School

97 10 5
                                    

* JAZZY *

Aku terus memandangi ponselku sedari pagi tanpa berniat memainkannya. Berharap ada telepon atau paling tidak sebuah pesan dari seseorang yang sangat kurindukan. Diam-diam aku menyesali kelakuanku pada malam itu. Harusnya aku nggak perlu kabur, harusnya aku langsung meminta maaf. Ternyata aku tak lebih dari seorang gadis kecil labil yang hanya bisa menuntut ini dan itu. Aku sadar aku sudah keterlaluan. Oh Tuhan... ampuni aku, aku tak mau jadi anak durhaka. Aku bahkan juga membawa-bawa Mommy yang sudah meninggal.

"Jazz... makan dulu yuk! kamu dari pagi belum makan, nanti kamu sakit lho..." Tante Mira menghampiriku.

"Udah ada kabar Tante?" tanyaku dengan suara serak.

Tante Mira menggeleng. Kemudian Om Jonny ikut menghampiriku juga dengan raut wajah yang prihatin.

"Gimana yah? udah telepon yang lain?" tanya Tante Mira pada suaminya.

Dan Om Jonny menjawab dengan setengah berbisik membuat air mataku jatuh tak tertahan lagi.

"Bener kan, mungkin Daddy udah lupa sama Jazzy... hiks... hiks... Daddy udah nggak mau punya anak Jazzy..."

"Sshh... jangan mikir kayak gitu Jazz..." hibur Tante Mira sambil mengusap pundakku.

Nomor Daddy tak bisa dihubungi sama sekali. Om Sat, boss Daddy mengatakan, terakhir Daddy sempat bilang mau menginap di bengkelnya. Bahkan Pamela juga terparkir disana. Kemana sebenarnya Daddy? Bagaimana jika terjadi sesuatu?

"Gimana kalau Daddy kenapa-napa? hiks... hiks
.."

"... lebih baik doa yah... mudah-mudahan nggak ada apa-apa..." hibur Tante Mira lagi lalu memelukku.

"Awas aja Juli kalo udah pulang bakal aku smack down, nggak mikirin anaknya apa...!" kata Om Jonny geram.

Aku bahkan hampir lupa dan tak peduli aku sedang di skors satu minggu gara-gara insiden itu. Sumpahh... aku juga nggak tahu kenapa benda-benda itu bisa ada di tas ku. Aku nggakkk ngerti barang begituan. Saat penggeledahan terjadi aku cuma masang muka cengo. Seumur hidup hari itu aku baru tahu yang namanya kondom. Aku... pacaran aja belum pernah... 😑

"Kak Jezzii jangan nangis ndong..." kata Vino sepupuku, anak kedua Om Jonny yang masih PAUD.

Vino mengambil selembar tisu lalu mengusapnya ke air mataku. Oh... so sweet nya nih anak, jadi gemess.

"Sini, Kak Jazzy mau peluk Pino..."

Kupeluk bocah laki-laki gembul yang selalu berhasil menjadi mood booster ku dikala aku sedih. Kuciumi pipi gembulnya membuat dia terkikik kegelian.

🌻 🌻 🌻

>>JULIAN ( di sekolah Jazzy)

"Eh, ssstt... siapa tuh? anak baru ya?"

"Kayaknya dia masuk kelas kita deh,"

"Cakep lho..!"

Aku berjalan menuju kelas 11-IPA 2 dengan dibimbing oleh Doni, karena ini jam pertama mata pelajarannya. Anak-anak perempuan terus memperhatikan dan berbisik-bisik. Sedangkan anak laki-laki tidak terlalu peduli.

Dari luar aku terlihat cool mungkin bagi mereka, padahal aku gugup setengah mampus. Susah payah kutahan lututku yang seakan-akan bergoyang seperti ikan teri lagi Dangdutan. Doni sengaja memasukkan aku ke kelasnya Jazzy setelah berdebat panjang. Alasannya supaya aku tidak begitu merasa asing karena sudah mengenal beberapa dari mereka. Entah ini ide yang brilliant atau malah stupid.

Lagipula aku dulu juga anak IPA nggak mungkin kan aku nyeleweng masuk ke IPS? Jazzy mewarisi otakku yang lemah di pelajaran menghafal. Namun bukan berarti kami pintar dalam ilmu eksak. Mungkin kami masuk IPA karena para guru tahu kami akan sering tertidur di kelas kalau masuk jurusan yang lain.

Doni juga menyuruhku membaca beberapa buku pelajaran. Katanya kurikulum sekarang nggak jauh beda dengan dulu. Yang banyak berubah itu di bidang IPS. Karena presiden Republik Indonesia terus berganti tentunya.

"Ingat apa yang gue bilang, santai aja nggak usah grogi," bisik Doni.

"Iye Don..."

"Panggil gue 'pak'...'PAK', inget!"

Huft...

Tiba waktuku berkenalan di depan kelas.

"Ehemm... perkenalkan, nama saya Genta Ibanez, saya pindahan dari Bekasi..."

Hening sejenak.

Sebelum mereka bereaksi.

"Kenapa pindah sekolah?"

"Duduk di sebelah gue aja ya? Mau ya?"

"Genta udah punya pacar belum?" celetuk seorang cewek yang kukenal dia adalah Netta. Aku langsung mengernyit.

Doni segera menenangkan mereka.

"Kalian bisa berkenalan nanti waktu istirahat, Genta bisa duduk di sebelah Fikri, sekarang kita lanjut pelajaran kemarin... Oh ya, ada tugas? Kumpulkan ke depan sekarang!"

"Huuuuuuu.......!!" seru mereka.

Hmmm... typical. Aku jadi rindu teman-temanku dulu.

Tiba-tiba pintu di ketuk dari luar.

"Maaf Pak Don, saya terlambat... Tadi mesti nolongin orang kecelakaan nabrak tiang listrik..."

Gelak tawa langsung memenuhi ruang kelas.

"Kamu Rikas, adaa aja..! Kemarin nolongin nenek-nenek nyebrang, besok apa lagi? Nolongin Naruto menjadi Hokage?" kata Doni agak emosi.

"Bapak suka Naruto juga?" tanya anak itu dengan polosnya.

"Udah sana duduk, sini kumpulkan PR kamu! Besok terlambat lagi kamu ke BK, minta tugas bersihin WC!" kata Doni galak.

Rikas melenggang menuju ke bangkunya yang hanya satu bangku dari tempat dudukku. Sebelum matanya terkejut melihatku.

"Lho..?! Genta?? Kok lo ada disini??"

😏 😏 😏

~Flashback pada suatu masa~

"Dasar kamu lagi, kamu lagi..! Sudah berapa kali kamu terlambat di pelajaran saya?" Pak Darmaji, guru Fisika bertanya dengan galak sambil memilin kumisnya yang seperti kumis Pak Raden.

"Aduh maaf pak, tadi depan Bundaran H I ada demo besar-besaran, macet parah pak..." kata Julian si biang telat berasalan.

"Jakarta dimana-mana juga macet! Lha kamu ngapain lewat Bundaran H I? nggak kurang jauh ha?!" Pak Raden alias Pak Darmaji terheran-heran.

"Saya mesti nganter kakak saya tadi, kerjanya di deket Bundaran H I..." Julian memang pandai merangkai kata walaupun dia bukan seorang pujangga.

"Huuuuuuu......!!! Ha ha haa...!!" seruan anak-anak sekelas tidak membuat Julian malu. Justru dia merasa bangga bisa memberi semacam hiburan bagi teman-temannya.

"Kemarin kamu alasan telat karena nolongin kakek-kakek yang kesasar, kemarin nya lagi alasan naik metromini kebablasan sampe Tangerang, besok alasan apalagi yang lebih nggak masuk akal?" tanya Pak Darmaji sudah di ujung kesabaran.

"Yah... bapak nggak percayaan gitu sih..."

"Jelas lah nggak percaya..! Ayo alasan apa lagi?"

Julian berpikir sejenak. Lama-lama kesel sama ni guru.

"... menolong Son goku mengumpulkan ke tujuh Dragon ball..!"

#####

Nah, ternyata Si Rikas gesrek nya mirip siapa hayo..?
😄😄
Mungkin sudah dari generasi ke generasi, walaupun berbeda zaman akan selalu ada 'Sang penghibur kelas'. Dan mereka akan selalu dikenang. Bayangkan betapa sepinya masa sekolah tanpa mereka.
Jadi lebih suka mana? Naruto apa Dragon Ball? (Ha ha... nggak nyambung)

Vote comment nya dong... 🙏
😄😄😄

** yamahoshi **

Sweet 17 againTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang