Third Hope

1.8K 198 6
                                    

[Espoir]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Espoir]

^
^
^
^
^

"Kabur dari rumah lagi?"

Taehyung menyambut Jimin yang baru saja menapakkan kaki di halaman belakang rumah keluarga Lee. Jimin langsung mempersiapkan perkakas melukis. Ingin bergabung bersama Taehyung yang kini sudah menghasilkan sebuah lukisan abstrak yang menakjubkan di atas kanvas.

"Aku tidak kabur. Hanya keluar dari rumah sebentar. Perlu menjernihkan pikiran yang keruhnya bukan main." Jawab Jimin sembari menggoreskan kuasnya ke atas kanvas.

Taehyung menanggapi dengan senyum tipis tanpa menoleh. "Sudah bilang pada ayahmu tentang tawaran sekolah seni itu? Sekolah itu benar-benar bagus, Jim."

"Belum. Kurasa, tidak ada gunanya menceritakan pada ayah. Dia tidak akan terkesan."

"Belum menyampaikan tapi sudah berani bilang bahwa ayahmu takkan terkesan. Memangnya kau cenayang?" sergah Taehyung.

"Apa salahnya mengatakan lebih dulu? Terkesan atau tidak, itu urusan belakangan. Yang penting kau bisa menunjukkan pada ayahmu bahwa anaknya yang keras kepala ini, yang bernama Jimin, ternyata sangat berbakat dan bahkan diberi kehormatan untuk menerima beasiswa di sekolah ternama. Siapa yang tidak bangga dengan hal itu, Jim?"

Jimin tersenyum pahit. "Ayahku, Taehyung. Ayahku tidak bangga."

"Ayahmu yang bilang?"

"Tidak, tapi memang tidak ada yang membanggakan dariku."

Taehyung menghentikan gerakan tangannya di atas kanvas, lalu menoleh pada Jimin. Mengunci tatapannya meski Jimin tidak memperhatikan. Taehyung berharap tatapannya bisa memberi Jimin pelajaran karena selalu menanggapi dengan kalimat yang pesimis. Namun sepertinya Jimin berusaha untuk tidak menggubris.

"Itu kesimpulan terbaikmu? Kau bahkan tidak pernah mendengar perkataan ayahmu tentang hal itu. Iya kan?"

"Ayahku sudah jelas mengatakannya, Taehyung. Kurang apa lagi? Yang selalu ayahku banggakan adalah Kak Jungmin. Pengacara lebih berkelas dibanding seorang seniman jalanan sepertiku."

Taehyung meletakkan palet dan kuasnya dengan sedikit kesal. Ia menghadapkan tubuh pada Jimin. Memberi tanda bahwa ia ingin mengajak Jimin berbicara. Namun Jimin tidak berhenti melukis karena terlanjur membiarkan tangannya bergerak lincah di atas kanvas.

"Maaf. Kau bilang seniman jalanan"? Kau pikir rumah ini jalanan, Jim?"

Taehyung bertingkah seolah ia tersinggung, meski sebenarnya tidak. Jimin menoleh dan mengernyit, tidak enak hati. "B-bukan. Bukan begitu maksudku."

Taehyung berdeham pelan. "Dengar Jimin, kau ini adalah seniman di keluarga Lee. Bagi Kak Namjoon dan aku, kau adalah bagian keluarga kami sekarang. Kau sudah banyak berkarya di sini. Di rumah ini. Tidak ada istilah seniman jalanan. Lukisanmu lebih berharga dari apa pun. Melukis adalah kehidupanmu. Jangan membuat lukisan menjadi asing bagimu hanya karena impianmu tidak sama dengan harapan orang lain. Meski orang itu adalah ayahmu sendiri."

Jimin kembali mengarahkan pandangannya pada kanvas. Memenuhi bagian kanvas yang masih perlu diisi dengan sentuhan warna. Tidak ada tanggapan yang ia lontarkan untuk perkataan Taehyung barusan. Taehyung berdiri lalu melepaskan celemeknya. Menyerah karena Jimin tidak menanggapi.

"Terserahmu saja, Jim. Itu pilihanmu. Ingin mengikuti kata hati dan hidup bahagia atau diselimuti rasa pesimis yang tiada akhir. Pilihanmu. Aku tidak akan memaksa."

Sebelum melanjutkan langkah, Taehyung berhenti sejenak dan kembali menoleh pada sahabatnya. "Cepat selesaikan lukisanmu. Kita makan bersama. Kak Namjoon akan mengomel jika kita tidak menghabiskan makanan yang sudah dimasaknya dengan susah payah."

Jimin hanya menggumam pelan. "Terima kasih, Taehyung." Ucap Jimin samar.

"Apa? Kau bilang apa?" Taehyung berbalik setelah mendengar bisikan itu. Jimin berdeham pelan sambil melanjutkan lukisannya. "Tidak ada. Kau salah dengar mungkin."

"Tidak kok." Taehyung memiringkan kepala. "Kurasa aku memang mendengar sesuatu. Bukan kau yang bicara?"

Jimin tersenyum tipis sambil menggeleng. "Aku tidak mengatakan apa pun." Taehyung berdecak, kesal karena ia penasaran dengan suara yang ia dengar barusan. Namun sepertinya Taehyung harus mengabaikan hal itu daripada membuang waktu. Karena sekarang, si pelaku yang membuat Taehyung bingung, sedang tersenyum puas dalam hati sambil melanjutkan lukisan indahnya. 

....


Baca selengkapnya di eBook Espoir
(only 40k)

Hubungi 0882 7703 0613

^
^
^
^
^

[Espoir]

8 September 2021
<08.31 am>

[BOOK] EspoirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang