Jari Yang Terpaut [Bab -4]

7.4K 709 24
                                    


Hari ini Mia berangkat sekolah bersama Rayhan. Mia sengaja menjemput Rayhan dengan mobilnya ke panti asuhan sebelum Kyla datang. Rayhan awalnya enggan meninggalkan Kyla, tapi Mia dapat membujuknya.

Setiap hari Mia selalu berusaha menjauhkan Rayhan dari Kyla, mengikat pemuda itu erat dalam gengamannya. Rayhan sendiri tidak dapat menolak karena Kyla juga mendorongnya untuk terus di samping Mia. Semakin lama pemuda itu akhirnya mulai betah terus bersama Mia, perlahan tapi pasti keberadaannya di dekat Mia bukan hanya untuk perintah Kyla, namun juga keinginannya.

Mia tidak pernah berkata kasar dan merendahkannya tidak seperti Kyla. Gadis itu begitu lembut dan sopan bahkan sangat berhati-hati menjaga Rayhan agar selalu senang. Tak pernah pula Mia menyinggung latar belakang Rayhan yang hanya seorang anak yatim piatu dari panti asuhan.

Ibu pengurus panti dan Adik-adiknya di panti asuhan juga sangat menyukai Mia. Menurut mereka Mia adalah seorang malaikat yang dikirim Tuhan untuk menolong panti asuhan mereka yang sekarang memang tengah mengalami krisis keuangan. Akhirnya hati Rayhan mulai luluh untuk Mia dan tanpa sadar menggeser posisi Kyla di hatinya.

Mia yang menyadari itu sangat senang. Perlahan, ia yakin rencananya menjauhkan Rayhan dari Kyla akan berhasil. Tapi sayangnya Mia lupa, tidak semudah itu menumbangkan posisi Kyla Salsabila.

"Rayhan tidak berangkat ke sekolah hari ini? Apa dia sakit, Bu?"

Ibu panti menggeleng. "Alhamdulillah Rayhan tidak sakit, Mia. Tapi Kyla yang sakit, jadinya Rayhan tidak masuk sekolah hari ini untuk menjaganya di rumah. Kebetulan kedua orang tua Kyla juga sedang pergi dan mereka menitipkan Kyla pada Rayhan."

Mia mengepalkan tangannya, raut wajahnya berubah. Dia akan berbicara tapi akhirnya Mia memilih untuk diam saja. Percuma dia protes pada Ibu panti karena membiarkan Rayhan tinggal bersama Kyla. Dia tidak mau perangainya yang terlihat baik jadi rusak karena amarah sesaatnya.

"Kalau begitu saya pergi dulu, Bu. Saya takut terlambat nanti ke sekolah. Asalamualaikum." Mia akan beranjak namun Ibu Panti menahannya.

"Ada apa, Bu?" Tanya Mia kebingungan.

"Mia, jangan marah pada Rayhan nanti ya. Ibu tahu tentang hubungan kalian, jadi Ibu mohon Mia percaya sama Rayhan adalah pemuda baik dan tidak akan pernah mengkhianati cinta kalian."

Mia cuma tersenyum dan tak bicara apa-apa.

Dengan kesal Mia masuk ke dalam mobilnya kembali. Di sinilah Mia mulai melampiaskan amarahnya. Kotak berisi sepatu yang awalnya dia akan berikan pada Rayhan, Mia lempar ke tempat sampah di tengah jalan.

Sepertinya caranya salah untuk mendapatkan Rayhan. Kenapa ia begitu percaya diri akan berhasil? Padahal sebelum ini pun di kehidupannya dulu Mia telah melakukan hal yang sama, memberikan segala harta dan kedudukan pada Rayhan, namun pemuda itu tetap berkhianat padanya.

Sebenarnya hal apa yang bisa membuat Rayhan begitu mencintai Kyla? Mia harus menemukannya. Jika tidak maka rencananya untuk balas dendam pada mereka akan gagal. Mia ingin menghancurkan hidup keduanya.

"Kau... lagi-lagi menghalangi jalan. Kenapa harus melamun di depan gerbang pagi begini. Hey! Mia Mentari apa kau mendengarkanku?"

"Huh, apa?" Mia bingung saat tiba-tiba Philip Lund ada di belakangnya. Dia berbalik dan melihat raut wajah pemuda itu mengkerut menahan kesal padanya.

"Kau tahu jika terus marah-marah seperti itu akan membuatmu cepat tua, Senior," ucap Mia enteng tak menyadari perkataannya itu hanya menambah amarah pemuda di depannya.

Menggembuskan nafas, Philip berusaha sabar. Tak mau kejadian beberapa waktu terulang, cukup repot jika gadis kecil di hadapannya menangis lagi. Sekarang saja mereka berdebat sudah menjadi tontonan. Akhirnya dengan wajah angkuh Philip Lund melewati Mia begitu saja. Mia yang keheranan cuma mengangkat bahu tak peduli. Dia lebih fokus pada rencananya kembali.

Bagaimana caranya ia bisa memisahkan Rayhan dengan Kyla?

Tiga jam berlalu begitu saja, waktu istirahat pun tiba dan Mia kini sedang berpikir sendirian di bangku taman belakang sekolah favoritnya. Mia belum makan, rasanya nafsu makannya hilang dengan hanya memikirkan rencanya yang buntu sekarang.

"Lagi-lagi kau di sini. Apa tak bosan mengangguku?"

"Aku tidak berniat menganggu siapapun, salah Senior sendiri suka memainkan biola di sini. Bukankah biasanya main di ruang musik?" Mia menatap sebal pemuda yang duduk di sampingnya entah kapan.

Pemuda berambut coklat itu hanya diam lalu mengambil biola dari dalam tasnya. "Darimana kau tahu aku sering memainkannya di ruang musik? Apa kau sering mengikutiku?"
Sebenarnya Philip cuma iseng menanyakannya, tapi reaksi Mia di luar dugaan. Pipi gadis itu memerah dan bicaranya pun sesaat tersendat sebelum membantahnya.

"Ti—tidak!"

Melihat reaksi lucu Mia membuat Philip tertawa terbahak tidak seperti dirinya yang biasa. Hatinya yang gundah akibat masalah yang terjadi di rumahnya seketika hilang.

"Apa kau mau mendengar satu lagu?" Tawar Philip tak terduga pada Mia.

"Apa?"

Philip tersenyum. "Anggap saja sebagai rasa terima kasihku karena kau telah membuatku tertawa hari ini." Tak menunggu waktu lama, Philip mulai memainkan biolanya.

Suara dawai yang digesek secara lembut perlahan mulai mengeluarkan sebuah melodi indah yang membuat hati Mia tenang. Lagunya agak sendu, tapi anehnya Mia tak menemukan rasa kesedihan di sana. Hanya ketenangan dan sebersit rasa kesepian tercermin dari lagu yang dimainkan Philip.

Seakan lagu itu sendiri adalah perwakilan dari isi hati sang pemain. Tapi mengapa ada kesepian di dalamnya? Setahu Mia meski menyebalkan Philip bukan orang yang susah bergaul.

Jadi apa yang membuat hatinya kesepian?

"Sudah."

"Huh?" Mia membuka matanya dan menemukan sosok Philip Lund yang sedang berdiri menatapnya geli.

"Kau terlalu menghayati permainanku hingga tak sadar aku telah selesai. Kalau kau mau di sini, tetaplah. Aku harus pergi ke kelasku sekarang. Waktu istirahat hampir berakhir." Mengambil tas biolanya, Philip Lund meninggalkan Mia begitu saja. Lagi. Sama seperti kejadian tadi pagi, hanya situasi mereka lebih damai sekarang.

"Sebentar baik, lalu menyebalkan." Mia mengumpat tapi ada senyuman di bibirnya. "Dasar pemuda aneh. Tapi setidaknya aku harus berterima kasih padanya nanti."

Karena hatinya yang tenang dan tak bingung, Mia akhirnya menemukan solusi untuk mengatasi masalah dalam rencana balas dendamnya. "Ibu panti pasti tahu bagaimana masa lalu Rayhan dan Kyla serta alasan mengapa Rayhan begitu melekat padanya." Pandangan mata Mia menajam.

Past, Future And Revenge ✓ (Time Travel Book I) (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang