sembilan

2.7K 162 13
                                    

Ilham memegangi kepalanya yang amat terasa berat. Matanya bergerak ke sana kemari. Ilham terbelalak kaget melihat adanya noda darah di sprei dan dirinya yang tak memakai sehelai kain. Apa yang terjadi?

Ilham memutar ingatannya kemarin. Dimana selepas dari mall, Kiara berhasil mengajaknya masuk ke dalam pub. Lalu menyuruhnya meminum banyak vodka.

"Apa mungkin gue tidur sama Kiara? Tapi, gak mungkin. Jelas-jelas kemarin gue nganterin dia. Apa jangan-jangan ini darah Aisyah?" gumam Ilham.

Semakin Ilham mengingat semakin juga sakit kepala itu menyerang, mungkin karena Ilham yang tidak biasa meminum-menuman seperti itu. Dering ponsel membuat Ilham berdecak, dengan memegang kepalanya Ilham mengambil ponselnya yang entah kenapa berada di lantai.

Oh, Bunda. Batinnya.

"Assalamualaikum. Ilham?" sapa bundanya.

"Hm."

"Kalau ada orang salam di jawab, bukan hm hm!"

"Waalaikumsalam bundaku yang cantik. Udah?"

"Jawab salam kok kepaksa."

"Bunda ngapain sih telfon-telfon?"

"Anak durhaka. Ibunya telfon responnya gitu. Bunda cuma mau nyampein, Aisyah lagi ke bandara nganter Umi sama Abinya. Dan rencana katanya dia mau tidur di rumah Uminya dulu."

"Oh. Yaudah."

"Kalian Ada masalah? Kok sampe Aisyah menginap di rumah Uminya?"

"Gak Ada."

Setelah mengucapkan, Ilham mematikan telfon secara sepihak karena tiba-tiba saja dirinya memuntahkan sesuatu di karpet berbulu yang Ada di kamar Aisyah.

Di sebrang Sana. Terlihat Dila yang ingin sekali memukul kepala anaknya yang bersikap seenaknya. Dila mengambil kunci Mobil dan langsung menuju di rumah dimana putra nakalnya itu tinggal. Sesampainya di Sana, Dila langsung masuk tanpa mengucapkan apa-apa.

"ILHAM! KAMU MABUK!"

Ilham kaget ketika melihat bundanya berada di depan pintu kamar. "E-ngg-ak Bun. Suer."

"APA KAMU MASIH MAU MENGELAK! JELAS-JELAS BUNDA LIHAT SENDIRI KAMU MUNTAH SEPERTI ITU. JUJUR ILHAM!"

Ilham mengelus dadanya dan juga menutup telinganya. "Iya Ilham ngaku."

Dila terduduk lesu. "Bunda jodohin kamu sama Aisyah buat ngerubah sikap kamu yang urakan. Tapi? Apa yang justru terjadi? Kamu makin diluar kendali Ilham. Berani-beraninya kamu minum-minuman yang kamu tau sendiri itu haram dan tidak baik juga bagi kesehatan." Dila berhenti sejenak memandang wajah sang putra yang tertunduk.

"Maaf Bunda."

Dila menghiraukan. Dila memilih untuk pergi dari hadapan sang putra karena merasa kecewa atas tindakan putranya Kali ini.

***

2 Bulan berlalu.

Aisyah masih beraktifitas seperti biasa, mulai dari kuliah, mengisi ceramah, bercanda dengan Cinta. Tetapi, selama 2 Bulan semenjak insiden dimana Ilham telah meminta haknya sebagai suami, Aisyah masih belum pulang di rumah mereka. Ia masih saja tinggal di rumah milik Uminya.

Bell berbunyi nyaring, ketika Aisyah hendak berjalan membuka pintu tiba-tiba saja perutnya bergejolak. Langsung saja Aisyah berlari menuju kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya. Aisyah mendadak lemas, dan pingsan.

Cinta yang sedari tadi menekan tombol bel merasa jengah. Tanpa permisi, Cinta langsung masuk ke dalam rumah Aisyah. Mencari-cari Aisyah, dan kagetnya lagi. Cinta menemukan Aisyah pingsan di depan pintu kamar mandi.

"Syah, Aisyah. Bangun," kata Cinta sambil menepuk pipi Aisyah pelan.

Cinta mengambil ponsel Aisyah dan menelfon seseorang.

"Hallo tante, ini Cinta. Aisyah pingsan."

***

Cinta yang khawatir dengan ke adaan Aisyah langsung berteriak memanggil dokter ketika Aisyah sadar.

"Lo berhasil bikin gue panik!" serunya ketika dokter pergi meninggalkankan ruang rawat Aisyah.

"Aku kenapa?" tanyanya dengan lemah.

Wajah Cinta berubah menjadi berseri-seri. Cinta mengusap-usap perut rata Aisyah. "Di sini, ada kehidupan baru Aisyah."

"Ma-aksutnya?"

"Kamu hamil."

"Ha-mil?"

"Iya, 1 minggu."

Tanpa di aba-aba, air mata Aisyah jatuh.

Cinta tersenyum lebar meski sempat juga menitikan air mata. "Aisyah. Lo gak boleh banyak pikiran. Kada dokter, kandungan lo lemah. Apa gak sebaiknya lo balik ke rumah lo sama Ilham? Apa ke rumah gue aja? Gue tuh gak tega ninggalin lo di rumah sebesar itu sendiri Syah. Apalagi sekarang lo lagi Hamil."

"Insyaallah Cinta. Ngomong-ngomong, siapa yang bawa aku ke sini?"

"Gue telfon Tante Dila. Abisnya bingung."

"Berarti, Bunda tau aku hamil?"

"Yaiyalah. Secara sekarang tante Dila lagi nebus vitamin buat lo."

Pintu rawat Aisyah terbuka, menampilkan sosok wanita paruh baya yang taklain Bunda.

"Aisyah. Syukurlah, bunda khawatir." Dila menaruh vitamin yang di pegangnya di meja khusus obat. "Kamu pulang ke rumah ya, bukan ke rumah Umi tapi rumah kamu sama Ilham. Atau mau di rumah Bunda? Bunda gak akan ijinin kamu nginep di rumah Umi lagi, bunda khawatir."

"Tapi Bun-"

"Gak Ada tapi-tapian Aisyah!" Hardik Cinta.

"Iya," jawab Aisyah pasrah. Seketika itu juga Cinta dan Bunda bertos ria.

***

Maaf, aku bukan penulis yang handal. Aku hanya memanfaatkan waktu luangku untuk menulis. Jadi, maaf jika Ada kesalahan/typo^_^

Vote+coment yaa!! Makasih;)

Semua Karena AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang