DENTING PIANO MENGGERUS HATI

1.2K 114 25
                                    

SETELAH kemarin seharian Kiya melaksanakan aktivitas yang melelahkan namun sangat membuatnya bahagia, hari ini ia juga akan menjalankan aktivitas yang tak kalah menyenangkan. Hari ini, tepat pukul sepuluh pagi ia akan menghadiri acara pembukaan cabang baru Keukenhof Hotel milik keluarga Al-Mustafeed di kawasan yang tak jauh dari Candi Prambanan, sekitar satu kilo meter dari Candi Prambanan tepatnya di Jalan Manisrenggo.

Kali ini Kiya yang diminta Dul untuk menyetir, Dul masih lelah akibat seharian menyetir mobil keliling Gunungkidul dan Yogyakarta demi membahagiakan Kiya dan Alea. Kiya menyetir dengan santai, kota Yogyakarta memang cukup padat, apalagi menjelang akhir tahun seperti ini. Namun di Indonesia ini tetap tak ada yang bisa mengalahkan kepadatan Ibu Kota, yaitu Jakarta. Menurut data Inrix Global Scorecard 2016, Jakarta berada pada peringkat ke sembilan belas. Warga Jakarta menghabiskan waktu di jalan selama lima puluh lima jam per tahun. [SUMBER: Liputan6.com]

Di dalam mobil itu hanya ada Kiya, Dul yang duduk di samping Kiya dan di jok belakang ada Alea dan Aira yang sedang menonton video di youtube. Kedua anak gadis berbeda usia itu sedang menonton film kartun yang mengsahkan tentang kelahiran Rasulullah SAW. Sementara yang lain menaiki mobil milik Hensen termasuk kedua orangtua Medina. Mobil milik Hensen memang berukuran agak besar, jadi bisa menampung banyak orang.

Dul memberi aba-aba bahwa Kiya harus belok kanan dan kira-kira seratus meter lagi mereka sampai di tempat acara. Dan benar, terlihat sederet huruf berukuran sangat besar dengan warna keemasan yang terpasang di atas gedung yang cukup tinggi, gedung itu mirip bangunan kuno khas Belanda. Bisa diperkirakan gedung itu memiliki lima lantai. Deretan huruf itu bertuliskan KEUKENHOF HOTEL. Kiya berdecak kagum, bahwasannya calon hotel itu dibentuk sedemikian rupa agar mirip suasananya agar seperti di Belanda. Ada jalan setapak yang menghubungkan area parkir dengan gedung utama. Di samping sepanjang jalan setapak itu ditumbuhi pepohonan yang sangat rindang. Terdapat pula tanah lapang yang cukup luas dan ditumbuhi rumput manilai yang tumbuh subur. Mirip seperti permadani besar yang dihamparkan begitu saja. Lalu dari jalan setapak menuju lobi dibangun sebuah jembatan melengkung yang dibawahnya terdapat sebuah sungai kecil, mirip kanal-kanal di Belanda. Di bantaran sepanjang sungai kecil itu ditumbuhi berbagai macam bunga yang cantik dan di sisi kanan depan gedung itu terdapat sebuah kincir angin yang dicat berwarna cokelat tua. Kiya merasa seperti sedang di Belanda. Kenangannya dua setengah tahun silam kembali berputar di kepalanya.

Dul menggandeng tangan Kiya berjalan menyusuri jalan setapak itu, Alea dan Aira dibiarkan berlari lebih dulu menuju gedung itu. sementara rombongan yang menaiki mobil Hensen sudah sampai lebih dulu, mereka sudah berada di depan gedung. Para tamu undangan pun sudah memenuhi sebuah hall yang rencananya akan digunakan sepagai acara peresmian hotel itu.

“Bang Dul, Hensen dan keluarganya hebat ya. Bisa punya hotel sekeren ini.”

“Hensen dan Medina itu pebisnis yang hebat. Selain berbisnis dengan manusia mereka berbisnis dengan Allah. Makanya usaha mereka sukses.”

Berbisnis dengan Allah. Mendengar kalimat itu Kiya jadi ingat firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 245, “barang siapa yang meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan”, memang benar firman itu adanya. Harta adalah titipan Allah, jika dibelanjakan kepada Allah maka itu adalah sebaik-baiknya memperlakukan harta. Bahkan dulu, saat masih sekolah menengah atas Kiya sempat menangis tersedu-sedu saat dibacakan ayat itu oleh Ustadz Yusuf Mansur saat ia menghadiri kajian bulanan di Masjid Istiqlal, Jakarta. Kiya menangis karena selama itu ia masih kurang tepat membelanjakan hartanya, ia masih menggunkan uang jajan dari abinya untuk bersenang-senang. Dan kali ini air mata Kiya meleleh lagi, membasahi cadarnya saat mengingat ayat itu.

Kiya mulai menghapus sisa air mata yang masih menggenang di kelopak matanya saat ia dan Dul sudah memasuki hall tempat diadakannya acara. Bebarapa orang tampak menyapa Dul, memang yang hadir dalam acara itu adalah rekan-rekan Hensen yang juga mengenal Dul. Beberapa diantaranya adalah rekan bisnis Dul.

Tiba-tiba seorang pembawa acara mulai membuka acara. Kiya melirik jam tangannya, ternyata sudah pukul sepulih lebih tiga menit. Tak lama kemudian terdengar dentingan tuts-tuts piano ditekan oleh sang pianis. Konon kabarnya pianis itu adalah sahabat dari Hensen dan Medina. Kiya tak dapat melihat wajah sang pianis dengan jelas. Posisinya membelakangi tempat Kiya berdiri. Yang dapat Kiya lihat pria itu memakai setelan jas dan celana berwarna hitam.

Lagu yang dimainkan oleh pianis itu terdengar sangat indah. Air mata Kiya meleleh mendengarnya. Lagu itu adalah lagu yang dimainkan oleh almarhum Boim untuknya saat resepsei pernikahan mereka. Lagu Beutiful In White yang pernah dipopulerkan oleh Westlife pada tahun 2012. Lagu yang mengisahkan tentang seorang pria yang mengungkapkan cinta kepada pasangannya, lagu ini sangat cocok untuk lagu pernikahan.

Entah mengapa lagu itu begitu indah namun saat itu juga hati Kiya terasa begitu tergerus oleh kenangannya bersama Boim yang hanya sekejap itu. Mengapa harus ada cinta jika akhirnya harus hancur berantakan. Pertanyaan itu yang acap kali terngiang di kepala Kiya. Saat dia merasa lupa bahwa Allah yang menggariskan hal itu terjadi.

Dentingan piano itu terus mengalun, semakin meremas-remas hati Kiya. Perempuan bercadar itu terus meneteskan air matanya. Tak ada yang menyadari hal itu, termasuk Dul yang saat itu berdiri di sampingnya. Semua orang tengah terhipnotis oleh permainan sang pianis. Tampaknya pianis itu adalah pianis hebat sekelas Jaya Suprana. Permainan pianonya begitu dinamis dan indah, ia mampu menguasai lagu yang ia mainkan dengan baik.

Air mata Kiya berhenti mengalir berbarengan dengan berhakhirnya lagu Beautiful In White yang dibawakan oleh sang pianis. Setelah mengakhiri permainannya, sang pianis berdiri dan membungkuk memberi penghormatan pada tamu undangan. Semua tamu memandang sang pianis dengan takzim dan memberi tepuk tangan yang keras, kecuali Kiya. Perempuan itu sibuk mengusap sisa-sisa air matanya.

Sementara Dul seperti tercengang setelah menyadari siapa pianis hebat itu, ia seperti mengenal pianis itu namun ia buru-buru menepisnya. Pasti ia salah lihat. Tapi Dul kembali mempertajam pengelihatannya. Dan sekarang pianis itu berjalan menghampiri Dul, wajah pianis itu semakin terlihat dengan jelas oleh Dul. Dul beristighfar dalam hatinya. Semakin lama pianis itu semakin dekat dengan Dul dan Kiya, namun Kiya masih tak menyadari hal itu. perempuan bercadar itu masih menunduk sembari mengusap-usap matanya.

“Hai, apa kabar?” ujar pianis itu sembari mengulurkan tangannya pada Dul saat ia sudah berjarak sekitar lima puluh senti meter dari tempat Dul berdiri.

Dul tergagap, ia jadi salah tingkah, tak sengaja ia menyenggol pundak Kiya cukup keras. Kiya menyadarinya, ia menatap Dul dengan tatapan kesal. Dul berbalik menatap Kiya, mereka berdua saling tatap tanpa arti. Sementara pianis itu masih menggantungkan tangannya di udara, menati respon dari Dul.

Dengan agak ragu Dul meraih tangan pianis itu, jantungnya berdentum-dentum. Dul menarik garis tipis di bibirnya lalu berkata, “Kabarku sangat baik.”

“Alhamdulillah, senang bertemu denganmu lagi Dul,” ujar pianis itu pelan.

Kiya mulai menyadari ada orang lain di sekitar tempatnya berdiri selain ia dan Dul. Kiya menoleh ke kanan, Kiya mendapati sosok sang pianis yang tadi permainan pianonya telah menggerus hati Kiya. Kiya berusaha mengusai pikirannya, apakah mungkin ia sedang berada dalam alam mimpi. Pianis itu? batin Kiya.

Tiba-tiba seorang perempuan berjilbab hitam menghampiri mereka, perempuan itu membawa satu botol air mineral.

“Ah ternyata kau di sini, ini untukmu. Pasti kau haus setelah memainkan piano itu dengan sangat hebat,” perempuan itu menyodorkan botol air mineral itu pada sang pianis. Pianis itu pun menerimanya lalu tersenyum.
Setelah itu sang pianis pun undur diri bersama dengan perempuan bejilbab hitam itu. Dul dan Kiya memandangi keduanya dengan rasa tidak percaya. Semuanya terasa begitu seperi berada di alam mimpi.

“Dek, pianis itu? jadi pianis itu adalah...”

“Drick,” sahut Kiya dengan nada suara serak.

“Dan perempuan yang sama Drick itu.....”

“Istrinya Drick...” sahut Kiya masih dengan suara serak. Kali ini, saat ia mengucapkan kalimat itu, entah mengapa tiba-tiba rasa aneh menelusup dalam hatinya.

Rabu, 27 Desember 2017

Assalamualaikum. Hallo teman-teman, ada yang nyangka nggak Drick akan kembali hadir dalam kehidupan Kiya? Berikan pendapat kalian tentang part ini. Sekaligus kritik dan saran juga ya!

Goresan Tinta Lauhul Mahfudz [Complete]Where stories live. Discover now