Pustaka 2 - Terkultivasi (2)

177 27 17
                                    

Aku memutuskan untuk mengunjungi Politeknik Negeri Ciwaruga bersama Geneva. Namun, karena jarak dari Brigif jika ke rumahku terlebih dulu akan memakan waktu, akhirnya aku langsung mengantar Geneva ke rumahnya. Aku menumpang mandi dan meminjam kaus milik Geneva yang rata-rata kebesaran. Ia memberikanku kaus grup musik visual kei favoritnya, Gazette.

"Nggak ada yang lain? Kayak fangirl nih!" seruku.

"Nggak usah protes. Kalau protes, kamu pakai dasternya Bi Atin aja sana!" sergah Geneva saat kuprotes. Mau tak mau, aku memakainya daripada berurusan dengan kuliah Geneva mengenai konsep fangirl terhadap psikologi wanita. Ckck.

"Bi Atin, titip rumah ya! Kalau Ibu sama Bapak telepon, bilang aja lagi ke Poliga sama Hira!" seru Geneva saat kami keluar dari rumah. Aku pun pamit pada Bi Atin dan mengekori Geneva menuju motorku.

"Muhun, Neng Epa. Nanti Bi Atin kasih tahu Bapak sama Ibu," balas Bi Atin. Wanita paruh baya itu, mengikuti kami hingga gerbang rumah dan segera menutupnya setelah kami berlalu.

Dari rumah Geneva menuju Poliga, bisa melewati bagian utara Kabupaten Bandung Barat. Menyusuri sepanjang Jalan Cisarua, lalu memotong kawasan Parongpong. Biasanya, aku tidak memutar ke bagian utara dari Gegerkalong. Aku akan melalui jalan pintas dari arah selatan kampus. Sekitar 35 menit perjalanan dari rumah Geneva, akhirnya kami sampai di Jalan Ciwaruga tempat kampus Januar mengajar.

Kampus ini berada di lingkungan yang cukup jauh dari peradaban, karena berada di dataran tinggi. Satu-satunya angkutan untuk menuju Poliga, adalah angkutan kota warna putih bergaris kuning. Selain itu, angkot ini hanya tersedia sampai pukul enam petang. Lebih dari itu, silakan pesan ojek online, menumpang motor teman, atau jalan kaki sekalian sampai Cimahi—kota terdekat dari Poliga. Aku agak sebal membayangkan kalau motorku mogok di tanjakan menuju Poliga, karena kabarnya, tanjakan tersebut angker. Orang-orang biasa menyebutnya Tanjakan Mangkus.

"Katanya di tanjakan yang barusan kita lewati, pernah ada mobil mogok terus ditahan pakai kepala manusia. Kadang, ada juga yang ketemu bapak-bapak minta rokok, namanya Mang Engkus. Setelah diajak ngobrol sambil betulin kendaraan, Mang Engkus ujug-ujug menghilang," ujarku pada Geneva.

Geneva berdecak saat kami memarkir motor. Ia lalu mencibir, "Mana ada sih yang kayak gitu. Itu cuma halusinasi kolektif kali. Kebanyakan denger Nightmare Side di radio Ardan mereka itu."

"Beneran, Ge. Di Google banyak yang cerita. Nggak cuma satu atau dua orang," jawabku lagi.

Geneva tak menggubrisnya dan lanjut berjalan ke lokasi acara Komunitas Mobil Listrik Indonesia yang diadakan Politeknik Negeri Ciwaruga, alias Poliga. Saat kami sampai ke lokasi, beberapa orang telah berkerumun. Kulihat ada pula beberapa petugas polisi di sekitar lokasi acara.

"Acaranya udah mulai kayaknya," gumamku. Aku berjinjit-jinjit untuk mengintip dari kerumunan. Geneva yang lebih pendek dariku juga hendak berjinjit. Ia menginjak sepatuku untuk berjinjit dan akhirnya menyerah.

Geneva segera bertanya pada seorang perempuan berkerudung di samping kanannya, "Ada apa ya, Dik? Acaranya sudah mulai?"

"Ada yang meninggal, Kak. Saya juga belum lihat, tapi kata yang pada bubar, ada alumni sini meninggal."

"Meninggal? Gimana maksudnya?" tanyaku. Spontan, rasa ingin tahuku muncul seperti biasa.

"Katanya sih ditusuk orang dari belakang," jawab perempuan berkerudung itu lagi.

Aku pun tertegun. Sepagi ini, ada musibah. Karena tak berhasil menembus mereka yang berkerumun, aku pun mundur. Geneva berkacak pinggang, sementara aku menelepon Januar.

"Halo, Januar?" ujarku segera setelah Januar mengangkat telepon.

"Hira, maaf. Aku sedang di kantor bersama beberapa petugas polisi. Sepertinya, acara ini akan ditahan dulu sementara. Ada yang meninggal di areal Teknik Mesin," balas Januar.

"Aku juga lihat karena aku sudah sampai Poliga. Areal Teknik Mesin ini lokasi acaranya?"

"Betul, Hira. Kamu memangnya di mana? Ke sini saja, aku di kantor dosen Teknik Mesin. Dari areal Teknik Mesin belok kanan lalu lurus saja sampai ketemu gedung dua lantai," lanjut Januar.

Aku pun mengiyakan dan segera menutup telepon. Bersama Geneva, aku menuju kantor yang dimaksud. Sepertinya, aku harus mencari tahu kejadian hari ini.


***

Bersambung ke Pustaka 2 - Terkultivasi (3), Selasa depan.


Pustaka Geneva (Dalam Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang