enam

2.1K 134 4
                                    

Aisyah keluar dari kamarnya, untuk mencari suaminya. Aisyah merasa Ilham tak bahagia dengan pernikahan ini. Melihat sikap Ilham yang kadang baik dan kadang cuek membuat Aisyah berpikir dua Kali untuk hanya sekedar memanggilnya. Aisyah menghempaskan dirinya di sofa keluarga, mengambil ponsel dan melihat siapa yang mengiriminya pesan.

Cinta : lo pindah ga bilang-bilang gue?!

Aisyah menggaruk kepalanya yang tak gatal. Pasalnya ia lupa memberi kabar ke pada cinta.

Aisyah : aduh, maaf Cinta.

Cinta : maaf-maaf mulu lo.

Ketika hendak membalas pesan Cinta, tiba-tiba Ada yang menarik ponsel Aisyah.

"Apa ini yang dinamakan wanita idaman? Bagus banget. Baru bangun bukannya nyediain makanan buat suami. Eh, malah santai-santai main HP." Ilham berkata santai tapi sedikit menyakitkan bagi Aisyah.

"Maaf mas. Tadi Aisyah nyari mas ke liling rumah, tapi gak Ada." Aisyah menunduk, tak berani menatap Ilham.

"Gak usah terlalu Baku kalau ngomong sama gue."

"I-iya."

"Gue pergi dulu," Ilham cabut tanpa memberi kesan baik ke pada Aisyah.

***

Semenjak insiden kemarin sore, Aisyah tak melihat batang hidung suaminya. Pernikahan mereka telah berlangsung selama 3 hari. Selama 3 hari itupun Ilham tak pernah bersikap baik ke pada Aisyah. Kini, hari dimana Aisyah mulai kembali beraktifitas sebagai mahasiswa bahasa.

Aisyah berjalan di koridor seorang diri. Pagi ini, Aisyah mengenakan baju berwarna biru muda yang menutupi seluruh auratnya, tak lupa ia menggunakan jilbab di tambah cadar yang menutupi bawah matanya. Aisyah masuk ke dalam kelasnya, ternyata dosen belum hadir. Aisyah mendesah. Baginya lebih nyaman waktu ia berkuliah di Khairo dari pada di Indonesia.

Aisyah di kagetkan dengan ke datangan Cinta yang menggunakan khimar untuk menutupi rambutnya.

"Aisyah!" Panggilnya dengan senyuman yang lebar.

"Cinta? Masya Allah. Kamu cantik banget." Aisyah takjub melihat perubahan drastis sahabatnya.

"Gimana penampilan gue?" Katanya sambil berputar-putar di hadapan Aisyah.

"Perfect."

"Ajari aku untuk berhijrah Aisyah."

"Insyaallah Cinta."

***

Jam Mata kuliah Aisyah telah selesai. Mereka-Aisyah dan juga Cinta berjalan beriringan menuju kantin.

"Gimana hubungan lo sama Ilham?" Tanya Cinta setelah memesan dua minuman untuk dirinya dan juga Aisyah.

"Gitu-gitu aja. Gak Ada kemajuan."

"Maksutnya?"

"Maaf Cinta. Ini kehidupan keluargaku, aku tak bisa memberitahukannya ke padamu."

Cinta tersenyum. "Gak masalah. Kalau lo mau cerita. Gue siap 24 jam." Gurau Cinta.

Kehadiran seorang mahasiswa yang datang secara tiba-tiba membuat mereka bertanya-tanya.

"Lo bukannya Fajar? Anak Fakultas kedokteran kan?" Selidik Cinta ketika mahasiswa tersebut berdiri di samping mejanya.

"Yup. Betul banget. Gue Ada perlu sama maba baru pindahan dari khairo," katanya.

Aisyah mengangkat tangannya. "Saya."

Dalam beberapa menit pandangan mereka bertemu sebelum akhirnya Aisyah memutuskannya.

Masyaallah. Di jaman sekarang masih Ada juga ternyata wanita yang menjaga auratnya dengan baik, batin Fajar.

"Eh. Gini, gue cuma ingin nawari lo jadi pemimpin pengajian di sini. Gue dapet amanah buat nyampein ke elo sih. Gimana?"

Aisyah berpikir sejenak, kemudian mengiyakan. "Acaranya kapan kak?"

Fajar tertawa sambil duduk di kursi yang telah ia berijarak. "Kayaknya sih tiap jum'at. Bisa? Gini aja deh. Gue minta kontak lo nanti gue kabarin jadwal lebih pastinya."

Setelah bertukar id Line. Cinta mengeser kursinya mendekat ke arah Aisyah. "Syah! Lo tau gak kalau yang tadi itu namanya Fajar. Dia satu fakultas sama suami lo, satu kelas juga."

"Terus? Hubungannya?"

"Lo masa gak tau. Fajar itu tertarik sama lo."

"Tertarik? Dia aja baru kenal sama aku barusan Cinta. Ayolah, jangan bergurau seperti itu."

"Lo mah ngeyel. Dari tadi gue nih merhatiin Dion bicara sama lo. Beda banget," kata Cinta. "Tapi kalau lo juga tertarik. Gue setuju kok. Fajar laki-laki yang gak neko-neko. Sholatnya? Beh jangan di ragukan lagi. Dia jadi imam tiap sholat jum'at Syah!"

"Astaghfirulloh Cinta. Aku sudah bersuami. Mau dikemanakan mas Ilham?"

"Becanda Syah, yaelah."

***

Ilham bermalam di rumah kos milik Yudis. Diantara ke tiga teman-temannya, hanya Yudis lah yang paling dekat degannya. Yudis tau segala dari hidupnya. Untung saja Yudis anak perantauan, jadi Ilham bisa dengan mudah untuk sekedar bermalam.

Yudis menyediakan kopi pagi untuk Ilham, ditemani sepiring pisang goreng. "Kurang baik apa coba gue jadi temen?"

Ilham tertawa. "Kurang nih. Seharusnya lo nyediain wine atau gak bir." Canda Ilham sambil mencomot satu pisang goreng buatan Yudis.

"Yakin lo mau minuman kayak gitu? Gak takut di pecat jadi anak lo?"

Ilham melempar guling ke arah Yudis. "Sialan lo."

"Eh, kabar bini lo gimana?"

"Au ah. Gue udah mutusin bakal bersikap layaknya bukan suami."

"Gimana sih wajah bini lo Ham. Gue kepo pake banget, banget."

"Aisyah cantik. Gak kalah cantik dari Kiara. Sayangnya hati gue bukan buat dia." Ilham menyesap kopinya.

"Mending lo putusin Kiara Ham. Mulailah membangun rumah tangga dengan Aisyah. Menurut kesimpulan gue dari cerita yang gue dengar. Aisyah adalah wanita terhormat dari Arab bukan?"

"Iya. Lalu?"

"Gue pastiin, ilmu agamanya top markotop."

"Hubungannya apa sama gue Dis!"

"Lo gak takut kalau Aisyah murka terus dia ngedo'a in lo yang aneh-aneh?"

Raut wajah Ilham berbah menjadi masam, berbeda dengan Yudis yang kini tertawa terbahak-bahak sambil memegang perutnya.

***

Semua Karena AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang