Emily terbangun dari pulasnya tidur, memisahkan kedua pelupuk yang sejak malam dirapatkan. Terlihatlah seorang pangeran sedang duduk memandangi muka bantalnya dengan intens di sana.
“Hei,” sapa Will.
Pagi ini benar-benar berbeda. Sebuah senyum lebar terbersit di bibirnya kala menyapa.
Sebuah senyum tulus yang … menghangatkan hati.
Sebuah senyum yang tidak seorangpun mendapatkannya.
Ada apa dengan will?
“Will….” Emily hanya menyahut kaku. Masih pagi saja pipinya sudah dibuat memerah. Wajar saja, senyum Will bagaikan sebuah epic yang jarang terulang.
Emily mencoba untuk membangkitkan badannya yang sejak tadi hanya terebah. Tidur membuatnya merasa lebih baik.
"Apa masih sakit?” tanya Will sembari membantu Emily duduk.
“Belum benar-benar hilang, namun aku sudah merasa lebih baik,” jawab Emily tersenyum.
Terdengar sebuah bunyi yang membuat Will tertawa geli, bunyi itu sepertinya berasal dari cacing-cacing yang sedang demo di perut Emily.
“Kalau lapar, katakan saja,” ujar Will dengan kekehannya yang belum berhenti.
Seketika Emily meninju perut Will, rasanya malu sekali.
“Apaan sih Will.” semburat pink kembali terbit di pipinya, Emily mengulum senyumnya.“Baiklah, tunggu sebentar. Aku akan mengambilkanmu makanan.” Will langsung beranjak untuk keluar mengambil makanan.
Emily mulai bertanya-tanya dalam batinnya. Kenapa Will mendadak baik? Apa dia baru tertimpa benda berat? Dan wajahnya tampak berbeda sekali, lebih hangat.
Beberapa menit kemudian, seorang pemuda kembali ke tempat Emily bercokol. Ia benar-benar sudah tidak sabar untuk melahap seuatu. Perutnya terus meronta-ronta.
Namun ternyata yang datang bukanlah Will, melainkan …
“Sam?” Emily termangu sebentar, lalu menampilkan wajah cerianya.
“Hello, beautiful girl!” Sam yang berdiri di ambang pintu kini berjalan mendekati Emily, ia duduk di sampingnya. “Kau bisa sakit juga ya?” kata Sam menggoda.
“Hahaha, ya bisa lah. Memangnya aku peri yang tidak pernah sakit?” Kekehan Emily membuat punggungnya berdenyut nyeri, alisnya mengerut menahan sakit, tangannya memegang bagian belakang tubuh.
“Hei hei, kau kenapa Emily? Masih sakit?” Sam bertanya khawatir, sembari memegang lengan Emily.
“Tidak apa-apa Sam, lukanya sudah mendingan. Namun, ketika aku tertawa, punggungku terasa berdenyut,” balas Emily.
“Baiklah, jangan tertawa. Apa kau sudah sarapan?” tanya Sam lagi.
“Belum." Emily menggelengkan kepalanya pelan.
Sam langsung berdiri, ia berniat mengambilkan makanan untuk Emily makan. Namun seorang lelaki memunculkan dirinya di pintu, sambil memegang nampan berisi mangkuk yang asapnya melambung ke di udara, serta gelas panjang transparan yang terisi susu putih.
Sam menghujamkan pandangannya kepada pria yang kini berjalan ke tempatnya duduk dengan sorot mata penuh tanya. Sorot penuh interogasi netra abu-abunya membuat tatapan sedingin es milik Will kembali hadir untuk membalas.
Kenapa tiba-tiba Will peduli dengan seorang gadis yang selama ini tak pernah diacuhkannya sedikit pun?
Tatapannya kembali menghangat, mencairkan suasana yang sedikit membeku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Emily Fancy dan Negeri Peri
FantasyKehidupan yang membosankan membuat Emily tidak pernah membiarkan harinya berlalu begitu saja tanpa menciptakan fantasy-fantasy hebat di kepalanya. Seringkali Ia berimajinasi sedang duduk di atas takhta kerajaan negeri atas awan, atau membayangkan di...