Persimpangan tiga : Bima yang Gila

525 101 28
                                    

"Iyaa..., Bima mau melamar jadi pacar Acha Tan. Pacaran dulu aja, nikahnya nanti kalau udah lulus sekolah. Gimana Tan, boleh ya?"

Hampir saja Acha terjungkal mendengar pernyataan paling gila dari Bima. Tanpa pikir panjang, dengan mantap Acha membuka pintu didepannya.

Bima, laki-laki itu sedang duduk di sofa ruang tamu. Berhadapan dengan Wulan, dan Karin yang ada di sisi kirinya. Melihat kehadiran Acha yang terlihat marah, Bima tersenyum lebar.

"Apa liat-liat?!" kata Acha sambil berkacak pinggang menatap Bima. Sekilas, ia melirik ke arah Wulan dan Karin yang terkekeh melihat kedua remaja itu.

"Hmm.., Nak Bima, Acha, Tante ke dapur dulu ya? Ayo Karin.." Wulan angkat suara, dan langsung bergegas menuju dapur. Meninggalkan Acha dan Bima, berdua disana. Mungkin itu adalah kesengajaan untuk membuat dua remaja itu lebih dekat.

"Apa?!" bentak Acha lagi. Gadis bermata hitam kelam itu menarik lengan Bima untuk bangkit dari duduknya. "Sekarang, kamu pulang." perintahnya menunjuk pintu.

Tapi Bima tak peduli. Ia malah kembali menjatuhkan tubuhnya ke sofa dan bersiul sambil menatap langit-langit ruangan. Seolah Acha, tidak mengucapkan apapun barusan.
"Jadi kesimpulannya?" Acha mengernyit bingung ketika Bima mengatakan hal itu. Ia melipat tangannya didepan dada dan menendang kaki meja pelan, supaya Bima mau melihatnya.

"Kesimpulan apa?"

Laki-laki yang masih memakai seragam SMA bertuliskan Merah Putih itu merapikan rambut gondrongnya dengan jemari kanannya. Ia juga sedikit merapikan kerahnya yang agak tak beraturan, dengan gaya sok keren andalannya. Hingga akhirnya, ia menatap dalam gadis yang sekarang ada dihadapannya. Acha.

"Lo mau jadi pacar gue?" tanya Bima dengan sedikit menyipitkan mata serta bibir yang sedikit dimanyunkan.

Satu. Dua. Tiga.
Tak ada jawaban dari bibir mungil Acha. Gadis itu cuma bisa melongo dengan mulut yang sedikit terbuka.

Ngomong apa dia?! Ingin rasanya Acha mencabik-cabik wajah Bima. Cowok paling aneh seantro jagat raya. Bisa-bisanya dia 'menembak' Acha dengan wajah seperti itu? Tidak ada romantis-romantisnya sama sekali! Dan lagipula, mereka baru saja mengenal satu sama lain. Tidak mungkin 'kan berpacaran secepat itu?

"Sekarang kamu pulang. Ayo pulang!" bentak Acha, membuat Bima mengusap wajahnya pelan.

"Iya-iya gue pulang. Tapi nggak usah sampai hujan jugaaa. Muka gue banjir nih.."

Spontan Acha ikut mengusap bibirnya yang sudah mengeluarkan banyak air. Membuat Bima yang kala itu masih menatapnya tertawa terbahak-bahak.

"Kenapa ketawa? Emangnya sampai?" tanya Acha sedikit berbisik.

"Sampai apanya? Airnya? Kalau airnya sih sampai..., tinggal cinta lo aja yang belum sampai ke gue..."

Wajah Acha mendadak panas. Entah suhu udara yang meningkat atau apa, tapi wajah Acha benar-benar merah, seperti kepiting rebus!

"Jangan malu gitu ah, ntar gue makin suka, baru tau rasa lo!" Bima bangkit dari duduknya. Ia menepuk-nepuk puncak kepala Acha, yang masih diam tanpa suara merasakan panas di pipi.

"Yaudah deh, gue pulang dulu. Salam buat tante sama Karin ya? Jangan galak-galak jadi cewek. Kata orang, cewek jutek bakal dicium sama pangeran kodok, dan ikut jadi kodok. Gue pamit. Assalamualaikum. "

Dan suara vespa Bima pada akhirnya mulai terdengar menjauh. Meskipun masih meninggalkan jejak ban di halaman rumah, juga jejak cinta dihati Acha.

"Wa- waalaikumsalam.." balas Acha pelan tanpa sadar, senyum tipis terukir diwajahnya.

Aku harus gimana?



Ps. Hoho! Part tiga akhirnya selesai! Semoga tidak mengecewakan kalian ya! Tetap stay disini dan tinggalkan jejak berupa vote dan komentar!
Matur suwun :))

Crossroads #TrueShortStoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang