Pustaka 1 - Dari Atap Sekolah (3)

278 32 64
                                    

Hari Minggu pagi, aku dan Gandara mampir ke rumah Geneva di daerah Cipageran Asri. Daerahnya agak sejuk, karena berada di dataran tinggi Cimahi Utara. Sampai di rumah Geneva, seorang asisten rumah tangga berusia empat puluhan menyapa, "Eh, ada A Hira. Masuk dulu."

"Nuhun, Bi Atin," balasku.

Aku bersama Gandara masuk dan kami pun duduk di beranda rumah Geneva. Dari pintu, seekor kucing berwajah sombong keluar. Kucing itu mengeong malas dan menatap kami dengan angkuh, seolah-olah ingin menegur kedatangan kami yang mengganggu hari Minggunya.

"Neng Epa, ada tamu!" teriak Bi Atin yang suaranya nyaring. Kudengar suara gedoran pintu bersahutan dengan suara mesin ledeng yang sedang menyala.

Lalu, aku mendengar Geneva berteriak, "Bentar gitu, Bi! Bilangin aja lagi di kamar mandi. Lagi nyisir! Rambut aku ruwet!"

Aku dan Gandara nyaris terbahak. Kami menutup mulut kami dan mencoba untuk tidak tertawa. Beberapa menit kemudian, Bi Atin keluar membawa kudapan dan susu segar yang katanya langsung diolah dari susu sapi murni di KUD Jambudipa, Cisarua. Setelah Bi Atin masuk, Geneva keluar memakai celana basket dan atasan kaus oblong berlengan panjang.

"Ngapain sih? Ini masih pagi banget," gerutunya saat melihat kami. Ia lalu melanjutkan, "Apaan, mau minta tolong?"

Aku cengar-cengir seperti orang bodoh, sementara Gandara hanya memasang wajah serius seperti biasa.

"Jadi gini, Ge. Semalam kami menemukan daftar nama siswa SMK Garuda yang dapat beasiswa. Salah satunya adalah siswi yang didorong jatuh," sahutku kemudian.

"Aku kan nggak pernah bilang juga kalau dia  didorong sampai jatuh?" balas Geneva lagi.

"Iya deh iya, gini aja deh. Siswi yang nggak tahu kenapa bisa jatuh dari atap. Gimana?" lanjutku.

"Oke, itu boleh. Nah jadi urusannya?"

Gandara lalu menengahi, "Jadi, siswi ini punya pacar anak Teknik Pendingin. Mereka berdua sama-sama ada di daftar beasiswa SMK Garuda untuk tahun ketiga."

"Nama siswi yang kamu maksud ini yang mana?" tanya Geneva sambil menunjuk daftar penerima beasiswa yang telah dicetak oleh Gandara. Lalu, Geneva melirikku sebentar dan melanjutkan, "Ada dua nama siswi di sini dan tiga nama siswa."

"Oh ya, aku lupa. Siswi yang tewas itu bernama Tiara. Sedangkan, siswa kekasihnya bernama Lando," balas Gandara.

"Kalau yang namanya Lulu ini, dia OSIS?" tanya Geneva lagi sambil menunjuk nama Lulu Maharani di kertas.

Aku lalu menatap Gandara dan baru menyadari sesuatu, "Lencana OSIS itu kamu temukan di atap kan?"

"Siapa bilang aku menemukan itu di atap?" balas Geneva dengan pandangan mengejek seperti Sabtu kemarin dan seperti hari-hari lainnya. Sebelah alisnya terangkat, tanda bertanya balik dan mempermainkan pertanyaanku barusan.

Satu hal yang aku ingat dari Geneva adalah nada bicaranya yang seolah mengatakan kalau apa yang orang lain pikirkan itu salah. Namun, di satu sisi, ia akan menekankan bahwa ia pun belum tentu berkata benar. Jadi, antara hipotesis milikku dan milik Geneva, selalu ada yang harus dipertanyakan. Mungkin ia mengetes kemampuan berpikirku, entahlah.

Lalu, dengan wajah serius, tiba-tiba Geneva berkata, "Aku menemukan lencana itu di toilet perempuan. Nah, gimana kalau kita sekarang ke sana lagi?"

***

Siangnya, kami bertiga menuju SMK Garuda. Menurut informasi yang diberikan Gandara, siswi bernama Lulu tinggal di asrama. Rumah Lulu berada di daerah Jatinangor, sehingga jika harus pulang pergi Jatinangor-Cimahi, sepertinya melelahkan. Oleh karena itu, daripada indekos, Lulu membayar untuk tambahan fasilitas asrama. Mungkin karena biaya asrama inilah para siswa harus berusaha mendapat beasiswa.

Pustaka Geneva (Dalam Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang