Seventh Hope

1.2K 129 4
                                    

[Espoir]

^
^
^
^
^

Langkah Yoongi yang sangat cepat hingga membuat Honey sedikit kesulitan untuk mengimbanginya. "Kak, bisa jalan pelan sedikit tidak?"

"Kita harus cepat, Honey. Sebentar lagi jam praktekku akan dimulai lagi."

Honey berlari kecil sambil melirik jam tangannya. "Jika harus terburu-buru begini, untuk apa kau menyuruhku datang dan mengajakku makan, Kak?" protes Honey. Yoongi berhenti mendadak, membuat Honey menabrak punggung Yoongi.

"Aku menyuruhmu ke sini supaya Jimin tidak kesepian. Aku ingin kau menemaninya terapi. Tidak ada yang pernah menemaninya ke rumah sakit sejak pertama kali dia memeriksakan diri." Honey mengernyit kebingungan. Sebegitu kesepiankah seorang Jimin hingga tidak ada yang bersedia mendampinginya ke rumah sakit.

Perasaan bingung Honey berubah menjadi rasa gelisah saat matanya tertuju pada sesuatu. Yoongi merasa heran karena ia merasakan lengan bajunya digenggam erat oleh Honey.

"Honey, ada apa?" Honey mendekatkan tubuhnya, bersembunyi dibalik tubuh Yoongi.

Tangan Honey mulai gemetar. "Kak, aku takut." ujarnya dengan suara lirih.

"Apa yang kau takutkan? Kau melihat sesuatu?" tanya Yoongi lagi. Ingin memastikan.

"Aku ... aku melihat ... ayah." Suara Honey semakin serak. Yoongi menoleh pada sepasang suami-istri yang sedang berjalan mendekati mereka.

"Honey?" Sebuah suara memanggil namanya. Honey mengenal betul suara itu. Suara yang menyanyikan lagu sebelum tidur sewaktu ia kecil. Suara yang pernah menjadi penenang saat dirinya menangis, Namun, sejak ibu kandungnya meninggal, suara indah dan lembut itu berubah menjadi suara iblis yang hanya bisa memaki, mencerca, dan menyiksa Honey.

"Kau Honey, kan?" suara itu terdengar lagi. Honey tak berani menoleh. Ia menempelkan kepalanya di punggung Yoongi. Yoongi menjadikan dirinya sebagai tameng. Ia menghadapi pria paruh baya yang tampak galak itu.

"Maaf, siapa anda?"

Bukannya merasa segan, pria itu malah menatap Yoongi, seperti menantang. "Seharusnya aku yang bertanya. Siapa kau? Kenapa kau bersama anakku?" Pria itu berkacak pinggang dan meninggikan suaranya.

Genggaman Honey pada Yoongi semakin kuat. Air mata sudah mengalir sejak mendengar suara itu. Yoongi menyadari ketakutan Honey yang begitu besar. "Maaf, Tuan. Siapa yang anda sebut anak anda?" tanya Yoongi dengan nada yang lebih mengintimidasi. Pria itu menunjuk Honey, berusaha meraih tangan Honey yang dihalangi oleh Yoongi.

"Apa yang ingin anda lakukan?" ujar Yoongi dengan sinis. "Dia ..." Pria itu menunjuk Honey sambil melotot pada Yoongi. "Dia ini anakku! Hei, kau! Apa yang kau lakukan di sini hah?"

Yoongi bisa merasakan Honey yang tersentak, terkejut mendengar bentakan itu. Yoongi tersenyum seramah mungkin, menutupi amarahnya. "Maaf, dia bukan anak anda. Mohon untuk tidak berbicara sembarangan pada orang yang tidak anda kenal. Jika anda membuat keributan, aku akan meminta petugas keamanan." Yoongi melirik pada petugas keamanan yang sudah berdiri di depan pintu masuk, bersiaga karena sempat mendengar teriakan pria tadi.

"Lagipula, ini adalah adik saya, Kim Haeri. Bukan anak anda."

Pria itu mengerjap. Ia merasa malu karena meluapkan emosi tanpa alasan. Apalagi sekarang, petugas keamanan mulai mendekati mereka.

Pria itu berdeham kikuk. "Ah iya. Maaf. Kupikir dia anakku. Mereka mirip sekali." tutur pria itu sambil tersenyum paksa. Yoongi mengangguk memaklumi. Setelah ayah Honey pergi, Yoongi berbalik. Merengkuh Honey, lalu mengusap punggungnya.

"Shh ... Tidak apa. Ada aku di sini. Ayahmu sudah pergi." Honey terisak semakin kencang. Air matanya terlanjur jatuh. Ia takut, tidak ingin bertemu dengan sang ayah. Namun di lubuk hatinya yang paling dalam, ia merindukan ayahnya. Sangat rindu.

...

Temukan selengkapnya di eBook Espoir Full Version
(Only 40k)
Hubungi 0882 7703 0613

^
^
^
^
^

[Espoir]

12 September 2021
<09.27 pm>

[BOOK] EspoirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang