Empat

337 34 2
                                    

Sorak-sorai penonton membahana di sekitar lapangan basket. Naira duduk di deretan kursi panitia lomba bersama beberapa panitia yang lainnya. Matanya fokus memperhatikan jalannya permainan memperebutkan benda kecil berbentuk bulat dengan warna orange tersebut.

Hari ini pertandingan final basket putri kelas 11 MIPA 1 vs 12 MIPA 5. Alysa dan teman-temannya berjuang agar bisa meraih juara 1 dalam permainan ini, seperti pada tahun lalu di saat mereka kelas 10.

Naira sesekali berteriak menyemangati tanpa sadar, seseorang sudah berdiri di sampingnya.

"Siapa ya, yang bakal menang dalam pertandingan ini?" Kata Nanda dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana, "Kelas lo, atau kelas gue?"

Bibir Naira menyunggingkan sebuah senyum kebanggaan, tatapannya masih fokus ke depan, "Ya MIPA 1 dong."

Nanda menoleh, "Yakin?"

"Liat aja nanti."

Diam sejenak, keduanya fokus pada pertandingan.

"Eh, Nai, ntar mau temenin gue nggak?"

Pertanyaan itu berhasil membuat kepala Naira menoleh, "Kemana, kak?"

"Ke rumah mbak Ren, disuruh bunda nganterin barang. Sekalian, kali aja lo mau ketemu sama Affa." Tawar Nanda.

"Wah, boleh banget tuh. Udah berapa minggu aku nggak ke sana." Sambut Naira antusias.

"Okeh, habis rapat panitia classmeet kita langsung cabut."

"Siap, bos."

Tanpa mereka sadari, tak jauh dari tempatnya berdiri beberapa pasang mata menatap dengan ekspresi yang sulit diartikan.

Beberapa menit kemudian, peluit tanda pertandingan usai berbunyi. Kelas Naira kalah dengan selisih beberapa point dari lawannya, kelas Nanda. Mereka hanya mampu bertahan di juara 2.

Naira mencari sosok Alysa di antara bubaran pemain yang sedang melakukan 'tos'. Matanya menangkap sahabatnya itu sedang berjalan tanpa gairah. Tampak jelas kekecewaan di matanya.

"Alyssss!!" Panggil Naira.

Yang dipanggil hanya menoleh lesu.

Naira mendekati sahabatnya, "Semangat, dong!"

"Gimana mau semangat coba?"

Naira menatap Alysa lalu merangkulnya, "Nggak apa-apa. Kalian udah ngelakuin yang terbaik. Kalian udah berjuang sebisa kalian, selisih point-nya juga cuma 3 angka, kok. Itu bukan berarti kalian nggak mampu, permainan kalian juga sama bagusnya dengan mereka, apa lagi elo sebagai kapten. Mereka lagi beruntung aja, kalau aja Kak Salsa nggak nembak three point di detik-detik terakhir, kalian pasti bakalan seri. Itu membuktikan kalian mampu dan nggak kalah hebat. Saat ini, yang kita lihat bukan hasil akhirnya, tapi usahanya." Ucap Naira mencoba menghibur sahabatnya itu.

"Tapi kan, kalau aja gue berhasil menghalau Kak Shinta supaya nggak ngoper bola ke Kak Salsa, pasti Kak Salsa nggak bakalan nembak three point dan point masih bisa bertahan seri sampai waktunya habis. Pasti bakalan ada waktu tambahan dan kesempatan buat menang." Kata Alysa dengan wajah masih ditekuk.

"Alysa sayang, sahabat gue yang paling cantik dan imut, inget kata gue tadi! Saat ini, yang kita lihat bukan hasil akhirnya, tapi usahanya. Dan kalian udah berhasil ngelakuin itu."

Alysa menatap Naira dengan bibir maju beberapa senti.

Naira gemas melihatnya, "Udahan dong, sedihnya. Senyum ya, ya, yaaa.. Gue traktir deh, besok." Tawar Naira.

"Kenapa nggak hari ini aja? Pulang sekolah." Jawab Alysa. Wajah sedihnya sudah berganti dengan cengiran khasnya.

Naira meringis, "Aduh, hehe. Sorry, sore ini nggak bisa. Hari ini pulang sekolah gue nggak bareng lo."

Takdir Indah Untuk NairaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang