08 | PMS

87 4 0
                                    

06:00 AM

Suatu keajaiban bagi sosok Anin bisa bangun jam 6. Dalam Kamus Besar Anindya Brunella, pukul enam pagi merupakan pagi-pagi buta. Jadi ya..

"Good morning, world. Don't gimmie shit today, okay?" Gumam Anin sembari membuka jendela dan berjalan pada balkon. Tangan kanan nya menggenggam gelas berisi susu hangat sedangkan tangan kiri nya mencengkram balkon.

Udara di Jakarta masih segar dan dingin, belum terkontaminasi oleh karbon monoksida dari knalpot kendaraan. Anin menghirup oksigen banyak-banyak lalu memejamkan mata, membiarkan anak rambutnya tertiup angin dan cardigan nya melambai-lambai.

Setelah merasa cukup menikmati pagi nya, Anin memutuskan untuk masuk dan bersiap untuk ke sekolah. Tiba-tiba sekelibat ide datang di otak Anin.

"Nahdan kemana ya?" Anin mengambil ponsel nya dan menekan kontak Nahdan. Ia menunggu dengan sabar sampai di nada sambung kelima, Nahdan mengangkatnya.

"Babe, where the hell are you going?!" Ujar Anin sedikit panik. Bagaimana tidak? Semalaman Nahdan tidak di sini membuat pikiran Anin kacau dan khawatir.

"I got drunk last night dan gue lagi di hotel deket club." Suara berat khas bangun tidur menyambut Anin dan membuat Anin melebarkan pupilnya.

"DRUNK?! Lo gapapa kan? Pusing gak? Ada Aspirin ga di sana? Lo sama siapa? Lo—..."

"Do not worry, babe, gue—..."

"Palalu don't worry?! Kalo lo mabok berarti lo ada masalah, Nahdan! Kenapa mesti banget ke club? Kenapa ga balik aja kesini lagi?! Lo gatau seberapa cemasnya gue nungguin lo!"

"Lah lo juga pergi kan sama si Kevin Kevin itu?! Gue gaboleh pergi juga, gitu?! Jangan terlalu ngekang, Anindya."

Anin memutar bola matanya dan berkacak pinggang. "It's Karell, you idiot. Serah lo deh. Atur aja sesuka lo." Dengan itu, Anin menekan tombol tutup dan melempar ponsel nya dengan kasar. Mood pagi nya dari yang 100% menurun hingga 70%.

"Shittt!" Anin menjerit dan mengangkat kedua tangannya secara dramatis lalu menarik rambut brunette nya.

"Pergi gapake ijin, sudah biasa.. kebiasaan LDR jadi gini." Anin bergumam dan tertawa miris lalu berjalan menuju lemari pakaian untuk menyiapkan seragam. Dengan emosi yang belum reda, Anin membanting pintu lemari sehingga beberapa pakaian jatuh berantakan.

Setelah mendapatkan seragamnya, Anin melempar pakaian-pakaian yang berserakan dan kembali membanting pintu lemari.

•••

Anin menatap pantulan dirinya pada cermin dan kembali menyisir rambutnya yang sudah rapi. Seperti biasa, ia hanya membiarkan rambut brunette nya jatuh bebas di pundak.

Menyampirkan tas gemblok nya, Anin mengunci pintu dan memasang earphone pada kedua telinga nya. Ia memencet playlist 'Slow Motion' dan memilih lagu Stargazing.

Ting.

Pintu lift terbuka dan sekarang Anin berada di Lobby utama. Tersenyum tipis pada security, Anin meneduhkan pandangan nya dengan tangan karena sinar mentari terlalu mencolok pagi ini.

Tanpa Anin sadari, seseorang telah menunggunya sejak jam 6 pagi hari. Seseorang itu menyenderkan tubuhnya pada dinding dingin apartemen selama empat puluh lima menit demi menunggu Anin untuk turun.

"Anindya." Suara berat khas seseorang memanggilnya. Anin tidak mendengar karena kedua telinganya tersumpal earphone. Bukannya menoleh, Anin malah terus berjalan sampai pangkalan ojek, masih meneduhkan pandangannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 06, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Half a HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang