Vania yang ditelfon dengan suara isakan, tiba di rumah sahabatnya dengan cepat. Gadis itu langsung memasuki kamar Safa dan menemukan Safa sedang duduk di dekat ranjang sambil memeluk lututnya.
Dengan wajah yang menunduk, Vania tau. Sahabatnya itu sedang tidak baik-baik saja. Vania langsung menarik Safa ke dalam pelukannya, dan langsung di balas dengan pelukan erat.
"Van...."
"Stttttt. Lo tenangin diri lo dulu baru lo bisa cerita." Vania mengusap lembut bahu sahabatnya.
Setelah tenang, dan diberi minum, Safa mulai bercerita. Semuanya. Vania terkejut mendengarnya. Ia tahu kejadian ini pasti akan terjadi juga.
"Ini salah gue, Van."
"Fa, ini bukan salah lo. Semuanya udah takdir."
"Van, baru aja gue ngerasa bahagia karena Alan, tapi kenapa sekarang semuanya jadi kaya gini? Apa gue nggak pantes buat bahagia yaa?"
"Ssssttt. Lo nggak boleh ngomong kaya gitu. Percaya sama gue, Tuhan sayang sama lo. Tuhan tau lo orang yang kuat. Lo orang yang sabar. Gue juga tahu itu." Vania tersenyum lembut, mencoba membuat sahabatnya ikut tersenyum.
Safa tersenyum, "Makasih karena lo selalu ada buat gue, Van."
"Kapan pun lo butuh."
"Bisa sweet juga ya lo ternyata."
"Fa, kok lo ngancurin momen sweet kita sih."
Safa mengernyit jijik, lalu tertawa.
Gue bersyukur, gue punya Lo, Van.❄️❄️❄️
Gea sepertinya benar-benar marah kepada Safa. Saat di kelas, Safa mencoba mengajak berbicara Gea, namun tak pernah tanggapan baik dari Gea. Baru kali ini Gea marah selama ini dengan Safa. Biasanya jika berantem pun, tidak sampai 1 hari sudah baikan lagi.
"Al, gue mau ngomong, dengerin gue dulu dong."
"Gue mau ke kantin."
"Bentar aja gue mohon."
"Gue kasih waktu lima menit dari sekarang."
Safa senang mendengarnya, tapi ia tidak tau harus mulai berbicara dari mana.
"Al, gue minta maaf."
"Buat apa? Emang lo salah apa?" ketus Gea.
"Al, plis jangan kaya gini sama gue."
"Lo yang udah bikin gue bersikap kaya gini!"
"Al-----"
"Lima menit lo abis!" Gea beranjak dari kursinya dan langsung keluar kelas, tidak menghiraukan Safa yang masih memohon untuk di dengarkan.
Hati Safa benar-benar teriris, tanpa sadar air matanya mulai berjatuhan. Beruntung semua murid di kelas sedang pergi ke kantin.
"Fa...."
"Igo?" Safa menghapus kasar air matanya, "Kok lo ada di sini?"
"Lo ga perlu malu buat nangis di depan gue. Vania udah cerita semuanya. "
"Gue salah go. Gue ga seharusnya----"
KAMU SEDANG MEMBACA
"ALFCHAS" [Completed]
Teen Fiction[COMPLETED] "Gimana rasanya mencintai seseorang dalam diam? Bertahan untuk tidak mengungkapkan, dan bahkan tidak memiliki hak untuk cemburu." - Chasafa "Di saat aku baru menyadari semua, aku berharap semesta memberikanku kesempatan kedua." - Alfian ...