Acha berdiri di balkon kamarnya, sambil menengadah ke langit. Senja. Entah mengapa dari dulu ia begitu mencintainya. Ia mendesah pelan seraya memejamkan matanya sebentar. Kini, semburat jingga itu kian menggelap. Dan itu tandanya, senja akan segera pulang."Mikirin Bima lagi?" Wulan muncul dan tahu-tahu saja sudah berdiri di samping Acha.
Acha sedikit tersentak, "Haha bisa aja, Mama. Enggak, kok," elaknya. Padahal semesta saja bisa mengerti bahwa itu adalah kebohongan terbesar yang Acha miliki.
"Sudah sepuluh tahun, Cha. Sampai kapan kamu mau nunggu cowok itu?"
Acha terdiam. Ia hanya tersenyum menanggapi ucapan Wulan. Ya, memang benar. Sudah sepuluh tahun sejak kejadian itu dan Acha masih saja mau menunggu. Persetan dengan segala kata bodoh yang menghardiknya karena telah jatuh pada cowok seperti Bima. Acha memang bodoh, bodoh sekali. Tapi apakah bisa, dengan mudahnya ia melupakan seseorang yang telah merubahnya menjadi seperti ini?
Wulan menyentuh tangan Acha dan mengusapnya lembut. "Kalau kamu benar masih mencintai Bima, kenapa kamu hanya diam saja? Temui dia, dan jujur sama perasaan kamu."
"Meskipun Bima nggak mencintai aku?"
Hati Wulan berdesir. Ia tertegun sejenak.
"Ya. Meski Bima nggak mencintai kamu."
Malam itu, Acha benar-benar kacau. Pikirannya terus berkecamuk membayangkan sepuluh tahun lalu. Saat Bima dengan seenaknya membuat Acha jatuh cinta, kemudian dengan mudahnya ia tinggalkan Acha begitu saja. Mungkin benar apa kata Dinda, cowok itu emang brengsek. Tapi lagi-lagi, kebodohan Acha yang melekat bilang:
"Nggak Din. Bima nggak brengsek. Justru karsna Bima, aku bisa melupakan rasa sakitku yang dulu. Aku bisa menerima kematian orang tuaku dan mulai hidup baru dengan Mama Wulan. Dia bukan cowok brengsek."
Ddrrtt ... Drrtt ....
Acha yang sedang duduk di bibir kasur meraih ponselnya yang bergetar di atas nakas.
Sebuah panggilan masuk:
LINGGA
"Halo?" Suara dari seberang sana mengawali. "Belum tidur?" tanyanya.
"Belum. Ada apa malam-malam begini nelepon?"
"Aku cuma mau bilang. Aku sayang kamu. Tolong, kamu jangan kayak gini terus. Oke. Bima cinta pertama kamu. Tapi, Cha ... kita udah mau menikah sebulan lagi. Apa kamu tetap belum bisa menerima aku?"
Acha tak menjawab ucapan Lingga. Ia hanya diam dan tanpa sadar ia menangis tanpa sedikit pun suara keluar dari bibirnya. Lalu sekarang, apa yang harus ia lakukan? Jujur dengan persaannya pada Bima yang jelas-jelas telah menyakitinya? Atau ... menikah dengan laki-laki pilihan Wulan?
"Maaf, Ngga. Beri aku waktu."
"Sampai kapan?"
"Besok."
Dan Acha pun menutup telepon itu sepihak. Sedang jauh di sudut kota lain, Lingga kembali meyakinkan hatinya. Bahwa ia akan selalu mencintai Acha meski gadis itu tidak membuka hati untuknya.
🍃
Hello readersku tercintah! Akhirnya apdet jugaaa huaa 😂😂 maaf ya blm bisa nepatin janji buat sering apdet sampai crossroads berdebu kayak gini :"
Oh ya, kesimpulan dari chapter kali ini adalah:
Biasanya, kita akan mencintai seseorang yang tidak mecintai kita. Dan kita, akan dicintai oleh orang yang tidak kita cintai.
Ribet ya?:"
Iya. Cinta emang ribet. Enakan juga jomblo( kayak aku 😋)
Udah segitu aja. Bye-bye ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Crossroads #TrueShortStory
Short Story[COMPLETED] "Setidaknya persimpangan jalan itu tau, kalau aku selalu liatin kamu dari jauh." 🎀🎀🎀 Aku akan bercerita sedikit tentangnya. Dia Bima dan dia bodoh. Meskipun setiap kami bertemu, ia akan bilang; "Acha! Gue Bima dan gue ganteng!" Seper...