また会えるから Part 11

149 28 26
                                    


Tidak ada musim seindah kebersamaan dengan orang yang kau cintai. Beberapa hal mungkin sudah menyakitimu secara tidak sengaja, juga beberapa yang lain membuatmu jatuh cinta lagi dan lagi hingga candu menyeruak dalam batin. Kemudian... bagaimana dengan pemuda itu? Beberapa waktu lalu ia menutup pintu sebuah ruangan dan melenggang begitu saja tanpa menoleh ke belakang.

Im Hyunsik duduk di halte selama lebih dari satu jam. Meski beberapa kali bus mampir ke sana, ia sama sekali tak beranjak dari tempatnya. Beberapa kali dilihatnya orang-orang berlalu-lalang sibuk dengan urusan masing-masing, sementara dirinya, ia juga sibuk: sibuk menata hati dan pikiran yang nyaris berantakan setelah sekian lama sulit ia kendalikan.

"Eoh, ne.. ini saya membawa surat untuk ... untuk.... A-ahjussi (?)" Hyunsik tertegun. Digantungnya kalimat itu.

"Siapa? Oh? Kau... Hyun...sik?" Laki-laki yang dipanggil 'ahjussi' itu mendongakkan kepala, menatap lekat-lekat siapa pemuda yang tengah berdiri di hadapannya, mencoba mengenalinya betul-betul.

"A..ahjussi? Wae.. yeogi-isseo yo?" Im Hyunsik mematung di tempatnya. Ia tidak bisa beranjak ke manapun: masih terkejut, bahkan bicara terbata.

"Sudah lama, Hyunsik~ah. Bagaimana kabarmu sekarang?"

"Aku... baik-baik, Ahjussi. Eo..eottoke.."

Ia tidak melanjutkan pertanyaan yang menggantung itu. Hyunsik hanya ingin bertanya mengapa. Hanya mengapa: mengapa laki-laki di hadapannya membuat Yoo Eun Gi pergi darinya, mengapa sekalipun ia tak mempertimbangkan kebahagiaan putrinya, mengapa ia bahkan tidak mengatakan apa pun setelah bertemu dengan Im Hyunsik seolah tak terjadi apa-apa beberapa tahun lalu, dan mengapa dirinya justru tak mampu menanyakan semua itu pada ayah Yoo Eun Gi.

"Kau kemari untuk mengantar surat? Kau masih seorang pengantar surat, ya? Bagaimana kuliahmu?" Ia sungguh tidak menanyakan hal lain. Soal Eun Gi mungkin. Sungguh tak menanyakannya sama sekali.

"Aku benar-benar berhenti sejak itu, Ahjussi. Ya, aku masih Im Hyunsik, seorang pengantar surat... yang mencintai Eun Gi." Ia sungguh mengimbuhkan frasa itu di akhir kalimatnya. Tidak. Ini bukan sebuah pemberontakan atau tindakan tidak mengenakkan. Hyunsik hanya berusaha membebaskan dirinya dari rasa penasaran yang memupuk tanya dan menimbun luka.

Laki-laki paruh baya itu hanya mengulas senyum seolah mengatakan bahwa 'Itu aku sudah tahu, dan itu juga berita lama. Lalu apa?'.

"Ah, begitu rupanya..."

"Ahjussi, wae..."

"Hyunsik~ah, kupikir ini sudah sangat lama. Eun Gi kini mencintai orang lain dan akan menikah dengannya. Jadi aku mohon, sekalipun ada kesempatan, jangan berusaha terlalu keras, hm?" Ia mendekati Im Hyunsik lalu mengusap bahunya dua kali, mengambil surat, lalu berjalan kembali menuju ke mejanya.

"Bagaimana bisa Ahjussi mengatakan itu dengan mudah? Tidak pernah ada yang tahu isi hati manusia. Mengapa Ahjussi begitu yakin kalau Eun Gi mencintai laki-laki itu?"

"Manusia tetap sama, perasaan merekalah yang mudah berubah. Kau harus tahu hal ini, Hyunsik~ah. Jadi, jebal..."

"Ahjussi...sangat takut kalau Eun Gi betul-betul masih menyayangiku, ya? Ini sudah lebih dari tiga tahun aku berusaha menemukan dia. Aku tidak akan berhenti begitu saja, Ahjussi. Biarkan aku sendiri yang memastikan apakah Eun Gi masih mencintaiku, atau tidak. Ya, aku tahu aku adalah orang miskin dengan latar belakang keluarga dan pendidikan yang menyedihkan, tapi mencintai adalah hak, dan memiliki adalah sebuah anugerah dari Yang Maha Kuasa."

"Aku tahu hal itu, Nak. Tapi nyatanya Eun Gi sudah mencintai orang lain. Aku mengatakan yang sesungguhnya. Jika kau ragu, aku akan mengirimkan alamat Eun Gi padamu sehari sebelum pernikahannya. Aku berani bertaruh soal ini, Hyunsik~ah. Kau akan percaya kata-kataku jika saat itu Eun Gi akan tetap menikah dengan tunangannya."

Im Hyunsik tersenyum getir. Bus ke tujuh baru saja berlalu di depannya dan ia masih belum beranjak sedikitpun dari sana. Benaknya terus bergelut: bingung hendak mempercayai ayah Eun Gi, atau tetap bertahan dengan keyakinannya, keyakinan bahwa Eun Gi masih memiliki rasa yang sama.

"Eun Gi~ah, kau sungguh... sudah tidak mencintaiku lagi? Atau kau melakukannya agar aku tidak terluka? Hanya itu? Bahkan sampai sekarang pun aku masih berusaha mempercayai bahwa kau dan aku masih saling mencintai. Bisakah aku terus memikirkan itu hingga hal ini benar-benar nyata?"

Tak juga meninggalkan Seoul bahkan ketika senja sudah menggantung di awan-awan, Im Hyunsik justru mengeluarkan pena dan kertasnya: menulis sebuah surat.


'''





Seoul, 26 Juli 1989


Jung Ilhoon, ini Hyung.

Ilhoon~ah, naneun gwaenchana. Jika harus menunggu sedikit lebih lama soal informasi Eomma dan Ji-Eun, aku baik-baik saja. Tapi... kau tahu? Hari ini kupikir aku sudah menemukannya: kekasihku itu. Ah, tidak. Aku hanya bertemu dengan ayahnya, Ilhoon~ah. Tapi bagaimana aku mengatakannya padamu? Mungkin lagi-lagi aku tidak beruntung dalam hal percintaan. Mungkin.

Ahjussi bilang, putri satu-satunya itu sudah akan menikah, bahkan ia dengan yakin dan sungguh-sungguh mengatakan bahwa Eun Gi mencintai calon suaminya. Jadi apa yang harus kulakukan, eoh? Aku tidak tahu, diriku begitu kacau hingga tak dapat berpikir hal lain kecuali langsung menuliskan surat ini padamu.

Jika.. jika kau jadi aku, apakah kau akan melepaskan keyakinan bahwa ia masih mencintaimu? Jujur, aku sama sekali tidak ingin sok tahu, tapi hatiku bergejolak hanya ingin mempercayai dan meyakini hal itu: bahwa ia masih memiliki rasa yang sama denganku. Eun Gi, dia adalah gadis yang tak mudah berubah. Salahkah jika aku masih terus mengharapkannya, Ilhoon~ah?

Ayah Eun Gi bilang, ia akan memberikan alamat putrinya padaku sehari sebelum pernikahan dan dengan yakin dikatakannya bahwa aku tidak akan pernah bisa membuatnya kembali dalam pelukanku. Mungkinkah itu? Eun Gi bahkan meninggalkanku karena terpaksa: di malam Natal yang dingin itu.

Jika nanti nyatanya ia benar-benar berpaling dariku, aku hanya ingin kami berpisah dengan benar. Aku ingin melihat ekspresi kekasihku saat mengatakan selamat tinggal: apakah itu penuh kebahagiaan, atau justru tangis yang perih. Ya, setidaknya aku takkan menerima sebuah surat perpisahan. Setidaknya ia harus membiarkanku mengubur rasa ini perlahan dan terus berusaha tersenyum untuk kebahagiaannya: kebahagiaan milikku yang dibawanya pergi bersama orang lain yang jauh lebih baik.

Bagaimana menurutmu, Ilhoon~ah? Adakah kesempatan yang tersisa ... untukku: yang mungkin sudah sangat terlambat.







- Im Hyunsik -


~

©®~












--- mataaerukara ---








Note:
Aduhhhh 😅 bagaimana ini readers? Jujur, author merasa ... Entahlah... Hyunsik, dengan ketidaktahuannya, dia mengirim surat pada calon suami Eun Gi, Ilhoon. Ilhoon pun juga sudah tahu masa lalu mereka berdua, tapi tetap diam. Ini gimana yeorobun?? Gimanaaa??? Wkwkwkwkwk mereka berdua sama-sama... :') baiklah... Author akan bersiap menulis detik-detik akhir kisah love triangle ini dalam beberapa part lagi. Bersiaplah 😣😣😣

[2018] また会えるから- MATA AERUKARA ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang