1. MONSTER

60.7K 2.4K 15
                                    

Detik jam dinding itu bergerak terasa begitu lambat bagi seorang perempuan berkuncir rambut tinggi yang menantinya. Di sana, di atas meja bar panjang di depan bartender, perempuan itu menumpukan lengan serta kepalanya seraya menghitung di dalam hati berapa menit lagi tempat ini akan penuh dan ramai seperti dulu.

Ya... seperti dulu. Seperti saat di mana semua orang menatapnya dengan tatapan memuja dan sendu.

Atau... seperti tatapan sopan seorang pria yang pernah menjadi satu-satunya impian dan tujuan hidupnya di masa lalu. Bertahun-tahun yang lalu.

"Ra? Aira?"

Aira mengangkat kepalanya, menoleh seorang pria berkacamata yang berjalan mendekatinya dengan tergesa. "Ya, Om Eko?"

Eko berhenti di samping Aira dan menarik tangan perempuan itu untuk berjalan ke dalam dapur. "Nanti lo kasih minuman ini untuk orang yang gue tunjuk ya? Sementara lo di sini dulu sampai gue kasih perintah." Eko mengangsurkan sebuah nampan berisi minuman berwarna merah. "Ajak dia bicara juga seperti biasanya. Kalau sampai lo berhasil menggoda dia itu malah lebih baik."

"Siapa sih, Om?"

"Ntar aja. Gue kasih kode kalau dia udah datang."

Tak ada sahutan lagi dari Aira. Sejujurnya ia sedikit tak nyaman dengan situasi yang langka seperti ini. Ia memang bekerja untuk memuaskan pria, tapi mengantarkan minuman merupakan hal yang baru baginya. Aira ragu, namun Aira tahu bahwa pantang baginya untuk membantah semua permintaan orang yang menolong hidupnya sejak remaja.

Langkah Eko berhenti di depan pintu. Pria itu membalikkan tubuh dan menatap Aira dengan sorot sedih yang tak pernah Aira lihat seumur hidupnya.

"Maaf ya, Aira."

"Untuk apa, Om?"

"Untuk masa-masa sulit yang kita hadapi sekarang." Eko menarik nafas dalam-dalam. "Terimakasih sudah setia berada di samping gue selama ini."

Aira terdiam. Hatinya selalu ngilu tiap kali Eko membahas hal ini. Ingatannya membawa ke dalam kenangan masa-masa kejayaan tempatnya bekerja dulu. Saat dimana tempat ini begitu ramai dengan teman-teman seperjuangannya yang bertahan hidup dengan cara yang sama dengannya, serta beberapa pegawai bar yang menambah suasana kekeluargaan menjadi begitu kental.

Namun sayang... kejatuhan Eko dalam mengelola bar ini menjadi alasan utama mengapa ikatan keluarga itu harus terpakasa dibubarkan seperti saat ini.

"Semua tergantung lo mulai dari sekarang. Gue nggak ada kuasa lagi untuk sekedar ngatur."

Kening Aira mengerut. "Maksudnya, Om?"

Eko tak menjawab, dan kembali berbalik ke arah pintu. Tangannya bersiap membuka pintu ketika mulut pria itu kembali berucap. "Jalankan tugas ini dengan baik kalau kita ingin keluar dari kesulitan ini. Turuti perkataan gue."

.

.

Eko menunggu seseorang yang menghantui hidupnya setahun terakhir ini dengan was-was di belakang meja bar. Sedari tadi kedua matanya tak lepas dari pintu bar untuk mengawasi kapan tibanya sosok itu. Sosok manusia paling tak berperasaan yang ia kenal.

Kepala Eko menoleh ke seluruh sudut bar ini. Mencari sisa-sisa kenangan yang entah terasa begitu sulit untuk ia ingat saat ini.

Bar ini... bar besar ini... adalah kerajaan bisnis yang ia bangun dengan pelan dan terlatih. Semua berawal dari nol, benar-benar dari nol hingga bar ini berada lama dalam angka sempurna. Semua berjalan baik-baik saja dan membahagiakan baginya, namun Eko tak pernah menyangka bahwa semua yang ia kumpulkan juga akan kembali ke angka awal.

Bersauh (TAMAT & DIBUKUKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang