Bagian 16

1.8K 71 6
                                    

Ririn meninggalkan warung makan itu sambil membawa plastik warna hitam berisi jajanan pasar. Langkahnya anggun. Kakinya menapak dengan sedikit berjingkat-jingkat menghindari sampah-sampah pasar yang berserakan. Sebentar saja tubuhnya sudah amblas tertelan lorong pasar.

Sopir truk yang dijanjikan Minto datang ke warung makan itu. tubuhnya juga tambun. Berjambang lebat. Warna kulitnya hitam legam seperti bibir tungku dapur. Rambutnya keriting semrawut, seperti sarang burung emprit. Dia menjabat tangan Bedhor. "Ngatman" sopir itu memperkenalkan diri. Bedhor pun menyebut namanya sendiri. Karena sudah ada kesepakatan dengan Ririn, Bedhor tidak jadi ikut Ngatman. Mereka berempat kini asik ngobrol tentang Desa Sindang Sari. Sekitar jam sepuluh siang mereka berpisah. Ngatman ke arah Barat, Minto pulang ke Timur, sementara Bedhor masuk ke dalam pasar.

Lorong pasar sudah penuh sesak oleh para pembeli. Bedhor terselip diantara para pengunjung pasar. Membaur menjadi satu ruang. Bertukar aroma. Los-los pasar tidak ada yang sepi pembeli, semua ramai. Suara tawar menawar itu larut menjadi satu paduan suara, mirip suara lebah madu yang terganggu sarangnya. Sampai di blok penjual sayur, mata Bedhor mulai mengamati pedagang satu per satu. Ia pun menemukan tubuh Ririn terselip diantara para pembeli bumbu masak.

Melihat kedatangan Bedhor, Ririn agak gugup. Ia kelihatan panik dan tidak konsentrasi melayani para pelanggan.

"Mas Bedhor! Saya masih ramai, tunggu agak senggang ya.."

"Oh, iya tidak apa-apa, Mbak. Maaf kalau menganggu."

"Oh, Tidak. Sini duduk di belakang saya."

Ada sebuah kursi plastik di belakang Ririn. Bedhor pun menuju ke kursi tanpa pengisi itu. Kalau kursi itu di gedung parlemen, pasti sudah diperebutkan orang, bahkan sampai berpolitik uang. Melihat Ririn sangat sibuk, Bedhor pun akhirnya membantu melayani pembeli. Mereka bersinergi menyelesaikan tangung jawab itu.

Makin siang pasar berangsur sepi. Tinggal kuli panggul yang sibuk mengantar barang dagangan ke tempat parkir depan pasar. Beberapa pedagang sibuk mengemasi barang dagangannya. Yang tersisa penjual jajanan pasar yang masih teguh bersandar pada dinding-dinding los pasar. Pedagang-pedagang pemilik los sudah mulai menutup tokonya. Seperti biasa sebelum pulang menyempatkan membeli oleh-oleh jajanan pasar untuk keluarganya.

Ririn sudah selesai mengemasi daganganya, dan memasukkan ke dalam kotak kayu. Ia menggembok kota kayu itu. Ririn mengajak Bedhor menyusuri lorong pasar keluar blok penjual sayur-sayuran. Sekitar duapuluh meter lalu berbelok ke Selatan, sampai akhirnya mereka keluar pasar dari pintu sayap kiri bagian Selatan.

"Kita ke rumah indekostku dulu, Mas." ajak Ririn

"Iya, Mbak. Saya ikut saja," sahut Bedhor.

"Kita bicarakan rencana sampeyan mau ke Sindang Sari."

"Iya, saya setuju."

BIDADARI DARI TEPI SURGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang