Chapter 2 : Magical Butterfly

1.5K 56 10
                                    

"Emily sudah jam tujuhh!!!" teriakan Evelyn yang bersumber dari dapur menggema di telinga Emily. Ia langsung meloncat dari atas kasur, matanya terbelalak kaget mendengar kalimat 'sudah jam tujuh' yang terlontar dari lisan ibunya. Gaya gravitasi kasurnya pun seolah melemah. Ia dan kasurnya sudah sama muatannya sekarang, sudah tidak tarik-menarik. Memang benar kata orang-orang, Ibu adalah alarm paling efektif.

Emily lekas melihat ke arah jam weker yang berada di atas night stand di samping tempat tidurnya, rupanya masih jam 6. Pantas jamnya tidak berbunyi.

"Ibu bilang sudah jam 7" Emily menyeringai.

"ya kalau ibu bilangnya jam 6 nanti kamu dibangunin pasti malah tidur lagi." Jawab Ibunya dengan tertawa kecil.

Emily langsung mengambil handuknya dan segera mandi. Hatinya ceria sekali karena ini adalah masa holidays, setelah kepenatan belajar selama 6 bulan di sekolah yang membosankan itu.

"Every night in my dreams, I see you, I feel you that is how I know you.. Go on..." Emily bernyanyi di kamar mandi. Tidak, itu bukan nyanyian romantis, tapi nyanyian kebahagiaan karena tidak bertemu dengan guru mtk dan fisika selama 1 bulan.

Emily berada di kamar mandi selama satu jam, sambil menyanyikan berbagai lagu-lagu kesukaannya. Baginya, kamar mandi adalah panggung terbaik dan tempat berpikir terbaik. Mungkin saja dia sedang menghayal sedang berada di kerajaan negeri air.

"Emily cepat mandinya, jangan konser terus!!!" teriak Ibu Emily yang sudah selesai membereskan koper.

"Iyaaaaa buu." Jawab Emily.

Itulah alasan kenapa ibunya selalu membangunkan Emily dengan mengatakan jam yang satu kali lebih cepat dari seharusnya.

"Semuanya udah siap?" kata Ayah Emily, yang sedang memasang jaket.
"udah yahh.." teriak Ethan yang berlari menuruni anak tangga.
"Emily?" sambung ayahnya lagi.
"siap yaahhhh" Emily keluar kamar dengan sisir yang masih berada di rambutnya.

Emily memang begitu, suka sekali ngaret sehingga akhirnya dia harus mengerjakan sesuatu dengan terbirit-birit.

Liburan tahun ini Emily dan keluarganya akan berlibur ke rumah neneknya yang berada di sebuah desa di New Zealand.

Setelah Emily dan keluarganya sudah siap, mereka langsung masuk mobil yang akan disetir oleh ayahnya sendiri.

Di jalan Emily berharap semoga kali ini liburannya akan terasa asyik, jangan sampai masih sama seperti tahun kemarin, membosankan.

Di mobil, Emily hanya makan cemilan, melihat pemandangan di kanan kiri, atau bermain dengan gadgetnya. Sementara Ethan, sibuk bermain game. Lain pula dengan Ibu dan Ayahnya yang menikmati kebersamaan dengan mengobrol. Perjalanan dari rumahnya ke rumah neneknya menempuh waktu 2 hari.

Sampailah mereka di rumah neneknya. Emily dan Ethan terlihat pulas sekali tidur. Andrew pun membangunkan mereka pelan. "Emily.. Ethan.. kita sudah sampai."

Mereka pun membuka matanya. Emily langsung keluar dari mobil. Dilihatnya sekeliling rumah neneknya, tiada yang berubah. Masih sama. Rumah kayu klasik yang tetap kokoh, Pohon-pohon hijau yang rindang, bunga-bunga berwarna-warni yang bermekaran, dan sapi-sapi milik neneknya yang sedang makan rumput.

"Ahhhh cucukuuu yang cantik dan tampan..." terdengar suara nenek Emily dari dalam rumah yang berjalan ke luar untuk menyambut kedatangan Emily dan keluarganya, rambutnya sudah memutih.

"neneeeekkk!!" Emily langsung memeluk neneknya.
"haloo nenek" sapa Ethan.
"tidak terasa, kau sudah besar saja ya" nenek mencubit pipi Ethan.

Ayah dan ibu Emily tersenyum dan tertawa bahagia. Mereka pun langsung masuk dan membereskan barang-barangnya.

••••

Sudah dua hari Emily dan keluarganya di rumah neneknya.

"Hmm... tidak ada sinyal ya." Emily yang berada di beranda rumah nenek terlihat sedang berdiri sembari mengguncang-guncangkan ponselnya, diangkatnya ke atas tinggi-tinggi, namun sinyal masih juga belum ketemu. Ia berjalan keluar, berharap sinyal akan menghampiri ponselnya.

Saat sedang asyik berdiri memandangi kawanan sapi yang gemuk-gemuk makan rumput, Emily melihat seekor kupu-kupu yang sangat Indah, kupu-kupu ini berbeda, tak seperti kupu-kupu lainnya. Terdapat seperti berlian yang mengkilap-kilap di sayap kupu-kupu yang berwarna biru hitam itu.

Emily pun penasaran, belum pernah Ia lihat kupu-kupu seindah ini.

"huupppp!" Emily menepukkan tangannya pada kupu-kupu itu. Namun kupu-kupu itu tak berhasil Ia tangkap, kupu-kupunya malah terbang menjauh, membuat Emily semakin tertantang untuk berlari mengejar si kupu-kupu.

Kupu-kupu itu berhenti di atas perak yang berbentuk persegi di tanah. Tepat di bagian tengah perak itu terdapat gambar bintang berwarna emas. Kupu-kupu itu terus terbang mengelilingi gambar bintang itu.

Emily terperangah mendapati dirinya yang sudah berada di tengah hutan. Ia tenggelam dalam pengejarannya menangkap kupu-kupu yang indah itu.

"Oh yaampun, aku dimana?? Keindahanmu membuatku hanyut wahai kupu-kupu! Baiklah, kau diam saja di sana ya, aku akan menangkapmu, lalu kita akan kembali pulang karena Nenek pasti sudah mencariku. " Emily berbicara pelan, melangkahkan kakinya perlahan, langkah demi langkah ke atas perak persegi itu.

Saat Ia menjulurkan tangannya ke atas, kupu-kupu itu lalu hinggap di tangan Emily. "yesss yesss!" Emily tertawa kegirangan.

Tiba-tiba gambar bintang di perak persegi tadi bersinar. Bintang yang awalnya hanya berupa gambar tadi terbuka mulai dari tengah, kelima sudutnya ikut menganga.
"aaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!!!!" Emily terjatuh ke dalam jurang yang sangat dalam tepat di bawah gambar bintang yang seolah melahapnya. Sepanjang kedalaman jurang itu dipenuhi dengan cahaya yang menyilaukan, Emily hanya bisa memejamkan matanya, Ia tak dapat berpikir dan merasakan apa-apa lagi. Ia merasa jantungnya ikut terjun bebas menembus tanah, raganya ditelan bumi.

✨✨✨✨✨✨✨✨✨
To Be Continued ✨
✨✨✨✨✨✨✨✨✨

Emily Fancy dan Negeri PeriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang