Tiga

347 33 4
                                    

Naira sedang berkutat dengan beberapa buku absensi di dalam kelasnya ketika seseorang mengetuk pintu kelas.

"Ya, siapa?" Tanyanya tanpa menoleh ke asal suara. Matanya masih fokus dengan kertas-kertas yang menampilkan deretan absen di depannya.

"Nai, hsstt.."

Ia tahu, itu suara Alysa yang memanggilnya. Panggilan itu tidak ia hiraukan.

"Naiii.." Panggil Alysa lagi.

"Hmm." Jawabnya pendek tak bergerak sedikitpun dari kursi guru tempat ia duduk sekarang.

Gemas, Alysa berdiri melepaskan novel yang tadi dibacanya. Ia berjalan ke arah meja guru dengan berkacak pinggang.

"Nayyaka Naira Hafidzah Hertawaann! Dicariin Kak Nanda tuh."

Naira menghentikan aktivitas menulisnya, matanya menatap Alysa sekilas lalu beralih ke pintu, "Eh, Kak Nanda. Ada apa kak?" Tanyanya santai, ia beranjak dari duduknya mendekati Nanda, wakil ketua OSIS di sekolahnya.

"Fokus amat. Lagi sibuk, ya?" Tanya Nanda merasa tidak enak mengganggu.

"Hehe, kenapa, kak?"

"Cuma mau ngasih ini, undangan untuk seminar besok. Lo yang wakilin kelas sebelas, ya. Pakaiannya kayak biasa, seragam OSIS lengkap sama almamater. Sebelum berangkat, kita kumpul di ruang pertemuan sebentar."

"Ooh, okeh kak."

"Hmm, okeh. Makasih buat waktunya, sampai besok." Nanda tersenyum, lalu berjalan meninggalkan kelas 11 MIPA 1.

Naira berbalik kembali ke meja guru, tempatnya merekap absen. Tangannya membuka amplop undangan yang diberikan oleh Nanda tadi.

Tak ada siapapun di dalam kelas kecuali ia dan Alysa yang menemaninya dengan novel yang selalu setia di tangan gadis itu. Teman-teman sekelasnya sedang berkumpul di lapangan tempat classmeeting berlangsung.

Jabatannya sebagai sekretaris kelas mengharuskannya untuk betah duduk fokus barang 2-3 jam sekali dalam seminggu untuk mengurusi absen kelas di tengah sibuknya kegiatannya. Tak terkecuali saat-saat classmeeting seperti sekarang.

"Seminar lagi?" Tanya Alysa.

"Ho'oh." Jawabnya.

"Kapan?"

"Besok."

"Besok? Bukannya besok lo mesti final bulutangkis?"

Naira menepuk dahinya. "Ya ampun, gue lupa!"

Tangannya lalu meraih surat yang sudah ia simpan rapi di dalam tasnya tadi, lalu membaca kembali kertas tersebut, "Waktu seminarnya pukul 10.00, gue tanding besok pagi sekitar jam delapan." Ia menghembuskan nafas lega. "Masih sempat, kok."

"Ooh, bagus deh. Cepetan, selesain tugas lo, habis itu kita ke lapangan." Ucap Alysa.

***

Naira melihat jam di tangan kirinya, pukul 09.02. Masih ada waktu buat istirahat sebentar, pikirnya. Di sebelahnya ada Nata, pasangannya dalam bertanding.

Teman-teman sekelas mengerubungi keduanya dan mengelu-elukannya sembari memberi selamat atas kemenangan dalam final bulutangkis tadi. Kelas 11 MIPA 1 berhasil mendapat juara 1 dalam classmeeting cabang bulutangkis.

Baju olahraganya basah oleh keringat yang menetes karena sengitnya pertandingan. Ia mengibas-kibaskan kedua tangannya agar sedikit mendapat angin. Alysa mendekatinya sambil mengulurkan sebotol air mineral.

"Wah, seneng deh. Kalian berdua tadi mainnya bagus bangett, pokoknya keren deh." Puji Alysa ceria. "Nata, kaki lo nggak apa-apa kan? Saking semangatnya main, si Nata sempet jatoh."

Takdir Indah Untuk NairaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang