Luka Masa Lalu

1K 46 0
                                    

--- Aku melepaskanmu bukan berharap yang lebih baik akan datang, tapi aku melepaskanmu untuk melindungi perasaanku ----


"Dari mana kamu jam segini baru pulang ?!" tanya sang Ibu yang sedang duduk di ruang makan. Yang ditanya hanya lewat seperti angin tanpa menanggapi Ibunya itu.

"Renal Mama lagi bicara sama kamu!!" bentak sang Ibu. Dia mengikuti anaknya yang menuju kamar. "Renal buka pintunya!! Dari mana kamu beberapa hari ini selalu pulang telat?!" tanya wanita yang sekarang berdiri di depan pintu kamar anaknya. Dia mengetuk-ngetuk pintu mencoba memanggil sang anak. Tapi, di kamar Renal mencoba untuk mengacuhkan Ibunya dengan mendengarkan musik dari earphone-nya.

"Renal buka pintunya! Renal!!" Ibunya terus berteriak meminta sang anak untuk keluar kamar. Tapi tak ada hasil, wanita itu pun menyerah dan pergi dari sana.

Renal memejamkan matanya untuk sekedar melupakan beban dipikirannya. "Andai Papa masih di sini pasti Renal bahagia." lirihnya sambil membayangkan sosok sang Ayah yang selalu menyayangi dan memperhatikannya. Air mata Renal mulai menetes saat pikirannya melayang pada detik terakhir sang Ayah.

==

"Mama mana Ren?" pertanyaan papa itu membuatku bingung. Aku harus bagaimana? Harus ku jawab apa? Papa di rawat di rumah sakit sudah seminggu dan Mama belum menjenguknya.

Mama memang sudah meninggalkan kami 3 tahun lalu, tapi setidaknya dia masih menjadi istri yang dicintai Papa. Walaupun aku sangat membenci Mama tapi demi Papa aku sudah menelponnya berpuluh-puluh kali dan tak pernah dijawab. Dia meninggalkan keluarga demi karirnya dan bahkan sekarang saat Papa sakit dia lebih mementingkan pekerjaannya itu!

"Mama akan datang ko, Papa tenang aja." aku terpaksa berbohong pada Papa agar pikirannya tenang.

"Jaga Mama baik-baik ya, kamu harus akur sama Mama. Papa sayang Renal dan .." Tubuhnya langsung melayuh sebelum ia menyelesaikan ucapannya. Matanya mulai terpejam. Aku panik dan langsung menekan tombol pemanggil otomatis untuk memanggi dokter.

Tubuhku gemetar, aku takut menerima kenyataan ini. "Dokter!! Suster!!" teriakku dalam kamar sambil terus memegangi tangan Papa.

"Papa bangun! Pa!" Jantungku memompa lebih cepat, aku takut bukan main. Mataku mulai perih. Air dari ujung kelopak mataku mulai membasahi pipiku.

"Ada Apa?!" tanya Dokter yang sudah ada di dalam kamar dengan beberapa suster.

"Tolongin Papa saya, Dok! Tiba-tiba dia nggak sadarkan diri, saya mohon selamatkan Papa." Jawabku gelagapan. Ku mohon Tuhan jangan ambil Papa, dia satu-satunya orang yang menyayangiku. Air mata ini terus mengalir ke luar.

"Dokter akan memeriksa pasien jadi tolong anda keluar." perintah suster padaku. Dengan berat hati aku meninggalkan ruangan itu dan menunggu di luar. Dengan perasaan takut dan panik ku telpon Mama berkali-kali. Hanya terdengar suara operator, " Maaf nomor yang anda hubungi sedang tidak aktif, bla.. bla.." ku lemparkan handphone yang sedang ku pegang itu.

"Gimana keadaan Papa saya, Dok?!" tanyaku saat melihat Dokter keluar dari ruangan. Dadaku terasa sesak, keringatku mulai mengucur deras.

"Ma-maaf. Beliau mengalami serangan jantung mendadak dan tak tertolong."

Bagai ada panah yang kini menembus jantungku, membuatnya terasa amat sakit. Ku lihat lelaki yang sangat aku sayangi memejamkan matanya dan tak akan membukanya lagi. Hatiku terasa tersayat-sayat melihat keadaannya sekarang. Rasa bersalahku kian menyiksaku.

Fate Of Love ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang