Penyelidikan yang kulakukan belum menemukan titik terang. Tidak sepenuhnya jalan buntu, tetapi, jika dianalogikan, semacam aku mendapatkan beberapa persimpangan yang tak kuketahui akan membawaku ke mana. Jadi, aku menunggu seseorang untuk memberikanku sebuah senter agar aku dapat menerangi jalanku, mencari tahu jalan mana yang terbaik.
Malam ini, aku hanya membereskan laporan yang tersisa, menempeljak jari-jariku pada keyboard ketika kesadaranku mulai goyah. Aku tak memebeli kopi karena aku tak berniat untuk berada di sini lebih dari pukul sembian malam. Beberapa paragraf lagi seluruh pekerjaanku selesai, jadi aku tak ingin menyia-nyiakan 3000 rupiahku untuk hal yang tak dapat kunikmati. Sedangkan Wijaya, kurasa sudah pulang, menutup kasus pertamanya itu tanpa kesimpulan yang jelas.
Segera setelah kuselesaikan seluruh tugasku, kumatikan komputernya, membuat layarnya menjadi gelap, mengambil beberapa barang yang kuperlukan, kemudian berjalan keluar, menikmati udara malam kota Bandung yang sejuk. Aku menghirup napas, memasukan gas oksigen ke dalam paru-paruku. Suasana yang tak akan pernah kulewati, menyegarkan otakku setelah kesemrawutan yang kujalani siang ini. Lalu, sebelum aku menggapai rumah, mengistirahatkan badanku di atas kasur empuk kemudian tidur terlelap, kuputuskan untuk membeli sebungkus makanan terlebih dahulu dari pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya di tempat yang telah disediakan.
Waktu benar-benar terasa begitu cepat, rasanya baru saja kemarin, para pedagang ini belum ditempatkan seperti sekarang ini, mengganggu hak pejalan kaki tanpa rasa bersalah. Namun, keadaan sekarang lebih baik.
Sambil menunggu pesananku yang tampaknya akan lama datang karena antrian pelanggan yang cukup panjang, kuputuskan untuk berselancar terlebih dahulu dalam dunia maya, menghalau rasa bosan akibat menunggu. Kudapati berita tadi tersebar dengan sangat cepat, termasuk dalam dunia maya. Mengerikan, seolah-olah ada sebuah sistem otomatis yang menyalin artikel dari suatu laman ke laman lain. Pencarianku terhadap 'Pembunuhan kepala manekin kota Bandung' bahkan menampilkan lebih dari seratus laman berita, baik yang kredibel maupun tidak.
Kulihat namaku yang dicatut di sana, "Bagi siapapun yang merasa kehilangan anggota keluarganya, perempuan berumur 26 hingga 35 tahun, harap menghubungi kami."
Aku bersyukur karena setidaknya pesan itu dapat tersampaikan walaupun beberapa berita membuat judul yang terkesan melebih-lebihkan, membuatnya menjadi sebuah clickbait yang tak kusuka.
Geger! Seorang siswi menemukan mayat berkepala manekin di kota Bandung!
Pertama kali terjadi, sebuah pembunuhan terhadap wanita dengan kepala yang diganti oleh sebuah manekin!
Pembunuhan terhadap seorang wanita, pengakuan polisi akan membuat Anda terkejut!
Cih, pengakuan polisi akan membuat terkejut apa? Seenaknya saja mereka melebih-lebihkan.
Akhirnya, setelah tenggelam terlalu lama dalam dunia maya, makananku datang, membuatku merogoh saku, mengambil dompet, memberikan uang pecahan senilai dua puluh ribu rupiah. Namun, pikiranku masih kesal karena berita-berita yang menjadikan judul clickbait sebagai pilihan mereka.
"Hatur nuhun, A," kataku, setelah mendapatkan pesananku sebagaimana harusnya. Sekarang, aku hanya perlu kembali ke rumah, memakan makan malam, kemudian mengistirahatkan otakku. Besok akan menjadi hari yang baru dengan kasus yang baru juga, kan?
===
Kami—aku dan Wijaya—mendatangi labolatorium kepolisian untuk meminta hasil visum yang katanya telah ada. Sama seperti Wijaya, seolah-olah ini adalah kali pertama kutangani sebuah kasus pembunuhan, mataku berbinar seolah-olah tak sabar untuk mendapatkan hasil yang kutunggu-tunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detektif Roy : Ritual Pemenggalan Kepala [Selesai]
Mystery / ThrillerKota Bandung digegerkan dengan penemuan mayat seorang wanita. Tidak hanya itu, tetapi kepala mayat wanita itu diganti oleh sebuah manekin! Roy, sang detektif kasus pembunuhan dipilih untuk menangani kasus itu bersama rekannya, Wijaya. Buku 1 Serial...