alan kembali melanjutkan langkahnya, dan meghilang di balik pintu Laboratorium.
Safa mendengus kesal. Gadis itu mulai merinding. Kini ia seorang diri berada di dalam ruangan yang sudah digunakan sejak belasan tahun lalu. Catnya pun sudah lapuk dan berubah warna jauh dari warna aslinya.
Gadis berlesung pipi itu, buru-buru menyelesaikan tugasnya dan segera membereskan alat tulisnya. Sesaat kemudian, kakinya bergerak cepat melangkah keluar ruangan yang penuh dengan alat dan cairan kimia.
KAMU SEDANG MEMBACA
"ALFCHAS" [Completed]
Teen Fiction[COMPLETED] "Gimana rasanya mencintai seseorang dalam diam? Bertahan untuk tidak mengungkapkan, dan bahkan tidak memiliki hak untuk cemburu." - Chasafa "Di saat aku baru menyadari semua, aku berharap semesta memberikanku kesempatan kedua." - Alfian ...