Ten sedang duduk di ruang keluarga. Tangannya asyik memencet remote TV. Ia bosan, dan tidak ada channel TV yang mampu memikatnya, mengusir kebosanannya.
Sekarang sudah pukul 11 malam. Berarti sudah 5 jam semenjak kepergian Taeyong menyusul Jennie di Bandara. Sudah hampir tengah malam, dan suaminya belum pulang. Haruskah Ten khawatir? Jauh dari lubuk hatinya berinisiatif untuk menghubungi suaminya. Namun ia takut akan mengganggu aktivitas suaminya di luar sana.
Ten sudah mengantuk saat ini. Tapi ia harus menunggu suaminya. Bola matanya bergerak naik turun dan terkadang kelopaknya menutup. Namun ia terjaga begitu saja ketika iklan-iklan di TV menyuguhkan suara nyaring yang tak biasa.
'Sialan' pikir TenTak lama pintu depan rumah terbuka. Taeyong sudah pulang. Tapi ia tidak sendiri. Ada Jennie yang mengikutinya dari belakang sambil menyeret sebuah koper kecil. Yang mana koper besar miliknya telah beralih di tangan Taeyong.
Ten berdiri, menghampiri suaminya. Tatapan matanya seakan mengatakan 'mengapa dia disini hyung?'
"Dia akan tinggal disini untuk sementara waktu. Besok akan kucarikan apartemen di dekat sini. Masuklah dulu ke kamarmu. Aku akan mengantarnya ke kamar tamu"ujar dan titah Taeyong. Seakan akan ia bisa membaca pikiran Ten.
Segala hal berkecamuk di dalam pikiran Ten. Semuanya mengambang. Banyak hal yang ingin ia tanyakan kepada Taeyong. Mengingat bahwa ia melihat mata Jennie yang sembab, menandakan wanita itu baru saja menangis. Ia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ia butuh penjelasan Taeyong.
XXX
Ten sudah berada di kamarnya saat ini. Setelah mengambil segelas air minum di dapur untuk suaminya terlebih dahulu. Tak lupa juga mengambil obat pereda sakit kepala, mengingat sore tadi Taeyong mengeluhkan pening di sebagian kepalanya.
Pintu kamarnya terbuka. Menampakkan lelaki tampan dengan wajah pucat.
"Hyung, kau baik-baik saja?" yang ditanya hanya mengangguk pelan.
"Ini obatmu, minumlah" kedua tangan Ten menyerahkan segelas air dan sebutir obat sakit kepala kepada Taeyong. Yang disambut dengan uluran lemah sang suami.
"Kau bisa ceritakan sekarang kalau mau"ujar Ten. Ia tak ingin memaksa. Suaminya lelah, barangkali hanya akan menambah pening jika harus menceritakannya.
"Akan kuceritakan sekarang. Ini tidak bisa ditunda Ten" Taeyong mendudukan diri bersama dengan Ten di pinggiran ranjang.
"Aku tidak tahu harus menceritakan ini dari sebelah mana" tangan kiri Taeyong mengacak rambutnya sendiri asal.
"Hyung. Tenanglah" tangan kanan Ten mengelus punggung suaminya.
Mata cantiknya masih menatap wajah Taeyong. Raut muka suaminya tampak sangat frustasi. Ia sedikir khawatir bila sudah seperti ini. Tangannya menggenggam tangan kiri milik Taeyong.
Ya, lelaki tampan itu duduk disebelah kanannya. Tangan Ten sebelah kiri merapikan rambut Taeyong yang acak-acakan. Sedangkan yang diperlakukan seperti itu hanya menghela nafasnya berat. Kemudian dalam satu kali hitungan, lelaki manekin itu menarik nafas sebanyak-banyaknya."Jennie hamil" sejenak pandangan Ten mengabur. Jika Jennie hamil, lalu mengapa Taeyong harus frustasi. Apakah anak yang dikandung Jennie adalah... Ah tidak, ia tidak boleh berburuk sangka pada suaminya.
"Dia sudah menikah? Dengan siapa? Kenapa kita tidak tahu?" Ten menghentikan aktivitasnya pada rambut Taeyong. Matanya menatap netra milik Taeyong. Kedua pasang netra itu saling berkilauan. Terkena pantulan lampu temaram yang berada tepat di atas mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Alyssum [Taeyong x Ten | Taeten]
Romance18122017-now Tanpa Ten ketahui, bunga Alyssum di pekarangan rumah itu telah menceritakan segalanya. Bagaimana cabe Thailand ini bisa menaklukan kelakuan lelaki kardus dari Korea? Very short story Taeten Shipper