Bagian 7

2.6K 76 7
                                    


Bedhor mengaggukanggukkan kepalanya, seperti burung tekukur. Ia membetulkan duduknya.

"Sampeyan belum beristri, Mas?" tanya Bedhor pada kenek kumal itu.

"Belum, Mas Bedhor. Lah, Mas Bedhor?"

"Saya juga belum, Mas."

Suasana Pasar Sidodadi begitu ramainya pagi itu. Penjual dan pembeli bertemu di tempat itu. Lorong-lorong pasar dipenuhi pembeli yang mencari berbagai kebutuhan yang mereka perlukan. Bau selokan pasar menyeruak menusuk hidung. Bau keringat dari ketiak-ketiak para buruh panggul berbaur menjadi ramuan yang khas "bau pasar." Sampah bungkus makanan dari dedaunan dan dari plastik terinjak-injak kaki yang memenuhi lorong-lorong pasar. Suara baur berbagai sumber suara riuh gemuruh.

Ririn Winarni, calon kepala desa kalah dari Sindang Sari itu kini menjadi pelayan di lapak penjual berbagai bumbu masak. Sarjana itu menerima nasibnya menjadi pelayan setelah kegagalannya menjadi orang nomer satu di Sindang Sari. Tangannya sibuk melayani para pembeli yang ramai pagi itu.

"Bawang merahnya satu kilo, Mbak." ucap salah satu pembeli.

"Iya, Bu."

"Berapa, Mbak?"

"Duapuluh lima, Bu."

"Belum turun, Mbak?"

"Belum, Bu. Pasokan dari petani bawang belum stabil."

"Nestapalah nasib kami orang kecil, Mbak.." Ririn Winarni hanya tersenyum kecut.

Ririn menyeka keringat yang mulai mebasahi dahinya. Pembeli makin banyak, dan tangannya makin sibuk melayani pembeli. Perempuan muda yang mempunyai visi memperbaiki daerahnya ini terpaksa tergusur dari cita-citanya karena begitu kuatnya hegemoni iblis penghuni bawah pohon beringin samping balai desa yang menguasai Sindang Sari. Tapi ia tidak pernah putus asa, kelak jika waktu berpihak kepadanya, Ririn ingin kembali ke desanya. Ririn tetap ingin menyelamatkan warga desanya yang kian jauh dari tatanan sosial yang moralis.

Ibis tidak akan selamanya menang. Itu keyakinan Ririn. Tuhan pasti akan mengutus manusia pilihan untuk mengubah prilaku sosial masyarakatnya yang sudah sangat rusak. Uang menjadi berhala satu-satunya sesembahan yang dipuja puji oleh warga. Dengan cara apapun mereka akan menggapai berhalanya untuk mendapatkan kesenangan dunia yang mereka anggap "surga" sesungguhnya.

Moral bukanlah pesoalan yang perlu di gugat, begitulah kesimpulan Ririn, terhadap paradigma masyarakat Desa Sindang Sari secara umum. Karena warga kini menikmati kemapanan, kesejahteraan, dan kekuatan ekonomi. Warga menganggap "uang" bisa mengubah segalanya. Uang bisa mengantarkan kejayaan hidup di dunia. Mereka sudah terbebas dari kemiskinan yang membelenggu selama puluhan, ratusan, bahkan mungkin ribuan tahun. Kemiskinan yang dulu selalu diwariskan dan menjadi sifat genetis warga Desa Sindang Sari.

BIDADARI DARI TEPI SURGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang