17 // K

3.8K 83 6
                                    

Kayanya udah pada lupa ceritanya ya, wkkwkwk. Maafkan aku 😭😭😭
Edisi kangen Nathan, HAHAHA *dipelototin Kezia* Okee selamat membaca~

Aku melirik ke pria di sebelahku yang sedang fokus menyetir dan memperhatikan jalanan. Pria bodoh, lebih tepatnya. Andre baru saja menceritakan bahwa ia sudah memutuskan Eliza dua hari yang lalu.
"Kenapa lirik-lirik? Mau marah sama aku?" tanya Andre tiba-tiba.

"Nggak. Itu kan, keputusan kamu. Aku nggak berhak ikut campur. Kalau menurut kamu itu yang terbaik, ya udah, aku cuma bisa dukung." jawabku sambil memainkan gawai di tanganku.

Andre tidak menjawab dan mengalihkan perhatiannya ke jalanan. Kami baru saja pulang dari acara reunian kami dan sedang dalam perjalanan pulang. Nathan tak bisa mengantar dan menjemputku karena ada urusan penting tentang pekerjaan yang bahkan tak bisa ditinggal saat hari libur. Aku sih, tidak apa-apa. Aku sudah biasa naik angkutan umum. Mengendarai juga bisa, kalau tidak capai.

Setelah berangkat menggunakan taksi, aku berencana untuk pulang menggunakan taksi juga, tetapi Andre menawarkan untuk mengantarkanku pulang. Kutolak dengan halus, takut merepotkan Andre. Tapi memang dasar keras kepala, ia tetap memaksaku. Dan seperti inilah akhirnya.

"Apa kamu sudah mengantuk?" Andre bertanya sambil melirikku.

"Belum. Kenapa? Kamu mau tukeran nyetir? Aku belum ngantuk kok." kataku dengan nada khawatir. Bisa gawat kan, kalau menyetir saat ngantuk.

"Nggak, nggak usah. Tapi aku mau makan. Lapar. Makan dulu yuk."

"Hah? Bukannya tadi udah makan?" tanyaku bingung. Acara reuni tadi menyuguhkan banyak sekali hidangan yang menggiurkan. Andre tentu saja tidak ketinggalan mencicipi seluruh makanan. Setelah menyapa teman-teman dan ngobrol ngalor-ngidul, Andre dan aku 'menerkam' setiap jenis makanan yang disajikan. Tenang, kita tidak ambil banyak-banyak kok, tapi sedikit-sedikit dengan jenis yang banyak sehingga tidak mubazir. Sayang kan, masak makanan dibuang-buang.

Andre tanpa babibu berkata bahwa ia sudah lapar lagi lalu memarkirkan mobilnya. Aku hanya menggeleng-geleng kepala melihat kelakuannya. Kulirik jam tanganku, jam 10 malam. Menatap layar gawai, aku mengirim pesan kepada Nathan bahwa aku akan pulang telat dan tidak usah menungguku karena aku membawa kunci cadangan. Tapi aku sepertinya terlalu percaya diri ya, mungkin saja kan Nathan tidak menungguiku #kasiandehlokeziafromauthor.

Kios-kios makanan terlihat ramai dengan berbagai macam pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya mulai dari makanan ringan hingga mainan dan baju. Kawasan ini memang sangat ramai, apalagi saat weekend seperti ini. Harum makanan membuat air liurku kembali menetes. Biasa, lapar mata. Atau lapar hidung?

Segera saja aku bergegas menghampiri kios favoritku, kios gulali. Aroma manis gula membuai indra penciumanku. Kupegang gulali yang telah kubayar itu. Selalu ada tempat khusus untuk gulali di hatiku... dan juga perutku. Aku tersadar bahwa aku terpisah dari Andre saat hendak menawarkan gulaliku. Kutepuk dahiku yang tidak jenong. Bodohnya aku. Aku hendak menghubungi Andre ketika tangan seseorang yang sangat kukenal menarikku ke arahnya. 

"Maaf..." cicitku pelan. Aku merasa bersalah dan tak berani menatapnya.

"Kamu... Selalu membuatku khawatir. Berhentilah melakukan itu. Kau membuatku semakin susah merelakanmu." Didekapnya tubuhku dengan erat. Kalimat yang diucapkannya terakhir begitu pelan dan ada suara putus asa di sana. Hatiku terasa seperti diiris-iris. Seharusnya aku tidak menyetujui kemauan Andre untuk pergi ke sini. Seperti membuka luka lama.

Aku melepaskan pelukan Andre lalu berkata tanpa melihatnya.

"Ayo makan! Katanya lapar?"

"Iya. Ayo." Andre mengaitkan tangannya ke tanganku yang tidak memegang gulali dan berjalan ke arah lain.

Kukira Andre akan menuju restoran atau kios makanan, tapi ia malah menjauhi kerumunan orang dan membawaku ke jalan kecil yang tidak kukenal. 

"Kita mau ke mana?"

"Lihat saja nanti."

Aku mendengus. Kalau Andre sudah menjawab seperti itu, ia tak akan memberitahu lebih banyak lagi. Kuputuskan untuk diam saja dan melihat sekeliling. Lama-lama aku mulai familiar dengan lingkungan ini. Aku tahu sekarang tujuan kami.

"Untuk apa kita ke sini?"

Andre tidak menjawab. Ia hanya menatap lurus ke depan tetapi tetap menggenggam tanganku. Hamparan bunga menyambutku diterangi sinar bulan semakin banyak terlihat. Cantik. Tempat yang dulu sering aku datangi bersama Andre. Banyak orang yang tidak tahu tempat ini. Mengapa? Lain kali kuceritakan ya. 

Kami duduk menatap pemandangan indah di depan mata. Tak ada suara. Hanya angin semilir malam yang mengelus pipi kami dengan lembut. Sunyi dan tenang. Terlalu tenang. Perasaan tidak enak mulai muncul. 

"Kezia..." panggilnya lembut.

"Hm?"

Andre terdiam sejenak. Ia lalu berkata lagi.

"Sejak 'waktu itu' aku merasa kita ditakdirkan untuk bertemu. Semua terasa aneh dan baru. Setelah semua berakhir, diam-diam ia menemuiku.Ucapannya tidak bisa kulupakan. Ia tahu aku menyukaimu dan menurutnya kita tak akan bisa bersatu. Aku tak percaya, tapi ternyata takdir berkata lain. Dan bodohnya aku karena terlalu takut untuk berjuang."

"Andre..."

"Kukira sakitnya akan cepat berlalu. Tapi rupanya aku salah besar. Setiap hari aku ditampar oleh realita bahwa kamu sudah menjadi milik orang lain dan semakin lama semakin sakit," lanjutnya sambil tetap menatap nanar hamparan bunga," Jadi kuputuskan untuk menerima beasiswa S3 di-"

Belum selesai Andre menyelesaikan kalimatnya, aku sudah memeluknya. Aku tahu seberapa besar perjuangannya untuk mendapatkan beasiswa ini. 

"Selamat Andre! Aku bangga padamu!" seruku bahagia.

"-Amerika."

Aku melepaskan pelukanku. Menatapnya bingung.

"Amerika? Bukankah waktu itu kamu daftar untuk di Australia?"

"Ya. Tapi setelah kupikir-pikir akhirnya kuputuskan untuk mendaftar yang di Amerika."

"Dan kamu nggak kasih tahu aku? Aku senang banget Dre, tapi... Amerika itu jauh. Gimana sama papi mami?"

"Maaf. Sebenarnya aku ingin memberitahumu aku menggantinya, tapi ternyata berita tentangmu dijodohkan benar-benar membuatku lupa sejenak akan pilihan beasiswa itu. Orang tuaku juga baru saja tahu kemarin karena pengumumannya memang kemarin dan awalnya mereka menolak, tapi kemudian menyetujuinya."

Aku merasa senang untuk Andre, sekaligus sedih. Aku akan merindukan sosoknya. Ia yang selalu menghiburku di kala sedih dan merayakan kesenanganku bersama-sama. Ia yang membuatku kalang kabut karena kecerobohannya. Aku akan merindukan itu semua. 

Mataku menerawang jauh ke ujung horizon. Tak terasa mataku telah berkaca-kaca. Air mata yang membendung pun mulai menetes. Baru saja ingin kuhapus, Andre sudah menghapusnya untukku. Kutatap matanya yang juga sedang menatapku.

"Hei, kita masih bisa bertemu kok. Liburan aku bisa kembali ke Indonesia tahu." hiburnya sambil mengacak-acak rambutku.

Aku mengangguk. Entah kenapa malam ini bintang tidak seterang biasanya...




Aku kambek gais :" maaf chapter ini Nathannya belum muncul. Biarin kezia berdamai dulu dengan masa lalunya. Dan masa lalu Kezia Andre itu banyak lho. Mungkin bahan buat nanti?wkwkwk gaya banget dibilang masa lalu. Maaf ga update lama karena sibuk ditambah writer's block gitchu deh. Dah dijamin kalian dah pada lupa ceritanya. Maafkan akuuu. Seenggaknya ga lama kaya EXO sampe setahun lebih :') wkwkwk. See u next chapter!! 


XOXO



Melting My Husband's Cold Heart {ON HOLD}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang