Bagian 3. Keberuntungan Pemula

6.4K 301 31
                                    

Warning : 17+

"Gimana, lo masih mau ketemu si Mr.Visitor?" ucap Sherly setelah menyeruput teh es yang ada didepannya dengan cepat.

"Bingung gue. Kalo ternyata dia psikopat mutilasi yang sedang rame di berita itu gimana?" balasku sambil menyuap nasi goreng.

Sherly hanya memutar bola matanya tidak terkesan dengan alasanku. Sebenarnya ketakutanku hanyalah tidak nyaman dengan orang baru apalagi dengan orang asing yang bertemu lewat sosial media yang memiliki reputasi negatif seperti Grindr.

"Lo udah lama gak ngesex?" Tanya perempuan itu cuek "Gak kangen lo dibelai laki?"

Aku melotot kearahnya, kemudian mengisyaratkan untuk memelankan suaranya "Bisa gak suaranya dipelanin, lo kira lo dimana? di LA?" bisikku kepadanya sambil memastikan apakah ada orang yang mendengar percakapan kami. Bisa panjang masalahnya kalau-kalau semua orang di pujasera ini mendengar perkataan Sherly, apalagi isu LGBT sedang panas-panasnya di negri ini. Sesekali mulut perempuan ini harus disekolahkan ke sekolah non-liberal.

"So what bruh" ucapnya dengan suara yang sedikit melengking dengan ekspresi menyindir, seakan aku adalah penganut ajaran tradisional yang tidak pantas hidup di kota besar seperti ini. "Bukankah LGBT dinegara ini telah dilindungi dan diakui sebagai hak azazi manusia?" tanyanya retoris.

"Harusnya elo tunjukin bahwa kaum homo itu juga ada yang baik-baik macam elo ini" lanjutnya.

Keningku mengerinyit kemudian bertanya dengan hati-hati kepada perempuan yang tiba-tiba membicarakan hak azazi ini "Lo bukan aktivis atau semacamnya kan?"

"Nggak tuh" dia menggeleng sambil menjilati tangannya yang dipenuhi dengan sambal.

"Oke kembali ke Mr.Visitor tadi" ujarku lagi. Aku tahu sekali bicara dengan perempuan ini akan berakhir dengan solusi konyolnya seperti biasa, tetapi aku memang sedang butuh seseorang untuk berbicara dan satu-satunya orang yang bisa ku percaya disini—walaupun sulit mengakuinya—tentu saja wanita tidak tahu malu didepanku ini. Dan dia cukup berpengalaman dengan Grindr sekalipun kedengarannya aneh.

"Lo kayak perempuan kadang-kadang ya" dia menunjukku "ribet amat jadi orang, tinggal ketemuan, secelup dua celup udah deh, pasti besoknya semangat lo kembali lagi habis minum susu"

"Masalahnya gak semudah itu Ndut" ujarku lagi walaupun dia ada benarnya.

"Apalagi?" tanyanya dengan malas. Mungkin sudah lelah dengan orang keras kepala sepertiku.

"Kalau dia gak mau sama gue setelah ketemu gimana?"

Dia menarik nafas dengan kelelahan yang dibuat-buat "Really?"

***

Aku baru tahu ada istilah visitor di Grindr, dimana ada seorang yang baru datang ke suatu daerah, kemudian menetap sementara disana, atau pengunjung tepatnya. Menurut Sherly sebagai Grindr expert, status visitor adalah salah satu akun yang cukup popular di Grindr, tidak heran banyak yang mengaku-ngaku jadi visitor padahal sudah satu bulan akunnya masih ada yang jaraknya masih segitu-segitu saja.

Mr.VisitorTOP—Display name-nya di Grindr—adalah seorang engineer yang sedang melaksanakan business trip di kota ini yang mengharuskannya untuk menginap beberapa hari disini. Dari foto setengah telanjang yang dikirimkannya (padahal aku hanya minta foto biasa alias pakai baju) aku bisa menilai dia adalah seorang metroseksual yang cukup tampan, dipenuhi gelembung otot-otot di lengannya yang memberitahu bahwa dia adalah anaknya si jim yang menghabiskan hari-harinya dengan barbell dan protein shake rasa cokelat.

A Dude I Met OnlineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang