Bagian 9. Pelakor

4.5K 269 61
                                    

Kupatut diriku didalam cermin. Gelambir-gelambir yang mulai membesar mungkin membuat perutku akan terlihat seperti bulan sabit jika dilihat dari samping. Entah sudah berapa lama aku tidak berolahraga, seingatku terakhir kalinya tahun lalu. Ketika Sherly yang tiba-tiba ingin diet kemudian mengajakku berenang selama satu jam (5 menit bermain air, sisanya duduk-duduk bergosip di kafetaria kolam renang)

Hari ini aku berjanji dengan Marko. Yup, the f*cking Marko, lelaki tampan, sukses dan berotot. Tiba-tiba tadi dini hari, dia mengajakku pergi makan malam di salah satu restoran Turki melalui Grindr kakeknya, yang kalau boleh kusebut sebagai kencan.

Aku masih ingat ketika dia mengundangku dinner melalui Grindr, yang sedikit kuakui itu adalah cara yang kurang pantas untuk mengundang seseorang. Tetapi aku sangat senang.

Aku tidak tahu apa yang dilihat laki-laki itu dariku sehingga mau mengajakku pergi. Dan kuakui kali ini Sherly benar, tidak ada laki-laki straight yang mengajakmu pergi makan malam fancy berdua saja dan menyebutnya dengan kencan bukan. Dan dia melakukannya.

Marko itu gay.

Sepertinya aku sudah dalam tahap benar-benar siap untuk memulai hubungan kembali. Terapi Grindr yang telah diajarkan Sherly sudah hampir lebih dari cukup bagiku untuk melupakan Rio dan mencari seseorang yang akan bisa berkomitmen kembali denganku, dan sedikit kuharap orangnya adalah Marko ini. Aku tahu ini terlalu dini, tetapi dari cara dia memperlakukan kakeknya, aku cukup yakin dialah orang yang patut untuk diberikan kesempatan memulai.

Kupilih kemeja terbaikku, hadiah dari Rio saat kami berliburan di Singapore. Aku benar-benar merasa sangat bersemangat hari ini. Sudah lama sekali rasanya semenjak aku melakukan kencan atau makan malam dengan seorang pria, karena selama ini makan malamku dengan Sherly sama saja dengan mimpi buruk.

Restoran Turki itu terletak sedikit menjorok kedalam gang, sehingga tidak akan terlihat dari jalan raya. Dari luar, terlihat cahaya lampu temaram yang membuat suasana ruangan sedikit memberikan kesan privat. Ditambah musik dengan nuansa timur tengah sayup-sayup terdengar ditelingaku.

"Reservasi atas nama siapa?" tanya seorang waiter berdiri didepan pintu, seorang laki-laki yang cukup tampan dengan setelan rapi, sepertinya ini tempat yang cukup fancy mengingat tamu-tamunya kebanyakan adalah orang-orang tua dengan pakaian semi formal.

"Marko, apakah ada?" balasku.

Dia melihat daftar yang ada di tablet yang sedang dipegangnya. Dia mengangguk kemudian berkata "Mari ikut saya" ucapnya sambil menuntunku.

Kegugupan dan kegelisahan meliputi diriku ketika kami semakin mendekat, seperti anak gadis yang sedang mengalami cinta monyet. Langkahku terhenti ketika melihat seseorang yang sedang duduk membelakangiku. Rambut keperakannya terlihat jelas dibawah lampu temaram.

Tentu saja itu kakek Yoda. Aku saja yang terlalu bodoh dan penuh harap jika ada pangeran berkuda yang menyukaiku tanpa alasan. Terlalu indah untuk terjadi sehingga sangat mencurigakan kalau memang Marko tiba-tiba mengundangku makan malam fancy di restoran. Selamat datang di dunia nyata Felix. Aku menatap kosong kearah kakek dengan rambut putih yang sedang membelakangiku. Aku benar-benar malu kepada diri sendiri.

Kenapa? kenapa aku begitu mudahnya tertipu. Aku menjadi geram sendiri, bahkan tidak bisa membayangkan reaksi Sherly jika dia mengetahuinya, dengan catatan kalau aku berani menceritakan kejadian bodoh ini. Rasanya menyebalkan. Sebelum kakek itu menyadari keberadaanku, sebaiknya aku harus lenyap dari tempat ini.

Kuhempaskan badanku diatas kasur, kemudian berteriak sekeras-kerasnya didalam bantal. Aku merasa konyol sendiri, apalagi dengan ekpektasi kepada Marko yang sudah terlanjur muncul dikepalaku. Sudah jelas itu kerjaannya kakek mesum.

A Dude I Met OnlineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang