Tujuanku kembali ke rumah—tempat paling nyaman yang tiada tandingannya—sebenarnya kupilih agar aku dapat mendinginkan otakku. Senja yang mengunjungi permukaan bumi ini seolah-olah menarikku untuk meninggalkan kantor dengan segala masalahnya.
Biasanya, anakku akan pulang malam dengan alasan kerja kelompok atau kegiatan ekstrakulikuler, walaupun aku tahu dia tak setiap hari melakukannya. Pernah aku melewati sekolahnya, mendapati anak itu sedang nongkrong bersama teman-temannya, bermain kartu dengan mangkuk-mangkuk yang berjajar di atas meja. Beberapa di antara mereka merokok, walaupun aku tak melihat jika anakku menjadi seorang perokok. Kala itu pun, aku bukanlah seorang ayah yang ingin mengganggu kesenangan anaknya. Aku terkejut—tentu saja—tetapi kutahan reaksiku.
Jadi, daripada menyuruhnya berhenti untuk berkumpul bersama kawan-kawannya, aku lebih memilih untuk memberikan pesan untuk tak merokok atau bermabuk-mabukkan, sebaik ataupun seburuk apapun teman yang dipilihnya. Aku tidak peduli teman seperti apa yang dipilihnya, selama ia tidak menjadi salah satu bagian dari orang-orang yang tak baik.
Pekerjaanku memberikan pandangan luas mengenai hidup. Aku mengenal beberapa orang pembunuh—tentu saja karena itu bagianku—serta beberapa perampok untuk tahun-tahun pertamaku ketika mendapatkan kepercayaan menjadi seorang Ajun Komisaris Polisi. Kebanyakan di antara mereka hanya tak beruntung—aku lebih suka menyebutnya seperti itu. Mendapatkan perlakuan tak menyenangkan dari orang tua mereka, berasal dari keluarga yang broken home, tetapi tak jarang juga karena pergaulan yang salah—yang tak kuinginkan terjadi pada anakku.
Namun, hari ini, Loka—nama dari anakku itu—telah sampai di rumah lebih dulu daripada diriku. Ia memainkan ponselnya sambil tiduran di atas sofa yang biasanya kugunakan untuk bersantai, menyelonjorkan kaki dan mengedarkan darah-darahku menuju seluruh tubuh.
Sebagai sapaan keterkejutan atas kehadirannya di rumah ini, aku menanyakan kabarnya, mencaritahu alasan mengapa ia pulang lebih dulu. Namun, anak itu hanya menjawab karena ia sedang ingin sendiri, sedikit membuatku kecewa karena ia mengatakan itu tepat di depanku, di rumah ini, yang jelas-jelas juga aku tinggal di sini.
Aku tidak mengerti apakah sikap tak acuhnya itu disebabkan oleh kematian istriku atau bukan. Yang pasti, seingatku dia tak pernah seperti ini sebelumnya. Dan kuharap aku—atau mungkin dia—tak perlu menyalahkan kematian istriku atas sifat yang kini dimilikinya.
Selain itu, dengan dinginnya anak itu mengatakan bahwa sebuah paket pengiriman sudah datang, ditujukan padaku, yang membuatku sedikit bingung karena aku tak pernah merasa memesan apa-apa.
"Paket apa?" tanyaku padanya yang masih tak melepaskan pandangannya dari ponselnya itu.
"Mana aku tahu."
Aku hanya menghela napas, kemudian melanjutkan, "Paketnya di mana?"
"Di samping televisi."
Aku kembali menghela napas untuk kedua kalinya. Aku merasa seperti hidup sendiri, padahal aku tak menginginkannya. Pekerjaanku seolah menyita waktuku untuk menemaninya, dan seolah-olah anak itu telah terbiasa, tidak menganggapku ada, menjadikan kami sebagai orang asing dalam satu rumah.
"Terima kasih," ucapku, tak menghilangkan kebiasaan baikku itu biarpun Loka hanya mengangguk pelan, dengan pandangan yang terus menangkap cahaya radiasi ponselnya itu.
Aku segera mendekati paket yang dimaksud, terbungkus dengan kertas coklat dan perekat yang membungkus beberapa bagian paket itu. Tak ada nama pengirim, hanya ada namaku yang ditulis dalam secarik kertas—lebih tepatnya dicetak, karena jelas tulisan itu adalah tulisan komputer. Artinya paket itu dikirimkan secara langsung untukku karena tak kudapati alamat tujuan. Tidak mungkin seorang pengirim pos dapat mengirimkan paketnya dengan selamat tanpa alamat tujuan, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Detektif Roy : Ritual Pemenggalan Kepala [Selesai]
Mystery / ThrillerKota Bandung digegerkan dengan penemuan mayat seorang wanita. Tidak hanya itu, tetapi kepala mayat wanita itu diganti oleh sebuah manekin! Roy, sang detektif kasus pembunuhan dipilih untuk menangani kasus itu bersama rekannya, Wijaya. Buku 1 Serial...