Terkadang aku bingung dengan sikapmu yang selalu berubah-ubah. Kadang kamu membuat harapanku semakin besar, tapi kadang kamu juga membuatku jatuh terhempas.
-Chasafa-
Safa sedang duduk di salah satu Kafe yang baru beberapa minggu ini di buka. Kafe yang kata Vania sangat kekinian alias Instagramable. Keduanya sedang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Bukannya mengobrol, Vania malah sibuk dengan Handphonenya.
Sedangkan Safa, gadis itu sedang melamun. Matanya menatap lurus ke depan dengan pikiran menerawang. Sesekali rambutnya tertiup angin sore, karena mereka memilih Kafe yang memiliki tempat outdoor dengan Pemandangan Kota Jakarta sore hari.
Menyadari gadis di depannya melamun, Vania segera menghentikan aktivitasnya. Tangannya bergerak maju, melambai-lambaikan tangan di depan wajah Safa, "Fa, lo ngelamun?"
1 detik
3 detik
5 detik
Tak ada reaksi.
"Fa, lo nggak lagi kesambet kan? Jangan bikin gue panik dong. Lo kesambet Jin apaan, Fa?"
Lagi-lagi Safa tak bereaksi, gadis itu masih tetap dengan posisinya.
"Fa, lo jangan nakut - nakutin gue dong."
"Hellow, Safaaaa!"
"Wah bener-bener ini anak. Kayanya kudu gue guyur." Vania sudah mengangkat satu gelas Lemon tea pesanan Safa yang sejak tadi di biarkan menganggur."Heehh, Lo kira gue Taneman hah? Maen siram aja."
"Wah, ngerjain gue lo? Tau gitu gue guyur dari tadi sekalian."
Safa berdecak, "Nah, elo ada gue di sini lo malah cuekin. Chatingan mulu. Lo kira di abaikan itu enak?"
"Baperan amat bu. Iya deh Maaf. Tapi serius lo ngelamunin apaan?"
Safa mengaduk-aduk minumannya. Tak berniat menjawab pertanyaan yang dilontarkan Vania barusan.
"Alan? atau Igo?"
Vania memang tahu betul dengan sahabatnya itu.
"Yakali gue mikirin Igo."
"Berarti ini soal Alan? Kenapa lagi?"
Safa menyeruput minumannya sebentar, memberi kesegaran pada tenggorokannya yang kering. Lalu menggeser gelasnya agar dapat leluasa bercerita.
"Van?"
"Hm?"
"Gue sama sekali nggak paham sama sikap Alan belakangan ini. Kadang, gue ngerasa dia bikin gue memiliki harapan semakin besar, tapi kadang dia juga yang jatuhin harapan gue dengan sikapnya." Safa menatap Vania lekat-lekat, "Gue takut, harapan gue cuma harapan."
Vania menggeser kursinya, menepuk-nepuk pelan bahu sahabatnya itu.
"Fa, gue bukan nyuruh lo buat mundur, gue harap lo tetep bersikap biasa aja. Jangan terlalu berlebihan. Gue tau ini kesempatan yang lo pingin kan? Kesempatan buat deket sama Alan. Tapi gue harap lo tetep ngerti sama posisi lo. Nggak gue bukan mau jatuhin lo atau patah in semangat lo, gue cuma nggak mau lo Sakit hati lagi buat kesekian kalinya. Karna yang tau perasaan Alan cuma Alan sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
"ALFCHAS" [Completed]
Teen Fiction[COMPLETED] "Gimana rasanya mencintai seseorang dalam diam? Bertahan untuk tidak mengungkapkan, dan bahkan tidak memiliki hak untuk cemburu." - Chasafa "Di saat aku baru menyadari semua, aku berharap semesta memberikanku kesempatan kedua." - Alfian ...