Bagian 12

1.9K 68 3
                                    

Jantung Mardubus berdesir ketika tangannya menyentuh bagian tabu tubuh sintal, montok, seksi, mulus itu. Jari tangannya pun serasa seperti terhisap ketika sampai pada bagian yang paling dipuja-puji para penikmat syahwat, kemaluan Markenes. Mardubus pun langsung menarik tangannya, ia takut terhisap oleh kekuatan magis kemaluan dan kehormatan janda almarhum Lurah Sosro itu sungguh agung kekuatan dalam kehormatanmu, Nduk, batin Mardubus.

Hingar bingar musik dengan sound system terbaik di negeri ini sudah membahana dari panggunggung pertunjukan. Penonton pun berdiri antusias menyambut kedatangan Markenes di tandu oleh empat orang berperawakan kekar. Bau wangi kembang tujuh rupa dan ubo rampe yang dicampurkan kedalam genthong saat ritual sebelumnya menambah daya magis pertunjukan itu.

Markenes sudah menari di atas tandu, seperti biasanya setiap pertunjukan. Tapi kali ini lagu "Jaran Goyang" benar-benar membuat nafsu berahi Markenes membuncah. Sampai di panggung, ia menari begitu erotis dan seksinya. Kemaluan lelaki mana yang tidak langsung tegak memberontak? Bahkan seorang homo, gay pun ngeceng tak terkira. Lekuk-lekuk tubuh Markenes laksana kain seklendang sutra seorang penari janger. Meliuk, menukik, melilit, bergetar, bergoyang, dan..... muntah-muntahlah semua kemaluan lelaki. Semua klimaks, puas, dengan pertunjukan ekploitasi kemaluan Markenes. Kapitalisasi keindahan kemaluan yang sesungguhnya kehormatan itu.

Kamera gadget yang dibawa penonton semua menyalakan lampu, mengarah kesetiap gerak erotis Markenes. Dengan tangan gemetar mereka merekam setiap detik "Tarian Dari Surga" itu. Ini memang surga bagi penikmat syahwat. Penikmat keindahan semu, kenikmatan palsu, dan fanatisme berlebihan terhadap berhala "Uang." Mungkin itu semua tanda-tanda jaman sudah akhir. Manusia tidak lagi mempedulikan cara dan proses dalam mendapatkan rejeki, yang penting hasil akhirnya berupa pundi-pundi harga penuh terisi.

Korupsi begitu menggurita. Hampir semua lapisan kekuasaan terlibat. Dari tingkat paling bawah sampai penghulu negeri. Hukum dipermainkan, dikapitalisasi, diuangkan, semua bermura pada menumpuk-numpuk harta. Kesuksesan selalu diukur dengan banyaknya materi yang dimiliki, bukan seberapa berguna hidup seseorang bagi sesama. Tatanan sosial masyarakat sudah tidak mempedulikan etika, ketika etika dianggap membatasi gerak mereka untuk manufer menggumpulkan harta.

BIDADARI DARI TEPI SURGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang