bagian 8

13 8 3
                                    

"Lo kenapa takut banget sih sama nenek lo" ucap kak Fachri sambil mensejajarkan posisiku.

"Iya kak, gue gak mau nenek ngehancurin mood gue yang lagi bagus"

"O gitu ya.." dia mengangguk.

Aku memperhatikan wajahnya yang mulai basah karena keringat. Sangking fokusnya, sampai-sampai aku dikejutkan oleh sesuatu yang menghantam dari belakang...

"Bruk... aw..." tiba-tiba saja ada seorang lelaki yang menabrakku sehingga tubuhku tersungkur ke jalanan yang kasar.

"Eh... lo punya mata gak sih main tabrak aja..!" Protes ka Fachri kepada lelaki itu.

Bukan nya meminta maaf, lelaki itu malah berjalan tanpa menghiraukan ucapan kak Fachri.

"Budek lo ya...!!"

"Udah kak biarin aja, gue gak papa kok" ucapku sambil berdiri.

"Lo beneran gak papa? Gak ada yang luka?? Nah itu sikut lo berdarah.."

"Enggak kak.. gak papa cuman luka kecil"

"Lo gak denger dia bilang kalok dia gak papa...! ya udah buat apa gue minta maaf" lelaki itu tiba-tiba saja sudah berada dihapadanku dan kak Fachri.

"Lo gak liat sikutnya luka..!" Kak Fachri mengangkat kerah baju lelaki itu.

"Udah kak gak usah berantem.. malu diliatin orang" aku melirik kearah orang-orang berlalu lalang yang sedang menatap horor ke arah kita bertiga.

"Tapi dia salah..! Udah dorong kamu malah gak mau minta maaf"

"Dia gak papa kan...!! Lo nya aja yang lebay..!!" Lelaki itu juga mengangkat kerah baju kak Fachri.

"Udah kak.... kita pergi aja yuk, gak usah ladenin dia"

Aku menarik tangan kak Fachri dan mengajak untuk duduk ditaman yang dekat dengan blok tempat kejadian.

"Luka lo harus cepet-cepet diobatin" kak Fachri memperhatikan lenganku yang mengeluarkan cairan merah segar dan melukiskan goresan.

"Luka kecil ini kak.. paling besok juga udah sembuh"

"Enggak, luka lo harus segera diobatin. Kita balik aja yuk"

"Gak..! Gue gak mau ketemu nenek"

"Ya udah lo kerumah gue aja, nanti gue obatin disana"

"Iya deh kak"

Aku dan kak Fachri berjalan menuju ke rumahnya.
Sesampainya dirumah kak Fachri, dia mengeluarkan kotak P3K yang di simpan di dalam lemari.

'Perhatian banget sih lo kak' batinku sambil melihat wajah kak Fachri yang serius mengobati luka ku.

"Sakit gak?" Tanyanya membuyarkan lamunanku.

"Udah lumayan kak"

'Jelas gak sakit lah, kan yang ngobatin lo kak :")'

"Sudah... luka lo udah gue obatin. Sekarang lo mau minum apa?"

"Apa aja deh kak, asal jangan lo kasih racun. Wkwkwkkw.."

"Ya pasti gue bakal kasih racun lah biar lo suka sama gue..."

"Hah... maksud kakak??"

"Ah... lupain"

'gak usah diracun juga gue udah suka sama lo, cuman lo nya aja yang gak peka'

"Ya udah gue bikinin minum dulu ya"

"Okee"

Belum sampai 3 menit, kak Fachri kembali dengan membawa 2 gelas jus jeruk dan makanan ringan lainnya.

"Cepet banget buat minumnya?"

"Iyalah.. kan udah ada dikulkas, ngapain gue buat lagi"

"Gak ada racunnya kan?"

"Udah gue masukin sianida tuh 1 botol penuh"

"Serius..." ucapku dengan ekspresi yang kubuat se serius mungkin.

"Ya enggak lah bodoh... wkwkwk" dia tertawa sambil mengacak rambutku.

"Ya gue pikir lo beneran"

"Enggak lah.. mana berani gue ngeracunin orang, apalagi orangnya itu lo"

"Kenapa?" Tanyaku yang sepertinya membuat dia bungkam sejenak.

"Karena... lo udah gue anggep adek gue sendiri"

'Bukan itu yang gue mau 💔'

"Hmm.. kak rumah lo sepi amat" ucapku mengalihkan pembicaraan.

"Iya bokap lagi kerja, pulangnya sore"

"O, lo gak ada asisten rumah tangga?"

"Enggak, enak gini. Cuman ada gue sama bokap"

"Lo gak ngerasa kesepian?"

"Iya dulu gue emang ngerasa kesepian, tapi semenjak gue tinggal disini, dan gue kenal sama lo... gue sekarang gak ngerasa kesepian lagi" tatapannya begitu tajam ke arah ku, andai saja aku bisa baca ekspresi wajah, pasti sudah bisa kutebak arti tatapan itu.

'Deg... kenapa jantung gue jadi berdetak gak jelas gini sih, padahal kan dia anggap gue adeknya. Tapi kenapa gue bahagia denger ucapannya?'

"Gue juga ngerasa gitu, semenjak kenal lo gue ngerasa.. hidup gue lebih bahagia dari sebelumnya. Gue jadi punya temen buat diajakin curhat, gue bisa punya temen main. Haha.." aku memberikan senyum pahit di kalimat terakhir, karena pengakuannya yang menganggapku sebagai adik.

Sakit sih mendengar pengakuannya itu, tetapi dia bilang semenjak ada aku dia gak ngerasa kesepian.. itu membuat perasaan ini seimbang antara sedih dan bahagia.

true loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang