"Woy, lemparin botol minuman gue dong !" sahutan keras anak laki-laki jakung yang duduk selonjoran di pinggir lapangan basket terdengar. Anak lainnya yang bertipikal 'disuruh malah nyuruh' malah ikut-ikutan berseru. "Woy lemparin botol jus Gasta, woy !"
"Diem deh, Cup ! Lu aja yang ambilin gausah nyuruh orang !"
"Yah, sob. Kok gue sih. Kan gue..." sambil tetap men-drible dan tetap siaga menjaga bola dari raihan tangan lawan, Ucup berkata, "... masih on pitch"
"Lu kan yang paling deket ! Pass dulu ke anak lain kek"
Konsentrasi Ucup terpecar dan bola ditangannya berhasil dicuri. "Telat, udah kerebut duluan." ucap Ucup ketus.
Setelah melawati beberapa dumelan yang terlontar, botol berisi jus jeruk itu meluncur terbang dari sudut jauh menuju arah Gasta. Dengan reflek di atas rata-rata, Gasta menangkapnya dengan satu tangan tanpa banyak gerakan. "Gotcha, Baby" Lekas dibukanya penutup botol itu dan diminumnya teguk demi teguk.
Dua jam berturut-turut bermain basket ternyata cukup untuk membuatnya kelelahan dan memilih untuk beristirahat lebih awal. Sambil mengatur irama nafasnya kembali, Gasta tercenung, tatap matanya beredar ke arah depan. Memandangi siluet teman-temannya yang bergerak berlarian merebut dan melempar bola dibawah langit jingga.
Waktu kecil, sebelum ultraman diputar di minggu pagi, ia tak sengaja menyaksikan pertandingan basket luar negeri di saluran olahraga. Badan pemain basket yang tinggi menjulang seperti raksasa itu persis seperti tokoh fiksi yang tak pernah luput ia tonton dengan rasa kagum. Jadi alasannya untuk mulai bermain basket sangatlah sederhana. Jika ingin memiliki badan yang tinggi seperti ultraman, bermainlah basket. Sebuah penarikan kesimpulan yang brilian sekali. Mulai saat itu ia mencintai semua hal yang berkaitan dengan basket. Semuanya, mulai dari video game, rekaman pertandingan, stiker muka Michael Jordan, baju basket, bola basket, atau sepatu basket yang selalu kedodoran karena jarang ada ukuran sepatu basket yang pas untuk kaki anak lima tahun.
Sore itu adalah Sabtu sore. Sore yang dikhususkan sekolah sebagai waktu untuk melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler. Semua ekskul akan berjalan bersamaan di waktu itu tak terkecuali ekskul Basket. Tahun ini adalah tahun kedua Gasta mengikuti ekskul Basket, tahun kedua pula ia jadi murid SMA Bhakti. Tahun yang cukup manis untuknya karena mulai tahun ini ia resmi menjadi salah satu cowok most-wanted seantero sekolah setelah tahun lalu ia berhasil membawa tim basket SMA Bhakti mejuarai kompetisi Basket Nasional dengan game winning dunk-nya di pertandingan final.
Gasta hanya bisa tersenyum saat kenangan tahun lalu itu muncul kembali dalam pikirannya. Setelah jadi pahlawan tim, tau-tau kolong mejanya hampir tiap minggu terisi oleh benda-benda ajaib. Mulai dari surat cinta adik kelas, parfum yang wanginya lebih mirip dupa, sampai alat pencukur jambang. Tapi ada yang mengusik pikirannya saat ia tak sengaja memerhatikan botol yang masih ia genggam. Saat semua benda-benda aneh itu muncul baru-baru ini, sebotol jus jeruk itu tak pernah sekalipun absen diletakan di pinggir tasnya saat Gasta asyik bermain basket. Dan semua telah dimulai sedari awal Gasta mengikuti ekskul basket ini.
Ia ingin tahu siapa pelakunya. Beberapa kali ketika bermain basket Gasta berusaha tidak lengah dan terus mengawasi tasnya, tapi tetap saja ia kecolongan. Cring, sedetik kemudian sudah ada botol jus jeruk di posisi yang sama. Dan itu terulang tiap minggunya. Gasta masih diam dalam rasa penasarannya sampai tiba-tiba suara langkah kaki berlari di balik punggung Gasta terdengar mendekat. "Gas, anak futsal di lapangan belakang ada yang sok jagoan tuh."
Gasta memutar badannya ke sumber suara, "Ada apa lagi, Rob ?" sahutnya dengan nada tenang.
"Murid kelas sepuluh. Mata empat. Mau join futsal...." Saat mendengarkan penjelasan itu, pandangan Gasta tak sengaja mendapati sosok yang berjalan tenang di lorong kelas seberang lapangan. Rannas dengan gigbag yang terus menggantung di bahunya. Membuat Gasta tak fokus lagi ke penuturan temannya itu dan berubah mengamati gerak-gerik Rannas "....Dipalak dan diremukin kacamatanya"
KAMU SEDANG MEMBACA
Not-es
Teen Fiction"Pada semua yang datang dan kemudian hilang" Rannas hanya diam, langkahnya tampak perlahan, dan di bahunya itu ia menggendong gitar miliknya kemana-mana. Di tiap gerakan kakinya yang kehilangan arah ia berharap suatu saat ia punya keberanian untuk...