9. Catur & Andiana - 4

15 4 0
                                    

"terlalu berbahaya untukmu berada disini, Dimas. Segeralah pulang"

Serigala besar itu mengusirku.

"Mbak, aku gakmungkin pulang dengan tangan kosong. Ikutlah denganku, mbak. Anak dalam kandunganmu juga nanti butuh tau siapa bapaknya"

Sejenak sosok serigala dihadapanku terdiam. Ekornya mengibas ngibas.

"Maafkan aku, Dimas. Tapi sampaikan saja pada Rayen kalau kau tidak menemukanku. Penghinaan yang dilakukan keluarga Volturi sudah terlalu berat untuk kuterima. Ayah dan ibuku saja juga sudah cukup untuk saat ini"

Aku terdiam lesu.

"Bagaimana caraku berbohong pada mas Catur?"

Serigala besar itu lalu terduduk, sejurus kemudian berubah menjadi sesosok cantik kakak iparku.

"Tatap mataku, Dimas"

Aku terdiam. Masih tidak mengerti.

"Kamu tadi bertanya padaku, kan, gimana cara nya berbohong pada suamiku? Tatap mataku, kamu cukup mengatakan tidak menemukanku maka mereka akan percaya padamu begitu saja"

Mendengar jawaban nya seperti itu, perlahan aku mendekat padanya dan menatap mata sayu Mbak Andiana.

"Kamu siap?"

Aku menunduk pelan. Lalu kutatap matanya. Ada cahaya merah dari matanya yang seperti menusuk mataku.

Dan aku pun tak sadarkan diri.

--

"Lik, bangun toh lik."

Kurasakan usapan lembut tangan bapak dan mataku terbuka perlahan, terlihat wajah bapak sedang khawatir. Kupandangi sekelilingku, ada Dmitri, ada Bapak, ada Mas Catur, Budhe Raya, juga Josh--Joseph Valentino.

"Kok aku disini?"

Suaraku tercekat. Lemas sekali rasa nya.

Apa yang terjadi padaku?

"Kamu tak sadarkan diri, Amico. Siapa yang sebenar nya menyerangmu? Kami khawatir padamu, Dimas"

"Aku baik baik saja, Josh. Boleh tinggalkan aku berdua saja dengan bapak?"

Lalu semua nya memandang kami dan mengangguk.

Perbincangan malam itu cukup panjang dengan bapak. Sampai seekor serigala masuk perlahan ke kamarku. Dan tak lain, serigala itu adalah Mbak Andiana.

--

"Kau tidak berburu Dimas?"

Suara Mas Catur mengejutkanku. Rupa nya pintu kamarku memang tidak dalam keadaan tertutup rapat.

"Aku ndak nafsu mas"

Sebenar nya, aku sedikit gugup mengingat Mbak Andiana habis berkunjung ke kamarku. Ditambah, bau suku Matty amat menyengat dibanding bau serigala lain nya.

Mas Catur memandang tajam padaku.

"Dimas.."

Dia menghela nafas dalam tapi tidak melanjutkan kalimatnya.

"Ya mas?"

Dia masih diam dan memandangku. Kali ini tatapan nya sendu.

"Dimas, saya tidak bodoh. Bau suku Matty sangat kuat tercium di kamarmu. Apa yang Andiana katakan padamu?"

Ah, ketawan juga toh. Bodoh aku ini, bisa bisa nya berbohong pada kangmasku!

"Sebenar nya tidak banyak, mas. Mbak Andiana cuma bilang kalau hanya menunggu hitungan hari sampai jabang bayi kalian lahir"

Mas Catur lalu mendekat padaku. Tubuhnya sedikit gemetar.

"Sungguh? Anak kami?"

"Iya, mas. Anak kalian. Tapi mengingat apa yang sudah dilakukan Pakdhe Maven, Mbak Andiana tidak bisa membiarkan mas datang karena Ed Wariso tidak akan segan membunuh klan Volturi jika ada yang menampakkan batang hidungnya"

Mas Catur terduduk lemas.

"Apa Andiana hanya mengatakan itu? Ada yang lain?"

Suara nya terdengar tegar kali ini.

"Sehabis lahiran, Mbak Andiana dan seluruh suku Matty akan pergi bermigrasi, mas. Seperti kawanan serigala pada umum nya, setelah kelahiran pasti akan ada perpindahan. Tapi aku ndak dikasih tau kemana tujuan migrasi mereka kali ini"

"Baiklah Dimas, apakah kau akan datang saat kelahiran nya?"

Aku terdiam. Sejujurnya, aku bingung. Karena memang Mbak Andiana memintaku datang, tapj Mbak Andiana juga meminta aku untuk merahasiakan ini dari Mas Catur. Sedangkan disaat seperti ini tidak mungkin juga Mas Catur tidak tau kalau aku tidak diundang melihat kelahiran anak mereka--ponakanku.

Tapi, toh.. Bohong pun tidak ada guna nya lagi saat ini.

"Nggih, mas. Aku akan datang. Ada pesan yang harus kusampaikan pada Mbak Andiana?"

"Jadilah mataku disana, Dimas. Laporkan padaku jenis kelamin anakku. Dan mengingat ini kelahiran pertama campuran ras serigala dan vampir, beritahu saya bagaimana keadaan Andiana setelah melahirkan. Dan...."

Lagi. Kalimat Mas Catur menggantung.

"Dan apa, mas?"

"Dan.. Jika anak nya laki-laki, tolong beri nama Henry. Jika anak nya perempuan, tolong beri nama Vallery. Hanya itu permintaan terakhirku pada Andiana seandai nya memang dia tak lagi mau bertemu denganku"

"Baik mas"

Lalu Mas Catur berlalu dari hadapanku dan menutup pintu, meninggalakan kamarku.

Semoga apa yang kulakukan ini tidaklah salah.

Contre Le DestinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang