MELEDAK

47 2 0
                                    

Malam ini terasa sepi sekali, mungkin karena hujan tak datang. Hati bertanya tanpa tau apa pertanyaan nya, otak berfikir tanpa tau apa yang difikirkannya.

Entah perasaan ini kecewa atau sedih aku tak tau, bintang seakan bersembunyi dalam selimut malam dan bulan terlihat berpura pura tak mengenaliku semuanya seakan menjauhiku

Mataku sekilas tertarik pada radio tua milik nenek. Sanpai akhirnya jemari itu memijit salah satu tobol merah yang berdebu,

Hening, tak ada suara ! Radio itu mati. Mungkin besok aku harus memperbaikinya

Tubuhku mulai berbalik arah, otakku mulai berjalan mengangkasa

"bego, radionanya kan belum ku hubungkan dengan listrik, pantas saja tidak menyala" batinku mengejekku meludahiku dengan kata bego

Dalam hitungan detik ku tarik kabel radio itu dan menghubungkannya dengan terminal yang ada di bawah meja

bleduggg

Semua gelap, radio itu berasap di luar ibu yang cerewet berteriak kencang

"busuk, radio sialan"

Semua menyalahiku. Karena mereka tau suara itu berasal dari kamarku

***

Pagi itu tak kulihat senyum di wajah mereka, rasanya asam seperti sayur yang ku makan pagi ini. Yeah sayur asem

Ku lirik kakakku yang berada disampingku, dia terlihat sebal padaku katanya sih dia sebal karena pas tadi malam listrik mati dia sedang menjalankan sunat rasulallah dengan suaminya. Ahhh aku jadi merasa bersalah.

Dengan cepat ku habiskan sayur asem yang memang asem itu.

Makanku selesai, ku ambil kantung keresek hitam yang sempat ku letakan di meja makan

"apa itu ?"tanya ibu

"radio"

"radio tadi malam" semua memandangku

Dengan tatapan itu hatiku meringsut, aku tau isyarat mereka, lalu kemudian ku letakan kembali radio itu di meja dan aku berjalan mundur untuk pergi berangkat sekolah.

Hahhhh... Pegi yang menyebalkan

*****

Lorong sekolah sangat sepi, hanya ada beberapa orang yang datang, langkah ini terus mengayun medentamkan bumi yang datar.

Imajinasi ini mulai mengangkasa, cerita tentang perjalanan ke bulan dan setelah sampai ngopi dengan para bintang yang mustahil adanya

Disudut sana laki laki yang bernama Rey itu ku lihat lagi. Dia tak sendang melihatku.

Dia sedang menempelkan jadwal ujian nasional

Sepercik harapan yang merindu terselip di sudut bibir yang tersenyum mungil

Tak bisa ku pandang lebih lama, karena saat ini aku bukan takdirnya. Takdirku bersama rendy dan aku harus menjaga hatinya kesetiaannya

Kakiku menayum menghanyutkan ingatanku tentang Ray ujung jari tak sengaja menendang ringan debu menghalangi jalanku.

Dug...

Kaleng itu menimpa kepalaku, kata "Aww" sepontan keluar dari mulutku. Entah siapa yang menimpuk kepalaku dengan kaleng sprite minuman soda kalengan itu. Sumpah sakit bukan main kepalaku ini rasanya ingin ku timpuk lagi orang itu dengan sekeras kerasnya namun rasa ingin itu luntur ketika kuliat sepucuk surat yang keluar dari lubang yang ada di kaleng itu.

Secarik kertas yang tercoret oleh tinta biru laut. Puisi. Itu adalah isi dari coretan coretan tinta dari kertas itu

AKU PINJAM NAMAMU

Digubuk kecil
Dipinggir sungai nill
Rapuh mataku menghadap yang memanggil
Takut mengigil
Membisik tengil
Merangkak hati yang ganjil
Diatas karpet kecil
Ku sengadahkan tanganku yang mungil
Untuk mengenalkanmu pada yang memanggil

Apakah ini puisi cinta? Jujur aku berharap Ray lah yang mengirimkan puisi ini, karena aku menyadari bahwa tatapan Ray kemarin menandakan ada sebuah cinta dimatanya, ada kecemburuan dimatanya dan ada harapan di matanya namun dia enggan mengatakan hal itu semenjak ia tau aku milik Randy


****

PDKTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang