⚠️ P.S: PENGUMUMAN CASTS DI BAWAH YA, STAY TUNE! DIBACA TERUS JANGAN LUPA TINGGALKAN VOMMENTS HE HE HE;)
•••
DINGIN dan gelapnya malam menjadi teman yang menemani Anin saat ini. Suasana begitu sepi dan pencahayaan yang minim membuat hati Anin semakin kacau. Hanya suara jangkrik dan kepakan burung-burung kecil yang tertangkap oleh pendengaran.
"Wedges sialan! Arghhh!" Anin memberengut dan melepas kedua sepatu wedges yang masih terpasang sempurna lalu melemparnya. Sekelompok burung-burung kecil yang berkumpul seketika berhamburan karena sepatu yang dilempar Anin. Menyadari tindakannya begitu bodoh, ia mengerucutkan bibir dan kembali memungutnya.
Suasana hati Anin begitu kalut dan campur aduk. Bagaimana bisa sosok Karell yang siang tadi dapat diajak bersenda gurau namun beberapa jam kemudian ia menyentak Anin di tengah keramaian keluarga dan kerabat Bu Yeti. Bahkan sempat-sempat nya ia begitu marah ketika Anin tidak mau makan. Sungguh, Anin seumur hidup tidak akan mau berkenalan tempo hari di rooftop dengannya.
"Laki-laki semua sama, sama-sama brengsek." Gumam Anin. Ia melanjutkan jalannya dengan langkah kecil dan gontai. Sesekali ia menendang krikil kecil yang menghalangi.
Anin menoleh kanan, kiri, dan belakang seakan-akan mencari siapa saja yang dapat ia mintai pertolongan atau hanya paranoid nya saja terhadap jalanan yang sepi ini?
Tanpa disangka paranoid Anin menguasai tubuh dan pikirannya. Anin kembali menoleh kesana kemari dan hanya terdapat jalanan remang yang kosong. Dengan jantung yang berdebar dan keringat dingin bermunculan, Anin kembali melanjutkan langkahnya dengan perlahan. Pakaian yang ia kenakan pun tidak cukup untuk membuat tubuhnya hangat.
Anin memutuskan untuk menelpon Nahdan. Dengan tangan yang gemetar, ia menekan kontak Nahdan dan menempelkan ponsel nya pada telinga.
"Shit!" Hanya suara operator yang Anin dapatkan. Ia seakan akan ingin membanting ponsel nya dan berteriak. Ia frustasi. Pangkalan taksi masih jauh di depan sedangkan Anin harus berjalan beberapa meter lagi.
Kresek... kresek...
"GOD DAMMIT WHAT IS THAT?!" Anin menjerit dan berlari menjauh mendengar suara gemerisik dari semak-semak. Padahal hanya semak-semak yang tertiup angin membuat Anin kewalahan dan berlari. Aneh.
Hampir jauh jalanan yang Anin tempuh dengan berlari ketakutan, sekarang ia merasa suara knalpot yang mengikutinya dari belakang. Anin semakin paranoid dan gemetaran. "Mati aja gue, Tuhan.. tolong, apalagi ini?" Ujar Anin pasrah dan kembali berlari.
Tak disangka-sangka, mobil yang mengikutinya juga ikut menambah kecepatannya sehingga antara mobil dan Anin berjalan berdampingan. Si pemilik mobil membuka kaca dan menyalakan lampu mobil dari dalam.
"Anin ya? Ayo masuk." Anin terlonjak melihat siapa yang mengikutinya dari belakang. Dengan keringat dingin yang masih bermunculan, Anin memberanikan diri untuk angkat bicara.
"Karell?"
Terkekeh geli, pria yang Anin kira Karell menunjukan lesung pipinya ketika terenyum. "Gue bukan Karell."
'Sejak kapan Karell punya lesung pipi?' Batin Anin.
"Eh? Ngg.. trus lo siapa?"
"Masuk dulu aja baru gue jelasin."
"Kenapa gue harus percaya sama lo? Gimana kalo gue diculik, dibekep, diperkosa, di... jual, di—..."
"Ternyata emang bener ya lo cerewet. Udah, masuk aja. Kalo gue ngapa-ngapain ke lo, lo bisa teriak atau tampar gue atau lapor polisi deh. Janji."

KAMU SEDANG MEMBACA
Half a Heart
Teen Fiction"Hidup ini terlalu singkat hanya untuk biasa saja. Terlalu singkat untuk berkubang dalam kesedihan. Terlalu singkat untuk disia-siakan. Maka dari itu, gue bukannya bikin onar atau apa kok. Gue cuman bikin hidup sesingkat ini menjadi hal yang luar bi...