Mengembara

301 15 0
                                    

Legenda Naga Pasir

#LNP 4

Mengembara

Dua ekor burung hantu berbulu hitam terbang. Mereka hinggap pada dahan pohon tertinggi sejenak, lalu melayang di atas langit malam. Bersiap mencari mangsa binatang kecil yang tak beruntung.

Jaka berkacak pinggang, menatap tajam babi hutan yang tergeletak tak bernyawa. Tepat di titik lemah binatang itu, tertanam keris pusaka Ki Pasir. Darah mengalir dari luka-luka tusukan, menyebarkan bau anyir ke seluruh penjuru mata angin. Menambah mistik dini hari itu.

"Kakang ...!"

Nyai Pasir mencengkeram leher baju suaminya, menepuk wajah dingin itu sekuat tenaga. Suara jeritannya membuat kebas gendang telinga.

Perlahan, Ki Pasir membuka sebelah mata. Mengintip. Lalu sebelahnya lagi. Ia memegangi pipi yang memerah.

"Sakit, Diajeng." Kerlingnya yang membuat Nyi Pasir marah.

"Leluconmu sudah keterlaluan, Kakang!" Wanita itu langsung mendorong tubuh suaminya sampai terguling.

Dia masuk ke dalam rumah dengan menghentakkan kaki. Jaka yang berdiri di depan pintu tersenggol hingga oleng. Nyi Pasir masih terisak. Ia duduk sambil memeluk lutut, menyembunyikan wajah di antara dua kakinya.

Lelucon yang tidak lucu! Aku ikut sebal.

Ki Pasir mendekati istrinya lalu memeluk tubuh yang bergetar hebat itu. Membenamkan dalam dada bidangnya.

"Maafkan aku, Diajeng." Tangan besarnya membelai rambut sehitam malam.

Beberapa menit telah berlalu, tetapi Nyi Pasir masih teguh dalam posisinya. Nyaris tak bergerak. Ki Pasir mulai salah tingkah, ia menggaruk kepalanya lalu meniup ubun-ubun istrinya keras-keras.

"Memangnya aku kesurupan?!" sadis Nyi Pasir. Marahnya sudah mereda.

Dalam kegelapan, wanita itu menatap wajah suaminya. Manik hitamnya tajam mengiris.

"Jangan lakukan itu lagi, Kakang. Aku tidak suka."

"Iya, Diajeng. Aku berjanji."

Mereka berdua tersenyum. Ki Pasir mendekatkan wajahnya. Bersiap mengecup istri tercinta.

Jaka berdehem keras. Pasangan itu baru tersadar kalau ada anak di bawah umur bersama mereka. Cepat-cepat mereka menjauh, menjaga jarak.

"Tadi itu berbahaya sekali, Jaka. Bagaimana kalau suatu saat binatang buas berhasil menerobos masuk rumah? Nyawamu bisa terancam." Ki Pasir berkata sambil mengelap noda darah yang menempel pada kerisnya dengan kain yang diambil dari dalam buntalan.

"Itu tidak akan terjadi, Ki. Mereka semua sudah mengenalku."

Ki Pasir sepertinya tak terlalu menggubris kata-kata pemuda itu.

"Bagaimana kalau kamu ikut kami saja, Jaka. Kebetulan kami juga tidak memiliki anak. Maukah kamu menjadi anak angkatku dan Nyi Pasir?" Lanjut Ki Pasir.

"Entahlah."

"Iku kami saja, Jaka. Aku akan memasakkan makanan kesukaanmu setiap hari," sahut Nyi Pasir bersemangat.

Marahnya benar-benar sudah lenyap, menguap entah kemana.

"Kamu di sini sendirian, terancam bahaya binatang buas. Mana mungkin kami meninggalkanmu? Kalau kamu ikut kami, setidaknya akan ada yang menyayangi dan merawatmu, Jaka" lanjut Nyi penuh harap.

Jaka terdiam. Dia menggigit bibir bawahnya.

"Eem, baiklah. Aku mau ikut kalian."

"Syukurlah," ucap Ki Pasir dan Nyi Pasir hampir bebarengan.

Legenda Naga Pasir (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang