11

8K 469 9
                                    

"Seperti dugaanmu. Aku adalah calon suamimu dan kau calon istriku."

Karina memandang tak percaya pada pria yang ada dihadapannya kini, pria itu mengatakan hal tersebut dengan ekspresi santai layaknya memberi permen pada anak-anak.

"Jangan main-main dokter! Tadi itu saya hanya bercanda. Lagi pula saya sudah meminta maaf atas kejadian itu." Karina menggertakkan gigi. Jika ia ada di film-film kartun, ia yakin kepalanya pasti sudah mengeluarkan tanduk.

"Ya sudah, kalau begitu kamu anggap saja yang tadi itu juga hanya sebuah candaan." ucap Aldi seraya terkekeh pelan, Karina bahkan tidak mengerti apa yang di tertawakan pria itu.

"Dokter bagainana bisa anda menganggap Mommy anda..."

"Kita kembali ke rumah sakit, bukankah kau belum minta ijin pada Nenek dan Kakekmu? Aku yakin mereka pasti sedang khawatir saat ini." Aldi mengangkat tangannya memberikan intruksi pada seorang Waiter lalu memberikan kartu kreditnya, tidak lama kemudian Wainter itu kembali dan mengembalikan kartu kredit Aldi.

Aldi berdiri diikuti oleh Karina, sepanjang perjalanan kembali ke rumah sakit Karina memutuskan untuk diam dan menyibukan diri dengan email-email yang masuk ke dalam handpone-nya. Hari ini ia memutuskan untuk bekerja meski tidak datang ke kantor, tanggung jawab atas pekerjaan Kakeknya juga ia yang mengambil alih. Begitu banyak hal yang harus ia urus dan fikirkan. Ia tidak punya waktu untuk mengurusi hal yang tidak begitu penting.

"Sudah sampai." Karina mengalihkan perhatiannya dari handpone-nya, ternyata mereka sudah sampai di rumah sakit. Aldi keluar dari mobilnya di susul oleh Karina.

"Dokter!" Panggil Karina menghentikan langkah Aldi.

"Ya?" Aldi berbalik dan memandang Karina.

Karina berjalan menghampiri Aldi, ia menarik nafasnya sebelum berbicara. "Dokter! Mommy anda pasti berfikir bahwa tadi itu serius. Bagaimana bisa anda menjadikan ibu anda sendiri sebagai lelucon! Dia pasti merasa kecewa karena anda telah membohonginya." ucap Karina dengan kesal, sebelumnya ia sudah mencoba mengontrol emosinya tapi bukan salahnya jika ia hilang kendali, salahkan saja pria menyebalkan yang lengkap dengan senyumnya kini.

"Lalu?" Karina mengerutkan keningnya mendengar jawaban Aldi.

"Lalu??" Ulang Karina dengan nada yang sama.

"Lalu apa yang harus aku lakukan agar Ibuku tidak merasa kecewa?" Kali ini Aldi bertanya dengan raut serius.

"Tentu saja anda tidak boleh membohonginya." Ucap Karina tak kalah serius.

"Baiklah.." Ucap Aldi kali ini dengan senyumannya membuat Karina langsung mundur dengan waspada, entah kenapa setiap melihat senyuman itu ia selalu merasakan firasat buruk akan terjadi. "Aku akan datang melamar mu minggu depan agar Mommy tidak jadi merasa kecewa."

"!!!!!!!!!" Karina.

Aldi memasukan kedua tangannya pada saku celana, ia terkekeh pelan sebelum berbalik dan meninggalkan Karina yang terlihat syok.

💕💕

"Dasar gila!"

"Ada apa Rin?" Tiara menatap heran wajah kesal sahabatnya. Sudah setengah jam lebih ia duduk di kursi tunggu di depan ruang rawat Kakek Karina, namun sambutan yang ia dapat begitu menyakitkan telinga mendengar lengkingan suara Karin yang terdengar bahkan dari jarak beberapa meter.

Karina berjalan dengan langkah kaki yang dihentak-hentakan, ia tidak memperdulikan tatapan semua orang yang memandangnya dengan pandangan aneh di sepanjang lorong rumah sakit yang dilewatinya. Ia terlalu kesal dengan sikap Aldi yang seenaknya sendiri, pria gila yang baru saja mengatakan akan melamarnya.

Cinta Karina (Tamat√) Terbit E-bookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang