Sepuluh

75 14 15
                                    

Hai, hai, haiii! Assalamu'alaikum, selamat malaaamm😅
Eh, telat lagi, telat bangett😂 Maaf, beribu-ribu maaf deh.
Hadeuh, maaf mulu!

Sebenernya udah lama bgt tulisan ini kesimpan di draft, tp blm selesai dan masih harus direvisi lagi.
Karena kesibukan akhir-akhir ini yg tidak mengizinkanku utk menulis, jadi sekarang lah chapter, "Sepuluh" baru bisa resmi nongol di wattpad ini:")

Rencananya mau update 2 chapter sekaligus, tp mungkin harus satu per satu dulu karena keadaan skrg juga msh kurang memungkinkan.
Malam besok deh, atau paling cepet besok siang chapter selanjutnya bakal publish😂

Mari mari, mari bacaaa😁

***

Jam masih menunjukkan pukul 06.24 pagi, langit sedikit mendung. Awan kelabu menutupi mentari pagi yang baru akan beranjak naik dari tempat persembunyiannya.

Tak ada kicauan burung seperti biasanya. Komplek perumahan yang memang telah sunyi itu terasa bertambah sunyi dengan hilangnya kicauan burung yang entah kemana perginya pagi ini.

"Daaahh, maaa.." Naira melambaikan tangan pada Fida-mamanya- yang berdiri di teras rumah.

"Pagi, Pak Jupri," sapanya dari dalam mobil saat melewati satpam rumah keluarganya.

Lima belas menit kemudian, langkah kakinya sudah memasuki gerbang sekolah. Tak sampai 3 menit, ia sudah duduk manis di kursi kelasnya sambil mengetik beberapa pesan di ponselnya.

Kelas masih sepi. Hanya 3 orang yang berada di dalamnya.

Naira mendongak saat merasa seseorang berdiri di depannya. Senyumnya merekah saat melihat Alysa berdiri dengan memasang ekspresi datar sambil melipat tangan. Namun dengan gerakan yang sangat cepat, tiba-tiba lengannya sudah melingkari bahu Naira dengan erat diiringi teriakan kecil.

Teman-teman yang menyadari tingkah mereka hanya menoleh cuek, sudah faham dengan tingkah keduanya.

Lalu, pertemuan di awal semester itu dilanjutkan dengan cerita panjang lebar, Tembok Besar China pun kalah panjang. Ditambah lagi dengan keadaan freeclass karena para guru memang tidak masuk kelas di hari pertama semester ke-2 itu dimulai.

***

Naira berdiri cepat dari kursi kantin sambil menepuk-nepuk rok abu-abu-nya yang terkena tumpahan minuman dan remah-remah roti yang sudah habis dimakan olehnya barusan.

Alysa menggelengkan kepala melihat tingkah Naira, "Makanya, kalo makan tuh pelan-pelan, Nai. Bayi aja nggak gitu-gitu amat kalau makan." Ucapnya.

Naira mendelik sadis kepada Alysa.

"Gue ke toilet bentar. Lo tunggu di sini." Ucapnya meninggalkan Alysa yang masih nyaman dengan posisi duduknya sedari tadi.

Sesampainya di toilet, ia segera membersihkan noda yang menempel di rok sekolahnya. Kemudian ia berdiri di depan wastafel sambil menatap serius kepada cermin, lalu cengiran di bibirnya mengembang menampakkan barisan gigi rapi di antara bibir mungilnya.

Saat sedang merapikan rambut di depan cermin wastafel, telinganya mendengar deheman seseorang yang tiba-tiba sudah berdiri di sebelahnya.

Sontak ia menoleh ke asal suara dan tersenyum.

"Hai, Nat. Apa kabar?" Sapanya.

Takdir Indah Untuk NairaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang