Beberapa ekor rusa mulai mendekati telaga setelah benar-benar tenang. Binatang-binatang itu meminum air sejuk itu sepuasnya. Disusul binatang hutan yang lainnya. Sebentar kemudian, tempat itu riuh ramai dengan kehidupan. Bahkan dua ekor burung mulai membangun sarangnya tepat dia atas pohon yang memayungiku.
Bagaimanakah nasip dua naga di dasar sana? Apakah mereka sudah mati? Kasihan sekali suratan hidup kedua manusia baik hati itu. Mereka sudah dipilih oleh Sang Pencipta untuk melengkapi kepingan takdir.
Tidak semua yang baik harus berakhir baik. Jika dalam kebaikan masih terselip sebongkah kesombongan.
Jaka tiba-tiba datang entah dari mana. Aku tidak bisa mendengar langkahnya. Dia memungutku, membersihkan tubuh ini dari lumpur dan tanah di air sejuk. Pemuda memasukkan kedua kaki telanjangnya ke dalam tubuhku.
Sekarang, Jakalah tuanku selanjutnya. Rahang perseginya terkatup rapat. Giginya bergemerutuk menahan kesedihan. Mata elangnya menatap ke tepi telaga, nyaris tak berkedib.
Dua ekor naga menyembul, hanya kepalanya saja.
"Jaka," ucap mereka bersamaan.
Naga-naga itu meliuk mendekati Jaka. Pemuda itu berjongkok, menyentuh naga emas dan naga putih bergantian di kepalanya.
"Maafkan aku datang terlambat, Romo, Simbok. Perjalananku terhambat karena harimau liar itu sudah melukai penduduk desa. Terpaksa aku harus mengobatinya dulu dan mengantarkan ke rumahnya masing-masing." Suara Jaka bergetar, lalu ia menatap langit dan berteriak kencang.
"Aaargh!!"
Lelaki itu mengusap air mata dengan lengan kekarnya.
"Aku akan mencari cara supaya kalian bisa menjadi manusia lagi, Romo, Simbok. Bersabarlah di sini. Aku pasti bisa menemukan penawarnya. Bagaimanapun caranya."
"Terima kasih, Jaka," tukas naga putih. "Di bawah pohon beringin yang dulu pernah kita datangi, aku memendam sebutir telur. Mungkin kamu bisa memulainya dari sana."
"Iya, Romo. Aku akan ke sana sekarang. Aku permisi dulu."
Jaka menghaturkan sembah hormat. Ia merentangkan kedua lengan, membaca sebuah mantra dan mulai berlari di atas air nyaris tanpa suara. Baru kali ini aku bersama Jaka. Pemuda ini benar-benar sakti. Ilmu meringankan tubuhnya sangat luar biasa.
Dia lalu berlari meringsek ke dalam hutan. Tubuhnya melenting ke kanan dan kiri menghindari cabang dan ranting yang menjuntai. Bila ada pohon roboh, lelaki itu seolah melayang. Melompati dengan mudahnya.Tak terasa, sampailah ia di pohon beringin beraura gelap itu. Dengan berjongkok, Jaka menghujamkan cakaran tangannya ke dalam tanah tempat telur dikuburkan Ki Pasir. Nampak telur besar putih menyembul. Sebelum tangan Jaka mengambilnya, tiba-tiba terdengar suara retak yang berasal dari dalam cangkang.
Telur itu menetas!
Jaka menahan napas, matanya tajam melihat makhluk apa yang akan keluar dari dalam kulit rapuh itu. Retakan dipermukaannya semakin lebar, perlahan keluar seekor makhluk mungil kemerahan.
Seekor naga kecil!
Naga bersisik merah itu menatap Jaka. Mulutnya menganga, mengeluarkan desisan yang panjang. Jaka mengulurkan tangan, naga segera berpindah tempat melilit jemarinya.
"Aku adalah kembaran telur naga yang telah di makan orang tuamu. Akibatnya, orang tua kami murka dan merasuk ke dalam tubuh mereka." Naga merah berkata pelan.
"Apakah ada cara supaya mereka kembali menjadi manusia?"
Lidah bercabang menjilat bibir naga merah, "Tidak ada, ketika roh naga sudah merasuk maka tidak ada cara untuk kembali. Mereka akan berwujud naga untuk selamanya."
Jaka terduduk lemas. "Apa salah orang tuaku sehingga harus menjalani akhir yang sangat menyedihkan itu."
"Mereka tidak berakhir menyedihkan, Jaka. Kedua orang tuamu adalah orang pilihan. Takdir sudah memilih mereka." Naga Merah merambat ke lengan Jaka, dia membuka sayap mungilnya dan melayang tepat di depan Jaka.
"Aku akan segera kembali ke alamku. Ada beberapa hal yang harus kamu lakukan untuk bisa mengurangi penderitaan orang tuamu. Suruh mereka bertapa di dasar telaga sampai moksa, maka mereka akan abadi. Juga, bukalah daerah sekitar telaga. Biarkan para penduduk mendiami wilayah itu."
Naga merah berputar sesaat dan wujudnya berubah menjadi asap. Menghilang tertiup angin. Jaka masih terduduk sambil mengatur napasnya.
***
Jaka mengatakan pesan naga merah kepada makhluk yang dulunya adalah orang tuanya. Telaga kebiruan itu beriak di sekitar dua ekor naga raksasa.
"Aku akan menemani kalian bertapa, Romo, Simbok." Jaka menatap ke dua naga di depannya.
"Tidak perlu, Jaka. Pergilah dari sini songsonglah kehidupanmu sendiri. Jangan mengkhawatirkan kami." Naga emas berucap. Air di sekitarnya berkecipak terkena liukan badannya.
"Setelah kalian moksa, aku akan meneruskan tugas Romo, membangun peradaban damai di wilayah ini."
Kedua naga itu saling menatap, "Baiklah kalau itu memang pilihanmu. Jaga diri baik-baik Jaka." Mereka menyelam ke dasar telaga untuk bertapa, bertaubat untuk memenuhi takdir yang sudah digariskan.
Jaka menitikkan air mata. Ia menuju pulau kecil di tengah telaga dan mulai mulai mengumpulkan pepohonan yang tumbang. Ia membangun pondokan untuk menemani pertapaan kedua orang tuanya.
***
Beberapa tahun kemudian, wilayah telaga itu menjadi desa yang ramai. Pertanian dan perkebunan subur mengelilingi perbukitan lereng Gunung Lawu. Telaga Sarangan, para penduduk menyebutnya. Tempat untuk berziarah, mensyukuri karunia Sang Maha Pencipta yang telah memberkahi tanah yang dulunya hutan belantara.
Selesai
KAMU SEDANG MEMBACA
Legenda Naga Pasir (End)
FantasyKisah sepasang suami istri yang lari dari kejaran pasukan kerajaan. Mereka menuju ke lereng Gunung Lawu seperti wangsit mimpi Ki Pasir. Apakah mereka berhasil? Halangan apa saja yang akan menghiasi perjalanan?