また会えるから Part 6

133 30 27
                                    


Yongsan-gu, 24 Juni 1989


Naneun gwaenchanayo, Hyung…

Tentang apa pun itu, kuharap kau melakukan seperti biasanya. Lakukan itu seperti kau yang dulu: karena aku yakin kau bahkan tidak berubah sedikitpun. Iya, kan?

Ah, itu.. sebetulnya aku sangat malu menceritakannya padamu. Tapi sungguh ini yang terjadi hehehe. Begitulah, Hyung. Aku mengencani anak gadis donatur panti asuhan. Kami bertemu di panti ketika keluarganya sedang berada di sana dan menghabiskan waktu sehari bersama anak-anak, sementara aku baru saja pulang dari pelatihan. Itu kali pertama pertemuan kami.

Ummm.. ini agak sedikit kolot sebetulnya karena kami bahkan bertunangan tanpa berkencan lebih dulu: kami dijodohkan, dan begitu saja. Kupanggil dia Agi. Imut, bukan? Aku kesal karena gadis itu selalu menyebutkan selisih umur kami: ia noona. Sangat kekanakan, tapi aku sangat menyukainya. Ia dan aku mulai berkencan setelah kami bertunangan, itu cukup menyenangkan. Tapi.. eih, mengapa aku banyak bicara. Maafkan aku, Hyung. Aku justru bercerita dengan tidak tahu diri padahal kisahmu tak semulus kisahku (*aku ingin tertawa, aku ingin kurang ajar).

Harusnya jika kau betul-betul datang minggu depan, aku menyempatkan diri untuk bertemu. Kesempatan ini langka, waktu kita selalu bersisian, selalu bersimpangan. Aku mengerti betul bagaimana keadaanmu meski kau hanya menceritakan itu sepenggal-sepenggal. Berkirim kabar masih lewat surat pun aku tak keberatan. Jangan sungkan.

Bagaimanapun juga, waktu manusia tidak pernah sama. Aku hanya berharap Tuhan kebetulan menyetujui rencana kita. Tunggu aku, Hyunsik~Hyung. Aku akan menyempatkan diri datang menemuimu sesulit apa pun keadaannya. Tepati janjimu, eoh? Tepati janjimu untuk menunggu sampai malam karena aku tidak tahu pada waktu apa aku akan datang. Araseo…yo?


- Jung Ilhoon –
~©®~






Yongsan-gu, Januari/1989

Laki-laki berseragam hijau tua elegan itu memasuki halaman panti dengan membawa segudang pertanyaan. Keramaian ini tidak seperti biasa. Beberapa anak berlarian ke arahnya: senyum mereka mengembang, memamerkan sederet gigi susu yang putih bersinar.

“Ilhoon~Oppa! Ilhoon~Oppa datanggg!!!” Suara-suara itu mengisi sekeliling pendengaran Jung Ilhoon. Pemuda itu sempat terkejut, namun ia berakhir terkekeh melihat keceriaan adik-adiknya: itu rindu, mereka tersekat rindu.

Pelatihan di asrama sipir berlangsung selama tiga bulan. Dalam jangka waktu demikian panjang, Jung Ilhoon harus menahan diri untuk fokus pada tugasnya dan tidak menghiraukan suara anak-anak yang selalu hadir dalam benaknya acapkali ia termenung dan merenungkan harinya yang berat.

Di panti tempatnya bertumbuh dewasa, berkali-kali ia mendapat adik yang baru, kemudian sebanyak ini pula keluarganya di sana bertambah. Baginya, tidak ada alasan untuk mereka menyesali diri berada di tempat itu karena nyatanya mereka masih bisa berbagi kebahagiaan: yang mungkin tidak pernah dirasakan oleh anak-anak lain yang masih memiliki keluarga.

Hyung! Ilhoon~Hyunggg!!!”

Ya, ya, ya! Kenapa kalian berlari begitu? Tidak usah berlari, toh nanti aku juga akan datang ke sana. Apakah kalian begitu merindukanku?” tanyanya sambil melempar senyum khas yang ramah. Penantian untuk hari ini begitu panjang: ia bahagia, tapi akan sangat sedih jika salah satu dari mereka terluka demi menghambur dalam pelukan itu.

Eohhh!!! Neomu neomuuuu… bogoshipoyoooo…” ujar mereka serempak.

“Ahahahaha nado bogoshipta. Kajja, kita masuk. Aku ingin bertemu dengan eomoni..”

[2018] また会えるから- MATA AERUKARA ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang