Lima

412 34 2
                                    

Motor yang dikendarai oleh Nanda keluar dari sebuah kompleks perumahan bergaya minimalis. Tak lama kemudian, rintik hujan tiba-tiba turun dengan angkuhnya. Ia baru saja akan menambah kecepatan motor jika saja ia tidak ingat bahwa sedang membonceng orang lain di motornya. Apalagi ia tahu, Naira yang sedang duduk diboncengannya tidak bisa terkena hujan.

Segera ia menepikan motornya ke teras sebuah minimarket dan tersenyum meminta izin kepada pemiliknya. Saat itu matahari sudah kembali ke peraduannya. Nanda buru-buru membuka jok motor dan mengambil sebuah jaket putih hitam. Jaket itu langsung ia beri ke Naira yang sudah mulai nampak kedinginan.

"Thanks."

"Cepetan dipake, ntar kalau lo sakit, gue diomelin sama tante Fida lagi." Ucapnya bercanda.

Naira tertawa kecil sambil memakai jaket yang diberikan oleh Nanda. Tubuh mungilnya 'tenggelam' oleh jaket Nanda yang kebesaran di tubuhnya.

"Lucu banget sih. Lo kayak anak penguin yang kedinginan."

Naira kembali tertawa.

"By the way, pengambilan raport tinggal 2 hari dan artinya liburan nggak lama lagi. Lo udah punya rencana liburan ke mana?" Tanya Nanda.

"Udah, dong. Aku mau ke Semarang, ke tempat kakek."

"Kakek Rahman?"

"Ho'oh.

"Kerjaan lo di sana pasti makan mulu, ntar gemuk tuh pipi, macam anak panda."

Naira hanya tertawa mendengarnya. "Tuh, kak. Hujan udah berenti, lanjut yuk. Ntar mama nyariin lagi."

Setelah berterima kasih dan pamit kepada pemilik minimarket, mereka melanjutkan perjalanan.

10 menit kemudian, mereka telah sampai. Naira pamit ingin ke kamar sementara Nanda duduk di ruang keluarga.

"Sudah malam, sekarang hampir jam delapan. Prediksi tante, ya ini hujannya paling cepat berhenti besok subuh. Kamu menginap disini aja ya, Nan. Nanti tante kabari bundamu." Saran Fida kepada Nanda.

Nanda tampak berfikir sejenak, "Iya deh, tan. Untuk bunda, biar nanti Nanda sendiri yang kabarin."

"Ya sudah. Sekarang kamu ganti baju dulu, bajumu juga pasti basah. Sebentar, tante panggilkan Bik Misna dulu." Ucap wanita berumur pertengahan kepala empat itu lalu memanggil Bik Misna.

"Bik, tolong anterin Nanda ke kamarnya Arda, ya. Siapin juga pakaian bersih dan air hangat." Pintanya kepada asisten rumah tangga yang sudah bekerja di keluarganya sejak usia Arda -kakaknya Naira- berumur 2 tahun.

Setelah Nanda hilang dari balik dinding lantai atas rumahnya, ia segera kembali ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Sebentar lagi, Toni -suaminya- pulang dari kantor.

***

Naira sedang menata piring makan saat ia diminta mamanya memanggilkan Nanda untuk makan malam bersama.

Kakinya melangkah meniti anak tangga satu persatu. Tangannya tidak berhenti mengucek hidung yang sudah memerah sejak tadi. Tangan itu lalu terangkat mengetuk pintu.

"Kak Nanda, turun ke bawah."

Pintu kamar terbuka, Nanda keluar dengan rambut basah acak-acakan seperti habis mandi.

"Ngapain?" Tanyanya.

Naira memutar bola mata, "Mau makan lah, emang kakak dari tadi nggak inget sama makan, apa?"

Nanda nyengir, "Sebentar." Ucapnya lalu kepalanya menghilang dari balik pintu.

Tak lama, laki-laki itu keluar sambil memegang ponsel yang diangkatnya setinggi wajah. Ponsel itu dalam keadaan hidup, Nanda lalu menyisir rambutnya menggunakan jari dengan mata yang masih fokus menatap ponsel pintar itu.

Takdir Indah Untuk NairaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang