Langit berubah tidak berawan sekalipun. Cerah. Mempermudah tugas matahari tengah hari menjemur dua murid yang bikin masalah di kelas. Tepat di depan tiang bendera, Tiar dan Rannas berdiri menatapi paving lapangan sambil meringis kepanasan. Setidaknya dengan menunduk mereka bisa memperlambat ubun-ubun kepala mereka terbakar dengan cepat.
"Hey...Rann...." Tiar menarik-narik seragam bagian lengan Rannas yang berdiri di sampingnya.
"Apa lagi ?" ucapnya pendek sambil menoleh dengan menyipitkan matanya menahan cahaya matahari yang menyilaukan.
Seketika Tiar melepas jaket putih yang ia kenakan lalu melompat kecil menandingi tubuh Rannas yang tinggi. menudungkan jaket miliknya ke kepala Rannas. "Gantian... lima menit sekali."
Semerbak aroma powdery tercium menggantikan bau matahari yang mengelilinginya membuat Rannas diam saja meskipun kepalanya itu dengan semena-mena ditumpangi benda asing. Rannas lantas memerhatikan Tiar yang sedang mendongak memandanginya dengan mata sipit dan senyuman meringis. "Bego." Ucapnya tanpa ekspresi dan balik menudungkan jaket ke kepala Tiar. "Kalo belum tau jangan sok tau." Tambah Rannas menanggapi karangan bebas yang Tiar jadikan alasan di kelas tadi.
"Tapi aku kan mau ngebela temen aku."
"Temen ? Sejak kapan kita berteman ?" ucap Rannas tersenyum mendengar penyataan yang menurutnya itu lucu. Senyuman dengan sudut kanan mulutnya yang naik. "Elu cuma ngerepotin aja."
Tiar beringsut dari posisinya yang cukup dekat dengan Rannas setelah mendengar kata-kata sinis yang datang tak terduga itu. "Maaf." Ia merundukkan kepalanya dalam-dalam. "Maaf." Tiar mengulangi kata itu sekali lagi. Tak lama setelah itu ia menyembunyikan wajahnya rapat-rapat di balik jaketnya meredam suara sesenggukan yang tiba-tiba terdengar. "Dari dulu aku selalu ngerepotin orang-orang deket aku. Kamu bener."
Rannas terperanjat melihat anak perempuan yang tau-tau menangis tersedu-sedu di sampingnya. Sebelum masalah baru datang lagi ia memilih untuk menenangkan Tiar. "Diem, cengeng. Kalo elu nggak mau dibilang ngerepotin, buktiin ke gue." Rannas enteng meletakan telapak tangannya ke atas kepala Tiar. "... dan gue mau jadi temen, lu."
Sekejap Tiar menyambar "Apa !? Aku nggak salah denger kan !?" ucapnya berubah antusias "Ulangi." ucap Tiar memohon sambil menarik-narik kecil seragam dan memasang senyuman terbaiknya di antara wajahnya yang merah dan basah "Ulangi..."
Rannas mengernyitkan keningnya. "Nggak akan gue ulang."
"Aku nangis lagi, nih."
"Silahkan."
"Kamu nggak kuat liat cewek nangis, ya ?"
"Terserah."
"Rannas ?" Tiar menarik-narik lagi seragam Rannas.
"Stop it ! Jangan tarik-tarik.""Rannas, I dont know but I love calling your name." desis Tiar yang tiba-tiba berlarian kecil dan berjingkat-jingkat mengitari lapangan kegirangan. "Gerak-gerak gini jadi nggak panas. Ayo, Ran. Pindah."
"Kalo ketauan pindah tempat kita bisa dapet masalah baru." sahut Rannas sambil menghela nafas panjang melihat tingkah Tiar.
Tahu- tahu ada suara tinggi lain yang menyahut mereka dari arah belakang. "Hey ! Kamu kembali ke depan tiang bendera !" Suara berat memerintah Tiar kembali ke posisinya.
Seorang guru ternyaata datang ke lapangan, tepatnya guru tata tertib. Pak Robert. Membawa satu anak yang sepertinya akan di jemur juga di lapangan bersama Rannas dan Tiar. Baju seragamnya telahWajah itu benar-benar Rannas kenali, Gasta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not-es
Teen Fiction"Pada semua yang datang dan kemudian hilang" Rannas hanya diam, langkahnya tampak perlahan, dan di bahunya itu ia menggendong gitar miliknya kemana-mana. Di tiap gerakan kakinya yang kehilangan arah ia berharap suatu saat ia punya keberanian untuk...