"Udah balik sono, ngapain lama-lama di sini," kataku sambil mengelap tangan yang tadi sempet ga ketutup payung.
"Ye, kamu ini ya. Kebiasaan. Dianterin pulang ga bilang makasih."
"Yaudah, yaudah. Makasih."
"Kurang dong, harusnya 'makasih Jae sayaangg'."
"Ya kali sayang sayang, pacar aja bukan. Udah ah sana pulang keburu gelap. Makasih ya."
Aku mendorong Jae menjauh dari pintu rumahku. Ga terlalu susah buat dorong dia mengingat badannya yang kelewat kurus.
"Iya, iya aku pulang. Bye Na!"
Jae berjalan menjauh. Masih sempat-sempatnya dia melambaikan tangan sambil berjalan mundur di tengah hujan dengan senyum anehnya sebelum akhirnya dia membalikkan badannya. Aku menatap punggungnya yang semakin menjauh. Kontras dengan sikap jahilnya yang kebangetan, punggungnya mencerminkan hal yang berbeda.
Berat.
Rapuh.
Iya, buat aku dia adalah orang dengan punggung terberat sedunia. Begitu juga matanya. Matanya itu terlihat seperti memendam sesuatu dan bisa pecah kapan saja. Bahkan senyumnya saja kadang mencerminkan sesuatu yang justru bikin aku miris entah kenapa.
Segitu merhatiinnya ya?
Sebenarnya aku bukan seorang yang perhatian. Boro-boro perhatian sama orang lain, diri sendiri aja sering ga aku urusin. Tapi entah kenapa seorang Jae bisa bikin Hana, perempuan cuek ini, memperhatikan setiap detail yang ada dalam dirinya.
Dulu, aku sama kayak semua orang lain. Aku juga menganggap Jae orang yang selalu ketawa, ga pernah diam, dan rasanya dia itu bahagia terus.
Aku ingat pertemuan pertama aku sama Jae. Waktu itu kami satu kelompok pada masa orientasi. Dari pertama aku kenal dia anaknya memang kelihatan ceria banget. Di saat lagi tegang-tegangnya dia bisa banget bikin suasana santai lagi.
He's a moodmaker.
Hal yang paling bikin aku ingat sama dia dan dekat sama dia sampai sekarang adalah percakapan pertama kami, sesudah perkenalan.
"Eh, kancing atas kamu copot satu tuh."
"Hah? Serius?"
Sebagai cewek tentunya aku cepat-cepat ngecheck kancing baju aku yang memang ternyata kebuka satu.
Jae cuma ketawa-ketawa doang lihat aku panik.
"Sialan, kamu lihat ya?"
"Ya gimana ga lihat? Orang terpampang kayak gitu."
Dan kemudian Jae lanjut ketawa setelah lihat muka aku yang otomatis ketekuk. Sampai saat ini aku masih malu kalau ingat kejadian itu lagi. Tapi setelah itu kami berbicara soal banyak hal. Mulai dari hal-hal biasa kayak sekolah, makanan kesukaan, sampai ke film dan selera musik kami yang ternyata hampir sama.
Udah setahun aku kenal dengan seorang Jae dan aku baru bisa melihat Jae yang sesungguhnya 2 bulan terakhir. Sisi Jae yang ga banyak dia tunjukin ke orang lain, yang sebenarnya terpancar dari matanya.
Kenapa begitu?
Karena diam-diam, dan bahkan tanpa kusadari, aku mulai menaruh perhatian lebih sama Jae.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fragile [DAY6 - Jae]
Fiksi Penggemar"Kamu sadar ga sih, kalau kamu serapuh itu?" -Jae "Ngaca." -Hana -a jae fanfiction! au!