MIMPI YANG MENGUSIK HATI

1.2K 106 5
                                    

Siang yang begitu cerah. Matahari begitu bersemangat menyinari jagat raya. Gumapalan awan-awan putih berarakan di atas langit sana. Angin bertiup cukup sejuk. Puluhan kupu-kupu bersayap cantik terbang mengitari bunga-bunga tulip yang sangat cantik. Warnanya begitu indah, aromanya begitu khas. Pemandangan itu dapat membuat semua orang yang memandangnya menjadi kecanduan. Bukan hanya tumbuhan ganja yang dapat membuat orang kencanduan, tulip pun juga.

Kiya berlari kesana-kemari sembari menari-nari kecil mengitari taman tulip yang cantik itu. bibirnya terus melantunkan lagu Asmaul Husna, sebagai bentuk rasa syukurnya kepada Allah SWT. Dzat yang telah melukis pemandangan itu dengan sangat indahnya.

Kiya memetik satu tangkai bunga tulip berwarna peach lalu menciumnya, senyumnya mengembang dari balik cadar yang ia kenakan. Sungguh indah ciptaan Allah. Ia merentangkan kedua tangannya lalu memutar tubuhnya, membuat jilbab dan gamis panjangnya berkibar tertiup angin. Ia tampak begitu bahagia.

Tak ada siapapun di taman itu, Kiya hanya ditemani puluhan kupu-kupu cantik yang selalu mengikuti kemanapun Kiya pergi, terbang mengelilingi Kiya. Siang itu Kiya bagaikan putri cantik dalam dongeng-dongeng. Kiya terus berputar, menari-nari sambil terus bersenandung Asmaul Husna. Mengagungkan nama Allah.

Saat sedang menari, tiba-tiba Kiya melihat sebuah danau kecil yang sekelilingnya juga ditumbungi bunga tulip berarna merah muda dan kuning. Kiya berlari menuju danau itu. Ia duduk bersimpuh di tepi danau. Airnya begitu jernih, sehingga Kiya dapat dengan jelas melihat bayangannya sendiri. Samar-samar ia dapat melihat ikan-ikan kecil berenang di dalam danau itu. Kiya tersenyum. Allah benar-benar Maha Pencipta yang sangat luar biasa, tak ada yang dapat menandingi-Nya.

"Kau senang melihatnya?"

Tiba-tiba suara seseorang mengagetkan Kiya. Kiya tak segera menoleh, ia dapat melihat bayangan orang itu di dalam air, namun wajahnya tak jelas karena saat itu permuakaan air sedang bergelombang karena beberapa ikan meloncat ke permukaan air.

"Kalau aku, mmmmmm.... kalau aku sangat senang bertemu denganmu lagi. Di tempat ini. Tempat di mana kita beremu untuk yang pertama kalinya saat itu."

Kiya tetap diam. Ia masih asyik menyaksikan ikan-ikan kecil itu berenang ke sana ke mari, sesekali menampakkan tubuhnya ke permukaan air.

"Allah begitu baik. Allah bersedia memepertemukan kita kembali."

Kiya berdiri lalu membalikkan tubuhnya. Betapa terkejutnya ia saat menatap seseorang yang kini ada di hadapannya. Tubuhnya seolah terpaku, tak bisa bergerak, seperti sedang diikat dengan kayu rotan yang kuat. Wajah yang tadinya dihiasi senyum, kini berubah menjadi wajah yang begitu tegang, bagai melihat setan. Tubunnya bergetar, sekujur tubuhnya sedingin es namun pangkal leher hingga ujung kepalanya menghangat.

Orang itu tersenyum manis pada Kiya, ia mulai berjalan ke depan seolah ia ingin menghapus jaraknya dengan Kiya. Namun dengan langkah berat Kiya menghindari orang itu, perlahan Kiya berjalan mundur. Kiya tak menyadari jika dibelakangnya ada danau. Kiya terpeleset lalu ia terjebur kedalam danau.
"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA" Kiya berteriak sekencang-kencangnya.

Kiya terjaga dari tidurnya, keringat dingin membanjiri sekujur tubuhnya. Dengan nafas tersengal-sengal Kiya mencoba menyeimbangkan akalnya. Rupanya ia sedang bermimpi. Kiya mengelus dadanya.

"Drick," gumam Kiya lirih.

Bagaimana mungkin Drick hadir dalam mimpinya malam ini. Sementara laki-laki itu sama sekali tak lagi ada dalam benak Kiya. Bahkan Kiya sudah mulai melupakan laki-laki itu.

Tiba-tiba Kiya teringat dulu saat pertama kali berjumpa dengan Drick di sebuah taman bunga terbesar di Belanda, Keukenhof Garden. Saat itu Kiya sedang melihat bayangan wajahnya di sebuah kanal kecil di taman itu, Kiya sedang membenarkan jilbabnya saat itu. Namun tiba-tiba dengan tidak sengaja seorang yang tak lain adalah Drick menubruknya dari belakang dan peniti kecil Kiya jatuh ke kanal. Drick meminta maaf pada Kiya atas kesalahannya. Lalu sebagai gantinya Drick memberi Kiya pin kecil berwarna kuning dengan tulisan 'Keukenhof Garden' berwarna merah.

Kiya segera berlari kecil menuju meja riasnya, ia membuka laci. Ia melihat pin kecil pemberian Drick masih tersimpan di dalam laci itu. Kiya tak menyangkan pin itu masih ia simpan. Entah mengapa tiba-tiba jantungnya berdesir.

Terlalu banyak kenangan yang pernah ia lalui bersama di Drick saat di Leiden dulu. Kiya tahu bagaimana terjalnya kehidupan laki-laki yang pernah mengisi hatinya itu. Kiya tahu betul bagaiman perjalan spiritual Drick untuk kembali meraih kasih sayang Allah, setelah selama belasan tahun laki-laki itu meninggalkan jalan Allah. Hal itu pula yang telah membuat Kiya menaruh hatinya pada Drick. Awalnya mereka hanya berteman, hanya saling membantu dan mengingatkan tentang keimanan dan ibadah, namun lambat laun perasaan itu hadir tanpa bisa ia cegah. Memang benar, dua orang yang bukan mukhrim tak boleh terlalu dekat. Karena setan bisa saja campur tangan atas mereka.

"Drick. Hoe gaat het?" ("Drick, bagaimana kabarmu?": Bahasa Belanda), gumam Kiya lirih sembari mengusap pin kecil itu dengan telunjuk kanannya.

Entah mengapa mimpinya itu seketika mengusik hatinya. Mengapa kini Drick memenuhi kepalanya? Ini tak boleh terjadi. Jangankan untuk memikirkannya, menyebut namanya pun ia sudah tak diijinkan. Jangankan untuk merindukan, bertanya kabar pun sudah tak boleh. Drick tak boleh kembali hadir dalam hidupnya.

Kiya menepis segala pikiran tentang Drick yang kini memenuhi kepalanya. Ia melihat jam dinding yang menempel di dinding atas tempat tidurnya. Waktu menunjukkan pukul tiga lewat lima belas menit. Kiya bergegas menuju kamar mandi yang ada di kamarnya untuk berwudhu. Ia memang harus menenangkan dirinya dengan sholat tahajud.

-o0o-

Pukul sembilan malam waktu Amsterdam, udara di luar sangat dingin. Salju kembali turun dengan intensitas rendah. Drick sedang menggendong Aisyah sambil melantunkan sholawat. Sejak tadi Aisyah rewel, namun saat mendengar lantunan sholawat yang indah dari ayahnya yang memang mantan vocalist grup musik terkenal, seketika Aisyah tenang. Bayi kecil itu mulai tidur dalam gendongan ayahnya.

"Maafkan papa, nak. Papa janji akan menjadi sosok ayah sekaligus ibu yang baik untukmu. Sedetikpun papa nggak akan pernah membiarkanmu menangis. Papa mencintaimu, nak," gumam Drick setelah meletakkan Aisyah di keranjang bayinya. Drick sengaja memindahkan keranjang bayi Aisyah di kamarnya. Agar memudahkan ia mengawasi Aisyah.

Air mata Drick meleleh saat menatap foto Almarhumah Hafsah yang terpasang di nakas samping tempat tidurnya, hatinya terasa sangat perih. Rasa bersalahnya begitu besar. Selama Hafsah hidup bersamanya menjadi istrinya, ia selalu menorehkan luka pada hati Hafsah. Betapa bodohnya ia menyia-nyiakan cinta tulus dari seorang istri saliha seperti Hafsah. Sudah barang tentu, penyesalan akan selalu datang di akhir.

"Maafkan aku istriku," gumam Drick.

Drick menyandarkan tubuhnya di sandaran tempat tidur. Ia memejamkan matanya, air mata masih meleleh di pipinya. Drick pun melantunkan Surah Al-Mulk, surah kesukaan Hafsah.

Jum'at, 26 Januari 2018

Assalamu'alaikum man-teman. Apa kabar hari ini? Semoga selalu dalam lindungan Allah. Oya, mulai sekarang Insyaa Allah saya akan usahakan update setiap hari work ini. Mumpung ide sedang mengalir dan agar cepat selesai. Yang penasaran dengan endingnya, yuk ikuti terus work ini. Daaan jangan lupa vote and comment

Dank je!

Ilustrasi suasana mimpi Kiya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ilustrasi suasana mimpi Kiya

Goresan Tinta Lauhul Mahfudz [Complete]Where stories live. Discover now